
Pulau Balai

Penginapan Sonia
seloroh seorang ibu paruh baya pemilik warung dan penginapan Sonia tempat kami singgah pagi itu di desa Pulo Sarok.
Ibu tadi melanjutkan perkataanya yang semakin menciutkan nyali saya bahkan hampir saya membunuh impian untuk menelusuri keindahan pulau-pulau kecil di perairan pulau Banyak.
“ada kok dik yang ke pulau Balai hari ini, kebetulan kapal itu mau bawa semen”
Tiba-tiba ada seorang ibu-ibu muda yang nimbrung ke dalam pembicaraan kami. Yess gejolak jiwa untuk menikmati indahnya pulau indah itu semakin membara setelah tahu kepastian ada kapal yang akan membawa kami ke pulau Banyak.

Sisa-sisa bencana
Namun apa yang terjadi, ternyata kapal ini sudah hampir berangkat, akibatnya saya dan citra lari tunggang langgang menuju ke warung ibu Sonia untuk mengambil barang-barang bawaan. Alhamdulillah kami menemukan becak barang yang membantu mengantarkan kami menuju ke dermaga tempat kapal semen itu berlabuh. Sopir becak motor itu memacu becaknya dengan cekatan. Citra duduk di samping, dalam sebuah bak becak yang biasanya untuk tempat-tempat barang, sementara saya membonceng di jok belakang sang joki.

Kapal kayu yang akan membawa saya ke pulau Balai
Hal terawan dan tersulit adalah melewati muara sungai yang dangkal, tidak jarang lambung kapal harus bersentuhan dengan dasar sungai yang berupa pasir. Pemandangan di awal perjalanan kali ini banyak di hiasi oleh puing-puing bangunan yang terendam air, dulu katanya rumah yang tinggal puing itu jaraknya jauh dari pantai, namun tsunami sudah membuat puing rumah itu berada di tengah laut. Sebuah kilang minyak tua juga terlihat seperti barang rongsokan saja. Puing-puing perahu tenggelam juga membuat suasana muara sungai ini semakin manakutkan. Semoga saja jumlah perahu yang karam dimuara sungai ini tidak bertambah.


kapal yang sarat muatan
***
Sang sopir terdengar berbicara dengan logat Batak kental. Dia adalah sopir yang bertugas menjemput para penumpang travel itu, sementara sopir aslinya masih beristirahat menunggu giliran bekerja membawa para penumpang menuju Singkil. Ternyata medan terlihat sudah mengalami kemacetan parah. Hampir di setiap titik macet. Ternyata saya dan citra adalah tamu pertama yang di jemput sehingga kami harus ikut berputar-putar kota Medan menjemput penumpang lain. “anggap saja city tour” begitu kira-kira saya menghibur diri.
Rumah makan padang sederhana ini merupakan tempat beristirahat para supir travel yang melewati lokasi itu. Beberapa mobil jenis L-300 juga terlihat sedang parkir menunggu penumpangnya yang sedang menikmati makan malamnya di tengah dingginya daerah Merek pagi buta itu.
Setelah semua kembali kedalam mobil, perjalanan pun di lanjutkan. Saya berusaha memejamkan mata, walau agak susah akhirnya terpejam juga. Setelah terjaga ternyata mobil sudah memasuki daerah Sinngil. Dan daerah Jembatan tinggi menjadi tujuan saya kali ini, karena menurut informasi yang saya dapat, banyak perahu nelayan yang melayani rute Pulo Sarok – Pulau Balai setiap harinya.
***

Bersatunya airlaut dan air dari sungai
Setelah hampir 4 jam perjalanan laut, deretan pohon kelapa desa Teluk Nibung mulai terlihat. Itu artinya sebentar lagi saya akan menginjak kan kaki di pulau Balai, sebuah pulau yang menjadi pusat pemerintahan kecamatan pulau Banyak. Dermaga perahu yang kami tumpangi tidaklah besar, hanya dermaga sederhana saja. Terlihat banyak sekali karamba berjejer rapi ditengah laut. Menurut keterangan warga keramba-keramba itu adalah sumbangan dari pemerintah.

Pulau pulau kecil nan indah
“panggil saja pak Putri”
Begitu pemilik penginapan putri ini menjawab ketika saya menanyakan perihal nama kepada beliau, namun akhirnya saya mengetahui namanya adalah pak Maisal dari bang Sam yang perahunya kami sewa untuk berkeliling pulau.
Penginapan putri ini termasuk penginapan yang menjadi favourite para pejabat pemerintah yang berkunjung ke pulau Banyak untuk urusan kepemerintahan. Bersamaan dengan saya waktu itu ada serombongan para pegawai negeri juga katanya sedang ada kegiatan di pulau Banyak. Ada dua jenis kamar di penginapan putri, yang pertana adalah kelas kipas angin dengan kamar mandi ramai-ramai di luar seharga 60 ribu/malam, sedangkan yang memakai pendingin ruangan dan kamar mandi di dalam di bandrol dengan harga 150ribu. Ada dua tempat tidur besar di dalam ruangan AC ini, cukup kurasa untuk berempat tidur dalam satu kamar itu.

Sudah ada dua operator, tapi paket data nya acak adul. nelfon dan sms sih lancar
Saya memesan “mie tumis” yang ternyata adalah indomie rebus yang di tumis ha ha. Namun karena rasa lapar sudah mendera apapun itu pasti akan terlihat menggairahkan. Tidak perlu waktu lama buat saya untuk menghabiskan semangkuk mi tumis itu. Kemudia ada beberapa kue khas pulau Balai yang lumayan ikut mengganjal perut saya dari rasa lapar.

LionFish yang sedang Galau

Langit mulai gelap
Pulau Baguk sudah terlihat turun hujan, saya pun bergegas keluar dari air dan segera pulang ke penginapan. Nah dalam perjalanan pulang ke penginapan inilah saya bertemu dengan dua orang bocah yang sedang asik bermaik “selancar’’ walau hanya menggunakan tutup dari kotak ikan yang biasa digunakan nelayan untuk menyimpan hasil tangkapan. Mereka terlihat begitu antusias sekali seolah dialah bintang selancar sekelas marcello yang menjadi salah satu petualang dalam iklan rokok berlogo jarum itu. Berkali-kali terjatuh tidak menyurutkan kegembiraan mereka bermain air walau langit sudah menghitam. Tidak lama berselang hujan mulai turun, dan saya bergegas lari kedalam pondokan beratap rumbia yang disampingnya terdapat beberapa kuburan ini. Setelah mengemasi peralatan memotret saya akhirnya bergegas kembali ke penginapan, karena hari memang sudah gelap.



Peselancar cilik dari Balai
“Cit lihat snorkle ku gak?”
Sebuah pertanyaan yang kulontarkan ke Citra, dan dia hanya menggeleng artinya dia memang tidak melihat keberadaan snorkle set saya itu. Setelah bongkar sana-sini ternyata memang tidak ketemu, namun terlintas di benak saya, ketika saya memasukkan kamera kedalam tas tadi agak terburu-buru karena memang sudah gelap dan hujan mulai turun. Ternyata saya kelupaan bahwa snorkle set (mask dan snorkle) masih berada di sebuah bangku panjang pondokan itu. Iya saya ingat sekali meletakkan snorkle set disana.
Tanpa pikir panjang Citra bergegas kembali ke pondokan itu mengecek keberadaan senjata saya untuk bermain air keesokan harinya. Setelah 15 menit tidak ada kabar akhirnya dengan berbekal sebuah headlamp saya menyusul citra ke pondokan tadi, dan hasilnya snorkle itu sudah raib. Entah siapa orang yang tidak bertanggung jawab sudah mengambil snorkle saya. Beberapa warga sekitar pondokan berusaha membantu kami mencari keberadaan snorkle itu, namun sayangnya tetap saja tidak ditemukan. Dengan langkah gontai kami kembali ke penginapan. Impresi saya tentang keramahan dan kejujuran penduduk pulau Balai saat itu juga mulai terkoyak. Beda kesan ketika saya ketinggalan casing kamera underwater saya di dekat dermaga Riung Flores. Dari magrib hingga dini hari karena saya baru teringat ketika dini hari hendak packing, ternyata casing underwater saya tidak ada. Kembali mengingat-ingat ternyata saya meletakkannya di dekat dermaga yang notabene adalah jalanan umum. Namun ketika pukul 01.00 dini hari saya kesana, barang itu masih bisa saya temukan. Sebuah nilai kejujuran warga Riung saya acungi jempol.
Rasa lapar kembali mendera, sasaran kami adalah sebuah warung di depan penginapan Lae Kombih. Warung ini dimiliki oleh ibu-ibu bertubuh subur. Dengan dibantu oleh anak lelaki dan suaminya warung ini terlihat begitu ramai sekali. Hampir tiap sore hingga larut malam banyak tamu yang mamadati bangku-bangku yang berjajar di warung ini. Menu utama andalannya adalah ikan asin balado. Rasanya memang lezat sekali, dan menu ini menjadi favourite saya selama berada di pulau Banyak.
Malam semakin larut, raungan mesin diesel yang menjadi pusat pembagkit listrik masih meraung keras. Desir angin laut juga seolah sudah menina bobokan warga pulau. Rasa sedih kehilangan snorkle set saya masih membayang. Mungkin dia sudah lelah saya ajak berkeliling dari ujung barat negeri ini hingga ujung timur. Sudah banyak foto-foto bawah air yang saya abadikan berkat bantuan snorkle itu. Namun ada pertemuan pasti ada perpisahan bukan, mungkin di pulau Balai inilah saya harus berpisah dengan snorkle kesayangan itu, dan saat itulah waktu yang tepat bagi saya untuk berterima kasih atas jasa-jasanya menemani setiap perjalanan ini, terutama ke spot-spot dengan pesona bawah air yang mempesona.
Rasa kantuk sudah tidak terbendung lagi. Citra juga sudah terlihat sedang menggapai mimpi-mimpi indahnya di tempat tidur sebelah. Mungkin saat yang tepat untuk saya memejamkan mata, mulai menggapai mimpi-mimpi indah akan keindahan pulau-pulau kecil di perairan pulau Banyak ini.
Selamat jalan snorkle ku…
***

Penginapan dan warung Sonia

Jalanan di dekat Jembatan Tinggi

Rawa-rawa bakau seperti ini banyak terdapat di area Jembatan Tinggi

Warung Sonia

Sisa keganasan Tsunami

Tong Sampah

Citra dan teman barunya bule dari Jerman, pemilik bungalow di pulau Sikandang


disamping dermaga pulau Balai

Lion Fish yang Galau

bekas Keranjang

Mi Tumis

Bangkai kapal dan bekas tangki minyak
sumber
Lihat yg lebih 'menarik' di sini !