Maryam bersama suaminya, Abu Bakar Shoutussalam - Kurang lebih selama 2 hari ini, para mujahid media dan kaum muslimin di jejaring sosial sedang terkagum-kagum akan video penampakan sesosok wanita muslimah Inggris yang dengan beraninya jauh-jauh datang ke Suriah untuk ikut berjihad.
Video Eksklusif penampakan mujahidah Inggris itu diperoleh oleh Channel4 News. Lagi-lagi difilmkan oleh Bilal Abdul Kareem, seorang mualaf Amerika yang kini hidup di tengah-tengah para Jihadis dari Barat beserta keluarga mereka di Suriah. Sebelumnya Bilal kita kenal melaluifilm dokumenternya yang mengisahkan mujahid muda Inggris asy Syahid –kama nahsabuh- Ibrahim al Mazwagi, yang secara ekslusif ditayangkan di stasiun TV Channel4 Inggris pada 14 Juni lalu.
Bilal menuturkan, ia ingin menunjukkan realitas kehidupan para jihadis asing disana. Tujuannya agar masyarakat dunia tak memandang mujahidin dengan sebagian pemberitaan yang terkesan selalu negatif dan memojokkan.
Nah, siapakah muslimah Inggris itu? Bagaimana bisa ia datang ke Suriah? Berikut kami sajikan kisahnya!
Seorang Mualaf Mujahidah
Namanya Maryam. Ia adalah seorang wanita berkewarganegaraan Inggris yang datang ke Suriah untuk bergabung dalam barisan mujahidin. Jangan meremehkan, Muslimah tangguh ini mahir menggunakan senapan Kalashnikov, dan tekadnya bergabung dalam gerakan perlawanan amatlah kuat.
Muslimah muda ini berperawakan tinggi, mengenakan jilbab lengkap dengan cadar. Dalam video ia sedang menembakkan pistol. Dia berbicara dengan aksen London.
Maryam bukanlah nama sebenarnya, tetapi komitmennya untuk berjihad sangat nyata, "Kaum muslimin Suriah adalah saudara-saudara kita dan mereka membutuhkan bantuan kita."
Di depan bidikan kamera, Maryam sedang berlatih menggunakan Kalashnikov, kemudian menembakkan sepucuk Revolver. Dia ingin ikut melawan rezim Syi’ah Assad, dan menjemput syahid. Akan tetapi dia bukan seorang pejuang garis depan. Kini dia menjadi istri seorang mujahid, namun tetap memanggul senjata untuk melindungi diri.
Gambar-gambar terbaru dari Suriah memberikan informasi-informasi baru ke dalam kehidupan warga Inggris yang telah melakukan perjalanan kesana guna bergabung dengan mujahidin yang kini sepenuhnya telah menguasai wilayah utara negara itu.
Pernikahan Maryam dengan suami mujahidnya, Abu Bakar, diatur oleh ibunya tiga bulan lalu. Dia tidak bertemu dengan suaminya sampai setelah mereka melangsungkan pernikahan. Abu Bakar berasal dari Swedia, dan terlahir sebagai Muslim. Sementara Maryam adalah seorang mualaf, baru memeluk Islam sekitar 4 tahun yang lalu.
Setiap Muslim Harus Berani Berkorban Untuk Saudaranya
"Di Inggris, saya tidak bisa menemukan laki-laki yang bersedia mengorbankan hidup mereka di dunia ini untuk kehidupan di akhirat... Saya banyak berdo’a, dan Allah memberikan jawaban agar saya datang ke sini untuk menikahi Abu Bakar," cerita Maryam.
Kehidupannya di Inggris sebelum ia tinggal pergi ke Suriah pun ia katakan baik-baik saja.
Ketika ia masih muda, dia suka menonton sepak bola di TV. Dia belajar psikologi dan sosiologi di perguruan tinggi, dan mengatakan dibanding orang-orang di jalan ia tergolong orang yang kaya.
Maryam pun menuturkan, orang tuanya tahu dia kini tengah bepergian ke negara yang dilanda perang, tapi mereka tidak tahu detail apa saja yang dia lakukan.
Maryam Mujahidah memberikan pesan yang dahsyat untuk kaum muslimin di seluruh dunia, "Kalian harus bangkit dan berhentilah takut dengan kematian... Kita tahu bahwa ada surga dan neraka. Pada hari akhir nanti, Allah akan menanyai kalian yang hanya duduk-duduk saja dan menghabiskan waktu bersama keluarga ataupun studi kalian, kalian harus bergegas bangkit karena waktu terus berputar!”
Maryam dan suaminya kini membesarkan anak bersama-sama, dan banyak memiliki harapan yang lain. Dalam video, mereka nampak menghabiskan waktu bersama-sama, berbagi tugas ketika memasak, dan berdebat kecil setengah bercanda tentang senapan Kalashnikov siapa yang lebih hebat.
Mereka berdua menyatakan kesetujuannya pada visi besar Mujahidin Suriah. Tujuan jangka panjang mereka adalah pembebasan Suriah, diikuti pembentukan sebuah kekhalifahan Islam disana.
Abu Bakar sendiri adalah anggota mujahidin Kataib al Muhajirin wa Anshor, yang didalamnya terdiri dari para mujahid pendatang dari luar Suriah, khususnya Eropa. Meskipun sudah beristri, Abu Bakar jarang absen dari pertempuran. Ia bahkan sempat membuat daftar operasi penyerangan yang berhasil dimenangkan oleh kesatuannya.
Mereka berjuang bersama faksi mujahidin besar lainnya, seperti Ahrar al Sham dan Jabhat al Nusrah li Ahli Syam yang berafiliasi pada al Qaeda.
Kelak Anak-Anakku Akan Bergabung Bersama Mujahidin
Tapi ini adalah Suriah. Tidak hanya ada kemenangan disini, kadang mereka harus merengkuh kekalahan, dan kekejaman pasukan Syi’ah yang amat serius. Namun kekalahan ini tentu terobati, karena syahid dan surga adalah janji yang benar dari Allah.
Tentara loyalis Assad berupaya keras merebut kembali wilayah-wilayah yang berhasil dibebaskan dan dikuasai mujahidin. Pada malam hari, dari bangunan di mana keluarga Maryam dan Abu Bakar tinggal, mereka dapat mendengar letusan senjata berat pasukan pemerintah dan melihat sinar kilatan tembakan di cakrawala.
Maryam dan Aisya bisa menggunakan mobil, dan pergi ke supermarket di sepanjang jalan-jalan kota yang dipenuhi puing-puing bangunan yang hancur. Maryam suka sekali mengebut saat berkendara, sampai-sampai seorang warga menggambarkan dirinya mengemudi layaknya seorang prajurit suci atau "mujahid".
Dia memakai sarung tangan motor, seakan menunjukkan kesederhanaan diri, sebaliknya dia menganggap sarung tangan yang dipakai Aisya terlalu feminim.
Di supermarket, mereka membeli popok, roti, ember, dan hal-hal lainnya yang biasa dibeli wanita ketika berbelanja.
Rindu Dengan Makanan Inggris
Maryam mengaku dia merindukan makanan Inggris, terutama kue tart, junk food, dan masakan ibunya.
Dia mengatakan bahwa orangtuanya tahu dia berada di Suriah, meskipun mereka tahu betul detail situasi kekacauan disana. Ayah Maryam menawarkan untuk mengiriminya uang. Sementara suaminya mendapatkan uang sekitar $150 per bulannya.
Maryam mengatakan ia tidak memiliki rencana untuk kembali ke Inggris. Bahkan jika suaminya tewas dan syahid dalam pertempuran, akan tetap berada di Suriah.
"Saya akan tetap tinggal di sini karena saya datang ke sini bukan karena suami. Saya tidak ingin kembali ke Inggris. Saya akan tinggal di sini, membesarkan anak-anak saya, fokus pada pembelajaran bahasa Arab untuk memudahkan saya berkomunikasi dengan orang-orang Suriah.”
"Selama saya punya mobil, saya bisa pergi berbelanja dan melakukan apa saja seperti yang bisa saya lakukan sekarang."