Usia Ayah saya mungkin sekitar 6 atau 7 tahun. Beliau sedang makan
malam bersama Ayah, Ibu dan adiknya yang masih bayi. Di luar, terdengar
suara tembakan bersahutan.
Kata Ayah saya, beliau sudah biasa. Pokoknya Ibunya selalu mengingatkan, malam jangan keluar rumah.
Keesokannya, Ayah saya langsung mencari Ibunya ketika bangun pagi. Sang
Ibu, nenek saya, yang sayangnya tidak pernah sempat saya temui karena
sudah lebih dahulu meninggal sebelum saya lahir, sedang menyapu halaman
depan.
Deretan pagar rumah keluarga Ayah saya di Yogyakarta saat itu, terbuat
dari bambu yg dibelah, ditancapkan ke tanah setinggi pinggang orang
dewasa. Ketika nenek saya ingin menyapu jalan di depan rumah, pagarnya
tidak bisa didorong ke depan untuk dibuka. Seperti tertahan sesuatu.
Nenek saya melongok ke depan untuk melihat apa yang menahan pagar
tersebut.
Ternyata, seorang anak laki laki seumuran Ayah saya saat itu, tewas kena
peluru nyasar. Ditangannya, masih tergenggam sebuah lemper.
Ayah saya, hidup di jaman ketika ke luar rumah malam malam saja bisa mematikan.
Begitu beda dengan kita yang resiko keluar malam malam palingan dicolek bencong.
Pada jaman tersebut, hidup rakyat Indonesia berbahaya karena sedang ada perlawanan.
Ada sekelompok orang yang ingin mengubah keadaan. Ingin melawan penjajah dalam rangka mengusir para penjajah dari Tanah Air.
Kata Ayah saya, dulu rakyat Indonesia terbagi 3:
Yang berjuang untuk mengusir penjajah.
Yang ikut tidak berjuang karena merasa percuma.
Yang juga merasa penjajah sudah ratusan tahun ada di tanah mereka maka
kalau tidak bisa dilawan, ya kerja saja untuk mereka. Kalangan yang ini
hidupnya berkecukupan. Kaya karena uang majikan
Dulu, Ayah saya pernah dengar ada seorang Bapak bapak bertanya kepada
Ayahnya (Kakek saya, seorang jurnalis yang juga ikut berjuang) “Mau
ngapain? Mengusir penjajah? Kalau penjajah bisa diusir kenapa mereka
masih di sini selama ratusan tahun? Sudah jangan sok pintar.”
Dari dulu, mereka yang ragu bisa mengubah keadaan memang sudah ada.
Mereka akhirnya mencari cara bagaimana bisa hidup dengan membiarkan
kesalahan terjadi di depan mata mereka. Bagi mereka, orang orang yang
mau mengubah keadaan adalah orang orang bodoh.
Ayah saya bilang, orang orang yang ga mau mengubah keadaan adalah orang orang yang terjajah.
Yg berjuang untuk mengubah keadaan adalah orang orang yang merdeka.
Tidak beda keadaannya dengan hari ini.
Ada yang lagi berjuang mengubah keadaan.
Ada yang merasa tidak mungkin.
Ada yang tidak mau keadaan berubah supaya bisa tetap dapat uang dari “majikannya”.
Karena masih ada yang berjuang, maka hidup hari ini masih berbahaya.
Mungkin tidak semematikan jaman Ayah saya, tapi ya masih berbahaya.
Bagaimana tidak? Orang yang pernah menculik mahasiswa & tidak
pernah disidang atas perbuatannya saja masih bisa mencalonkan diri jadi
Presiden, kok.
Oh bukan bukan, saya bukan black campaign. Saya negative campaign.
Black campaign itu mengkampanyekan fitnah.
Tidak boleh, itu.
Saya tadi melakukan Negative campaign. Justru diwajibkan.
Kalau ibaratnya ada orang berniat menikahi adik anda sementara anda tahu
orang ini pembunuh yg belum pernah tertangkap, maka anda wajib
mengkampanyekan, mengungkapkan hal hal buruk tentang orang itu. Demi
kebaikan adik kita sendiri
Pak Prabowo memang bilang sudah mengembalikan semua 9 orang yang dia
culik. Tapi sampai hari ini selama 348 minggu berturut turut, ibu ibu
dengan payung hitam masih berdiri setiap Kamis di depan Istana Presiden
menanyakan nasib anaknya yg hilang krn diculik tahun 98 & belum
kembali hingga sekarang.
Anak anak itu sempat bertemu di tempat penyekapan dengan 9 pemuda yang
dilepas oleh Prabowo. Namun ketika 9 pemuda ini dilepas, pemuda yang
lain masih hilang sampai sekarang.
Hari ini masih berbahaya karena ulah orang orang yang tidak mau ada
perubahan apa apa agar mereka masih tetap bisa dapat uang dari “majikan”
mereka yg sesungguhnya adalah penguasa penguasa busuk.
Berbahaya karena banyak yang sudah pasrah & tidak mau ikut mengubah keadaan.
Sementara yang mau mengubah keadaan, ditertawakan.
Dalam pemilu tahun 2014 ini, ada orang orang tadi lagi.
Yg mau mengubah.
Yg merasa percuma
Yg tidak mau berubah.
Banyak yang merasa, pemilu kali ini adalah kesempatan yang baik untuk mengubah keadaan.
Saya juga merasa hal yang sama.
Bedanya, saya tidak merasa bahwa ikut memilih adalah alasan mengapa keadaan akan berubah.
Mari saya jelaskan.
Bagi saya, golput itu bisa jadi benar.
Kalau dia sudah riset semua nama nama caleg yang ada di Dapilnya dan menemukan bahwa SEMUA caleg di Dapilnya adalah penjahat.
Dia tidak mau menjadi bagian yang membuat penjahat penjahat ini masuk DPR.
Bagi saya, kalau ada orang yang ikut nyoblos hanya karena dia malu
kalau kelingkingnya tidak ada tintanya, hanya ikut ikutan, hanya seru
seruan tanpa tahu apa apa akan orang yang dia coblos, maka orang ini
salah.
Kalau mau nyoblos, lakukan dengan pasti & yakin karena anda sudah tahu siapa yang akan dipilih.
Kalau anda tidak tahu apa apa lalu tidak nyoblos sementara ada orang
baik & bersih di antara caleg2 di Dapil anda, maka anda sama saja
membiarkan penjahat masuk DPR karena tidak membantu orang baik tadi
untuk masuk
Lalu tahu dari mana soal daftar caleg dan reputasi serta track recordnya?
Banyak sekali website yang bisa beri info tapi favorit saya adalah
ayovote.com
Jangan fokus pada Nyoblos atau tidak. Fokus pada alasannya dia nyoblos atau tidak.
Pemilu ini bisa mengubah keadaan, kalau kita semua mengambil keputusan politik dengan dasar yang kuat.
Kalaupun mau golput, tetaplah jalan ke BilikSuara dan buat suara anda tidak sah dengan nyoblos lebih dari 1 nama.
Dengan ini, kertas suara anda yg polos karena anda tidak gunakan tidak
bisa dipakai para penjahat untuk memanipulasi caleg2 penjahat
Khususnya untuk para pendukung Anies Baswedan, tidak berarti ketika
anda pilih Mas Anies maka anda harus pilih caleg demokrat, tidak.
Kalau anda jadi WAJIB milih caleg demokrat hanya supaya Mas Anies bisa
jadi Presiden padahal yang anda pilih adalah caleg korup, buat apa?
Pilih karena kualitas calegnya, apapun partainya.
Saya tahu banyak yang akan bilang “Lah kalo suara Demokrat ga sampe
20% mana bisa ngusung Presiden sendiri. Percuma dong berjuang untuk
Anies kalo ga bisa jadi Presiden?”
Tapi pikirkan baik baik.
Ingatkah, kata kata Mas Anies waktu pertama kali memutuskan untuk ikut Pencalonan Presiden dari konvensi demokrat?
“Untuk turun tangan dan jadi bagian dalam perubahan peta politik Indonesia. Dengan berjalan di jalan yang lurus & terhormat”
Perhatikan “Berjalan di jalan yang lurus dan terhormat”
Bagian dari perjuangan kita, adalah bahwa kita ingin mengubah Indonesia dengan cara yang benar.
Bukan cara yang curang
Bukan cara yang salah.
Kalau mau curang mah gampang, ga perlu berjuang. Lakukan saja cara biasanya: mengandalkan populeritas & uang.
Orang bilang “Kenapa sih Anies ngumbar reputasi? Ga akan menang!
Kalau mau menang, umbar umbar populeritas!” | Kenapa? Ya karena memang
cara itu yang benar!
Orang bilang “Kenapa sih Anies berbagi program kerja, visi &
misi? Ga akan menang! Kalau mau menang, bagi bagi kaos, uang, tender
& janji jabatan!” | Kenapa? Ya karena memang cara itu yang benar!
Orang bilang “Kenapa sih Anies beriklan di youtube, twitter, bikin
infografis? Ga akan menang! Kalau mau menang, kumpulin sebanyak2nya uang
walaupun uang haram lalu beriklan gila2an di TV, di koran dan di
jalan!” | Kenapa? Ya karena memang cara itu yang benar!
Orang bilang “Kenapa sih Anies orasi orasi memberi harapan? Ga akan
menang! Kalau mau menang, berilah janji janji yang besar walaupun isinya
kebohongan!” | Kenapa? Ya karena memang cara itu yang benar!
Orang bilang “Kenapa sih Anies sok sokan punya relawan? Ga akan
menang! Kalau mau menang, bayar massa dalam jumlah banyak. Mereka akan
mau diajak berbuat apapun! Dari mengisi stadion GBK sampai memenuhi
jalanan!” | Kenapa? Ya karena memang cara itu yang benar!
Orang bilang “Kenapa sih Anies crowd funding dan minta rakyat
mendanai kampanyenya? Ga akan menang! Kalau mau menang, pake uang partai
yang hasil korupsi ini. Banyak & uangnya tidak berseri” | Kenapa?
Ya karena memang cara itu yang benar!
Orang bilang “Kenapa sih Anies malah ngajak rakyat turun tangan kalo
jadi Presiden? Ga akan menang! Kalau mau menang, jangan malah nyuruh
rakyat kerja! Bilang dong akan bekerja untuk rakyat & rakyat tinggal
ongkang-ongkang kaki saja!” | Kenapa? Ya karena memang cara itu yang
benar!
Kami para
relawan Turun Tangan,
hadir untuk mengubah keadaan. Untuk mendukung orang orang baik masuk
politik & dalam kepresidenan, kami memilih Anies Baswedan. Dan kami
memilih berjalan di jalan yang terhormat.
Apapun resikonya.
Apapun peluangnya.
JUSTRU sekarang kondisi politik kita lagi baik. Bayangkan, kapan
terakhir kali kita punya politisi politisi yang baik & dipercaya
oleh rakyat? Hari ini kita punya Jokowi, Ahok,
Ridwan Kamil, Bu Risma.
Di DPR-pun juga ada orang orang baik yang berjuang untuk kita.
Jangan lupa, sebelum jadi Wakil Gubernur DKI, Ahok itu anggota DPR
komisi II lho! Yang saking bersih & benar kerjanya, di websitenya
kala itu dirilis semua kerjaan & laporan keuangannya! Sampe bon
bonnya ditunjukin di website!
Memang, banyak yang bilang percuma.
Banyak yang menertawakan niat kita mengubah keadaan.
Banyak yang bilang “Kalau orang jahat dlm politik bisa diusir kenapa
mereka masih di sini selama puluhan tahun? Sudah jangan sok pintar.”
Tapi itu hanya karena orang orang itu di dalam darahnya mengalir darah orang orang yang terjajah.
Sementara dalam darah kami, mengalir darah orang orang yang merdeka.
Kalau sudah begini, siapa yang bodoh sekarang?