Namun Malaysia tidak terima, menurutnya daerah Ko Losin Islet tidak
dihitung menjadi wilayah Thailand jika dihitung dari batas terluar
pantai. Sengeta ini berakhir dengan damai lewat MoU bahkan keduanya
berkomitmen melakukan pengembangan dan eksplorasi terhadap daerah yang
dulu mereka sengketakan.
Namun satu sengketa perbatasan antara dua negara belum sepenuhnya
tuntas. Sengketa ini muncul pada tahun 1909 namun hingga kini negosiasi
masih berlangsung alot. Pemerintah Malaysia menganggap bukit yang
terletak di antara dua negara dan merupakan hulu dari sungai Golok
seyogianya milik Malaysia.
Alasannya sederhana, Malaysia berkilah bahwa sulit bernegosiasi dengan
Thailand karena kondisi geografis bukit Jeli telah berubah dari
sebelumnya.
2. Malaysia vs Brunei
Perselisihan perbatasan juga terjadi dengan Brunei
Darusalam. Kendati punya kedekatan budaya namun sengketa perbatasan yang
semakin berlarut membuat hubungan keduanya merenggang sehingga tabu
untuk membicarakan masalah perbatasan di kedua negara ini.
Salah satunya daerah Limbang, daerah ini pada mulanya dikendalikan oleh
kerajaan Serawak, kemudian diklaim oleh Brunei karena sebenarnya
secara geografis wilayah merupakan milik Brunei. Tak terima, akhirnya
untuk menegaskan kepemilikan, Malaysia memasukkan daerah ini ke petanya
pada tahun 1979.
Negosiasi pun berjalan alot sampai akhirnya Malaysia tetap menganggap
daerah ini sebagai miliknya, hal itu ditandai oleh penandatanganan the
Exchange of Letters pada 16 Maret 2009 oleh Sultan Hasan Bolkiah dan
perdana menteri Abdullah Ahmad Badawi.
Sengketa lainnya datang dari perairan Brunei dan Malaysia. Berdasarkan
zona ekonomi ekslusif dalam keputusan Dewan Internasional 1958, wilayah
zona ekonomi eksklusif (ZEE) melingkupi selatan perairan selatan
Borneo. Namun di tahun 1979 justru Malaysia mengeluarkan batas
teritorial yang merupakan wilayah ZEE milik Brunei.
Tak terima, di tahun 2003 kapal perang Brunei mengusir kapal pengolah
minyak dari tempat ini. Sebagai balasan, Malaysia mengirim angkatan
laut untuk memblokade kapal perang Brunei. Brunei semakin sering
melakukan patroli hingga tidak ada lagi kapal menggali minyak.
3. Malaysia vs Filipina
Selain bersengketa dengan kesultanan Sulu terkait daerah
Serawak dan Sabah, Malaysia dan Filipina pernah sebelumnya bertikai
soal pulau Spartly. Pulau Spartly diklaim Filipina sebagai miliknya
namun bukan hanya Filipina, Taiwan, Malaysia, Brunei juga turut
memperebutkan pulau ini.
Klaim kepemilikan Malaysia tersebut berdasarkan United Nations
Convention on the Law of the Sea's 200-nautical-mile (370 km), dengan
dasar aturan itu mereka pun memasukkan pulau ini ke dalam peta nasional
mereka.
Sedangkan Filipna mengklaim Spratly Island atau yg dikenal sebagai
pulau Kalayan didasarkan dari letak geografisnya. Tak mau diklaim
sembarangan, Filipina mengeluarkan? Dekrit Presiden Ferdinand Marcos
pada 11 juni 1978. Kemudian klaim ini diperkuat dengan? the Philippines
Archipelagic Baselines Act Filipina yang ditandatangani oleh Gloria
Macapagal-Arroyo pada 11 Maret 2009.
4. Malaysia vs Singapura
Hubungan bilateral antara Singapura dan Malaysia
terbilang rumit, salah satunya soal permasalahan perbatasan di Pedra
Branca atau Pulau Batu Puteh. Pada awalnya komplain datang dari
Malaysia soal klaim Pedra Branca oleh Singapura. Malaysia pun membawa
bantahannya ke meja Mahkamah Internasional di Hamburg pada 4 September
2003.
Batu Puteh yang terletak di Selat Singapura dan tenggara Johor,
Malaysia akhirnya jatuh ke tangan Singapura dengan dasar teritorial
perairan pada tanggal 23 Mei 2008.
5. Malaysia vs Indonesia
Konflik perbatasan antara Indonesia dan Malaysia terjadi di laut Sulawesi. Keduanya mengklaim pulau Ambalat, Sipadan dan Ligitan sebagai miliknya. Sengketa perbatasan ini berawal pada tahun 1969, negosiasi terus berlangsung alot.
Saat itu Indonesia berargumen bahwa pulau ini milik Indonesia dengan dasar jika menarik garis lurus dan memajukan koordinat 4? 10' arah utara melewati pulau Sebatik hingga ke pulau Sebatik. Sedangkan Malaysia mengklaim wilayah terirorial jika ditarik garis dari lintang selatan maka dua pulau itu masuk ke dalamnya, klaim ini disahkan sendiri dengan memasukkan dua pulau tersebut ke peta Malaysia pada tahun 1979. Indonesia pun protes.
Sengketa perbatasan ini dibawa ke Mahkamah Internasional pada 17 Desember 2002. Mahkamah Internasional memutuskan pulau Ambalat, Sipadan dan Ligitan milik Malaysia dengan dasar sejarah pulau tersebut yaitu Malaysia telah terlebih dulu 'mengurusnya' sejak zaman kolonial. Persoalan ini sebenarnya masih belum selesai apalagi Mahkamah Internasional tidak memutuskan ini dari sudut pandang kekayaan alam yang dimiliki tiga pulau tersebut.
Sebelumnya, keduanya juga sama-sama telah melakukan eksplorasi minyak di Ambalat, Indonesia misalnya melalui perusahaan minyak Italia, ENI di tahun 1999. Sedangkan Malaysia dikelola oleh Petronas. Konflik perbatasan sempat juga memicu tensi keduanya dengan insiden dua kapal perang saling berhadap-hadapan.
Selain tiga pulau tersebut, ada juga Tanjung Berakit, Bintan. Hal itu bermula dari nelayan Indonesia yang ditangkap di Tanjung Berakit karena dianggap masuk wilayah Malaysia. GPS yang dijadikan rujukan mereka menunjukkan wilayah tersebut masuk ke dalam Kota Tinggi, Johor mereka pun menahan para nelayan itu. Baik Indonesia dan Malaysia sama-sama, belum memutuskan wilayah ini. Indonesia mengatakan bahwa batasan di wilayah ini masih mau dibicarakan namun Malaysia justru mengklaim wilayah ini miliknya dengan dasar aturan teritorial tahun 1979 yang sebenarnya tidak cukup kuat.
Lihat yg lebih 'menarik' di sini !
Follow @wisbenbae