Wa Ode juga menuduh para wakil ketua DPR dan pimpinan Banggar menerima jatah suap dari proyek di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi tersebut. Marzuki membantah tudingan itu. Bahkan dia siap melakukan sumpah pocong untuk membuktikan dirinya tak bersalah.
”Mari bersumpah atas nama Tuhan kita supaya kalau bohong kita akan dilaknat tujuh turunan. Bila perlu dipocong di depan para ulama Indonesia agar suasana sakral terbangun. Boleh juga pakai lie detector (alat pendeteksi kebohongan),” kata Marzuki dalam rilisnya, Selasa (19/6).
Dalam persidangan, Wa Ode mengatakan bahwa Marzuki Alie menerima Rp 300 miliar, sedangkan masing-masing wakil ketua DPR dan pimpinan Banggar Rp 250 miliar. Wakil Ketua DPR Anis Matta (PKS) dan Pramono Anung (PDIP) membantah tuduhan tersebut.
Anis menilai, kasus Wa Ode merupakan kasus pribadi politikus PAN itu dalam kapasitas sebagai anggota Banggar. Pramono Anung justru tertantang dengan tudingan Wa Ode. “Saya malah tertantang dengan tudingan itu. Kalau memang ada, silakan Wa Ode membuktikan,” katanya.
Hal senada dikatakan Wakil Ketua Banggar DPR Olly Dondokambey dan Tamsil Linrung. Sementara itu, dalam sidang pembacaan eksepsi di Pengadilan Tipikor Jakarta, kemarin, Wa Ode menyatakan, dirinya merasa menjadi korban konspirasi dan selalu diposisikan sebagai tersangka kasus mafia anggaran satu-satunya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Wa Ode juga menuding dakwaan jaksa penuntut umum KPK terhadap dirinya hanya bersumber dari asumsi.
‘’Hanya kata Saudara Haris Surahman seorang,’’ katanya.
Dia juga mengklaim uang Rp 50,5 miliar dalam rekeningnya diperoleh dari hasil usaha pribadi. ‘’Tidak bersumber dari uang suap. Semua jelas dan terukur.’’
Menurutnya, tak sedikit pun yang disembunyikan dengan maksud samar atau jahat. Menurutnya, pada 2008 jumlah deposito miliknya di Bank Danamon Rp 8 miliar. Tahun 2010 minimal ia dapat mengumpulkan deposito Rp 24 miliar. Namun belakangan jumlah itu menyusut menjadi Rp 10 miliar.
‘’Jika kurang dari itu, maka kata Papa saya dagangan merugi. Sampai saat ini deposito saya hanya Rp 10 miliar dan itu sudah disita KPK,’’ ujarnya.
Dalam berkas dakwaan, jaksa menyebutkan bahwa Wa Ode diduga memiliki rekening khusus untuk menampung uang hasil tindak pidana korupsi senilai total Rp 50,5 miliar. Rekening Nurhayati itu terdaftar di Bank Mandiri KCP Jakarta DPR RI dengan nomor register 102-00-0551613-0.
Sejak menjabat anggota DPR sejak Oktober 2009 hingga September 2011, terdakwa menerima gaji dan tunjangan Rp 1,2 miliar yang dimasukkan dalam rekeningnya yang lain. Dia juga menerima honor Rp 465,6 juta. Terdakwa secara formal dinilai tidak memiliki penghasilan lain di luar gaji, tunjangan, dan honorarium sebagai wakil rakyat.
Ditelusuri
Jaksa mendakwa, dari Rp 50,5 miliar uang Wa Ode, Rp 6,25 miliar di antaranya merupakan fee terkait pengurusan alokasi dana PPID di Kabupaten Aceh Besar, Pidie Jaya, Bener Meriah, dan Minahasa.
Uang itu disetor oleh pengusaha Fahd El Fouz alias Fahd A Rafiq (Rp 5,5 miliar), Saul Paulus David Nelwan (Rp 350 juta), dan Abram Noach Mambu (Rp 400 juta) melalui Haris Surahman. Imbalan itu diberikan kepada Nurhayati agar bisa memuluskan keempat kabupaten sebagai penerima dana PPID tahun 2011.
Sesuai permintaan, keempat kabupaten itu akhirnya ditetapkan sebagai daerah penerima dana PPID berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 2010 tentang APBN Tahun Anggaran 2011 dan Permenkeu Nomor 25/PMK.07/ 2011 tanggal 11 Februari 2011 tentang Pedoman Umum Dana Alokasi DPPID Tahun Anggaran 2011.
Wa Ode kemudian mengalirkan sejumlah dana kepada sejumlah pihak. Sekretaris pribadi Wa Ode, Sefa Yulanda, dikirimi Rp 430 juta. Ada juga nama Wa Ode Sukmawati yang ditransfer Rp 90 juta ke Bank BPD Cabang Wakatobi, Sulteng.
Selain itu, rekening atas nama Hadji Kalla di Bank Mandiri ditransfer Rp 157 juta. Puluhan nama lain menerima dalam jumlah berbeda-beda. Nama-nama yang masuk dalam surat dakwaan adalah Rangga Arifianto, Syarif Achmad, Sie Yanto, Deris Suryadi, Bharati Mohandas Bhojwani, Erna Suharno, Juswan via Real Time Gross Settlement, Ahmad Hamzah, Ahmad Johan, dan Imam Fatahilah.
Terdakwa juga mentransfer dana Rp 619,2 juta melalui ATM ke rekening atas nama pihak lain yang identitasnya tidak dapat diketahui lagi. Dua pengacara Wa Ode Nurhayati, yakni Wa Ode Nur Zainab dan Arbab Paproeka, juga disebut-sebut kebagian dana haram. Nur Zainab yang juga kakak sepupu terdakwa menerima Rp 150 juta pada 25 November 2010, sedangkan Arbab kebagian Rp 100 juta pada 3 Mei 2011.
Kepala Biro Humas KPK Johan Budi mengatakan, penyidik akan terus menelusuri aliran dana terkait Wa Ode. ‘’Sekecil apa pun informasi yang diterima KPK, pasti diusut. Termasuk soal informasi aliran dana korupsi WON kepada pihak-pihak lain,’’ kata Johan.
Ia menegaskan, jika penerima dana Wa Ode memenuhi unsur tindak pidana korupsi, mereka pasti akan ditindak.