Hari ke 1, Senin 5 Mei 2014
Perjalanan panjang ini berawal dari kota kembang, 3 orang pendaki asal Garut memulai petualangannya menuju Gn. Argopuro dengan antusias dan harap-harap cemas, maklum Gunung yang akan didaki kali ini memiliki jalur pendakian terpanjang di Jawa yang mencapai 60 km (start-finish) dan disebut-sebut sebagai gunung yang paling angker, dengan berbekal informasi perjalanan yang dikumpulkan dari internet kami memberanikan diri untuk menyambangi Gunung Argopuro.
Saya, Shakti dan Fajrin sudah berada di Bandung sejak hari minggu, kami menginap semalam di kost-an teman untuk memudahkan kami mengejar jadwal keberangkatan kereta api dari stasiun Kiara Condong menuju Stasiun Gubeng Surabaya pukul 5.30 WIB, selepas shalat subuh saya langsung berangkat dari kost-an teman di jalaprang menuju stasiun, sedangkan Shakti dan Fajrin sudah berada disana lebih dulu untuk menukarkan bukti pembayaran tiket yang dipesan via online, tapi setelah tiket asli dicetak ternyata nomor kursi yang kami dapat tidak sesuai dengan nomor yang sudah dipilih sewaktu reservasi, akibatnya selama perjalanan tempat duduk kami terpisah dan membuat kami sedikit kecewa atas kejadian ini.
Perjalanan dari stasiun Kircon menuju Stasiun Gubeng Surabaya memakan waktu 14 jam 30 menit, meskipun menggunakan KA kelas ekonomi tapi selama perjalanan cukup nyaman dengan fasilitas AC dan soket listrik yang bisa digunakan kapan saja, saya jadi tidak takut batrei iPod saya habis di tengah jalan, biaya tiket KA Pasundan yang kami tumpangi yaitu Rp.55rb/orang, di dalam kereta saya menghabiskan waktu dengan berinteraksi sesama penumpang dan mendengarkan musik untuk menghilangkan kebosanan.
Kami sampai di Stasiun Gubeng Surabaya Pukul 20.00, setelah turun dari kereta kami langsung menuju warung nasi ‘sederhana’ yang berada di luar stasiun, disana kami memesan seporsi nasi rawon dan segelas es jeruk untuk menghilangkan rasa lapar kami setelah memalui perjalanan jauh, setelah perut kenyang kami check in dulu di musholla 'An-Nur' yang berada disebelah warung untuk melaksanakan shalat dan beristirahat sejenak.
Setelah menunaikan kewajiban, Shakti dan Fajrin bergegas untuk membeli kebutuhan logistik selama pendakian di plaza superindo sedangkan saya menunggu di Mushola, saat itu kami tidak tahu jika lokasi plaza Superindo satu arah menuju perempatan Jl. Sudirman yang menjadi tujuan kami selanjutnya, sehingga Sahakti dan Fajrin tidak perlu bolak-balik ke mushola ke arah yang berlawanan.
Setelah belanja dan packing logistik selesai kami melanjutkan perjalanan dari Mushola pukul 22.50 menuju perempatan Jl. Sudirman yang ada air mancurnya, kami berjalan kaki selama 15 menit melewati taman dan jembatan monkasel yang tongkrongable, di perempatan kami naik bis damri menuju terminal Bungurasih dengan tarif Rp.5rb/orang, 30 menit kemudian akhirnya kami sampai di tujuan dan disambut oleh beberapa calo bis.
terminal bungurasih:
Hari ke 2, Selasa 6 Mei 2014
Sesampainya di terminal Bungurasih kami sibuk mencari bis AC jurusan Banyuwangi yang melewati kota Besuki, tapi sayangnya bis yang tersedia saat itu hanya bis AKAS ekonomi, berhubung kami ingin beristirahat dengan nyenyak selama perjalanan kami memutuskan untuk menunggu bis 'AC' terusan dari Madura, sekitar pukul 00.40 bis tersebut akhirnya tiba dan kami langsung naik mencari tempat duduk untuk segera tidur karena sudah sangat lelah, pagi harinya kami bangun setelah sampai di alun-alun besuki pukul 5.60, ongkos dari terminal bungurasih – besuki RP.30rb/orang.
besuki:
Dari alun-alun Besuki kami berjalan kaki menuju arah Jati Banteng untuk mencari angkot yang berwarna biru menuju Baderan, kebetulan saat itu angkot yang akan kami tumpangi masih mencari penumpang, selagi angkot ngetem kami bertiga menyempatkan dulu untuk memesan teh manis hangat sambil menikmati Suasana kota Besuki di pagi hari, dimana banyak orang mulai dari anak kecil sampai dewasa yang berangkat sekolah dan bekerja menggunakan sepeda yang ramah lingkungan, tidak heran jika udara yang kami hirup waktu itu masih segar.
Kami berangkat menuju Baderan pukul 6.00, sepanjang perjalanan kami disuguhi oleh pemandangan yang membius mata, di sisi kanan kami terdapat daerah perbukitan yang masih terjaga keasriannya, sementara di sisi kiri terlihat garis pantai yang berkelok indah membuat saya begitu menikmati perjalanan ini sampai akhirnya kami tiba di Basecamp Baderan pukul 8.30, ongkos yang harus kami bayarkan dari Besuki – Baderan Rp.15rb/orang.
Turun dari angkot kami langsung menuju warung untuk sarapan, sambil menunggu makanan disajikan kami mengganti pakaian kami dan berlama-lama di toilet mengeluarkan isi perut sebelum mulai pendakian, setelah itu kami langsung sarapan dengan nasi segunung + telor + tahu + sayur + kerupuk + teh manis, biaya yang harus kami keluarkan untuk 3 porsi + sebotol air mineral besar hanya Rp.27rb.
Setelah sarapan di warung kami bertiga menuju pos perizinan pukul 9.40 dan disambut oleh pak Susiono, selama 20 menit kami diberi pengarahan seputar pendakian Gn. Argopuro sambil membuatkan surat izin, beliau juga bercerita seputar pengalamannya bekerja disana selama 10 tahun dan sayapun kagum dengan kecintaannya yang luar biasa terhadap kelestarian hutan.
Proses perizinan selesai tepat pukul 10.00, adapun untuk biaya administrasi pendakian Gn. Argopuro adalah Rp.50rb/kelompok, setelah itu kami bertiga bersiap-siap dan berdoa bersama agar diberi kelancaran dan keselamatan sebelum mulai mendaki pegunungan argopuro.
trio lestari:
TS, Shakti & Fajrin
Perjalanan dari Baderan ke Pos Mata Air I
makadam:
Kami memulai pendakian pukul 10.00 disaat cuaca sedang panas-panasnya, dengan kecepatan sedang karena beban karrier yang berat kami melewati jalan makadam berbatu dan menanjak sehingga menguras tenaga kami, tapi rasa lelah kami saat itu sedikit terobati oleh pemandangan lereng bukit yang kami lihat, disana terdapat beberapa air terjun dan mengalir dibawahnya sungai kecil, sambil beristirahat kami menikmati pemandangan tersebut lebih intim melalui binocular, setelah puas kami meneruskan perjalanan lalu pukul 14.00 tiba-tiba turun hujan, dengan segera kami memakai jas hujan dan memasang rain cover pada tas karrier kami, karena hujan, medan yang kami tempuh pun menjadi basah dan licin, setiap 30 menit kami beristirahat karena trek semakin menanjak setelah melewati kebun kopi.
istirahat:
Pukul 16.30 kami baru memasuki kawasan hutan, karena sudah kecapean kami memutuskan untuk istirahat ‘kubro’, selama waktu rehat kami gunakan untuk melemaskan kaki, melaksanakan sholat dan makan, kami tak sadar jika waktu istirahatnya terlalu lama sehingga kami harus melanjutkan trekking pukul 17.50 menjelang malam, perjalananpun semakin berat karena cuaca yang dingin dan menyeramkan, di beberapa tempat yang kami lalui banyak kelabang putih berserakan yang membuat kami merinding, kami juga sempat dikagetkan dengan suara babi hutan yang bersembunyi dibalik semak-semak.
Setelah sejam menyusuri hutan kami belum menemukan tanda-tanda pos mata air I, kami sempat putus harapan dan akhirnya sepakat jika pada pukul 20.00 belum sampai di pos pertama maka kami akan ngecamp di tempat yang cukup untuk memasang tenda, lalu 25 menit kemudian kami menemukan tanah lapang dan betapa terkejutnya kami bahwa tempat tersebut ternyata pos mata air I yang kami cari-cari, kami semua lega trekking hari pertama berakhir meski dengan waktu tempuh yang sangat lama yaitu 10 jam, rasanya seperti sampai di puncak, padahal perjalanan baru 4,2 km, Saya dan Fajrin langsung memasang tenda, sementara Shakti menuju mata air untuk mengambil minum, malam itu kami isi dengan beristirahat sambil menikmati teh hangat dan makan cemilan, beberapa saat kemudian kamipun tidur lelap.
Hari ke 3, Rabu 7 Mei 2014
pos I:
Pukul 6.30 pagi kami bangun dan disambut oleh kicau burung yang bersahut-sahutan, aktivitas pagi dimulai dengan menyiapkan sarapan, menjemur pakaian yang basah sehabis trekking hari pertama, selesai makan kami bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan, seperti hari kemarin kami berangkat agak siang pukul 10.00, tujuan hari ini menuju Cikasur.
Trek yang kami lalui hari itu lumayan berat, menyusuri hutan yang semakin lebat dan menanjak, jalur yang dilalui sangat jelas karena sering dilewati oleh penduduk dan kendaraan motor, selepas tanjakan awal berakhir kami masuk ke wilayah Suaka Marga Satwa yang ditandai dengan Plang kementrian kehutanan dan pada pukul 13.15 kami baru sampai di mata air II, Shakti dan Fajrin segera mengisi mengambil air melewati trek menurun yang curam sehingga perlu berhati-hati, disana kami berisitrahat dan terlena dengan pemandangan alam yang jarang kami lihat sebelumnya, hingga kami tak sadar sudah pukul 14.00, kami segera melangkahkan kaki melewati pepohonan yang berderet romatis dibawah langit yang biru.
Semakin jauh kami berjalan semakin indah tempat yang kami lihat, itu pula yang kami rasakan sesaat setelah kami kami sampai di sebuah Sabana Kecil yang juga dikenal dengan nama Alun-Alun Kecil pukul 15.00, kami seperti anak-anak yang baru menemukan tempat bermain baru dan berguling-guling diatas hamparan rumput yang tebal, lalu disana kami beristirahat, mengisi tenaga dan berfoto-foto, sejam kemudian kami melanjutkan trekking kembali meskipun masih betah berada disana.
sabana kecil:
sabana kecil:
Sepanjang sore kami melewati beberapa trek tanjakan dan ketika hari mulai gelap kami baru sampai di sabana besar, disaat cuaca mulai terasa dingin kami kembali melewati padang sabana yang kami kira itu adalah Cikasur tapi sayangnya disana tidak ditemukan sungai, disaat kondisi tubuh sudah kelelahan kami mulai kebingungan dan sempat berencana untuk mendirikan tenda, tapi akhirnya kami melanjutkan perjalanan dan beberapa saat kemudian kami mendengar suara air dan menemukan sungai kalbu yang kami cari-cari, kamipun tiba di Cikasur pukul 18.30.
Sesampainya di Cikasur kami segera mencari tempat untuk memasang tenda, tapi kami tidak sempat mencari lebih jauh karena malam sudah makin gelap dan terpaksa ngecamp di tempat yang tidak biasanya, di atas rumput di tanah yang tidak rata, meski begitu kami tetap nyenyak beristirahat di Cikasur.
Hari ke 4, Kamis 8 Mei 2014
Pukul 5.00 shubuh kami bangun, langit sudah mulai cerah, saya langsung keluar dari tenda karena penasaran dengan pemandangan Cikasur di pagi hari, setelah beberapa langkah saya melihat ada pos cikasur yang biasa dipakai ngecamp oleh pendaki, ternyata letaknya tidak jauh dari tempat kami beristirahat, selama sejam lebih kami berkeliling di padang sabana cikasur yang sangat luas, konon katanya tempat ini digunakan pemerintah kolonial sebagai landasan pesawat terbang, kami menyusuri jalan setapak sampai ke ujung cikasur berharap bisa melihat merak tapi yang kami lihat malah ayam hutan, setelah puas berkeliling dan berfoto-foto kami kembali dan segera memindahkan tenda yang telah kami pasang ke pos dekat reruntuhan bangunan.
Karena hari itu kami bertiga masih betah di Cikasur akhirnya memutuskan untuk menginap semalam lagi sebelum melanjutkan perjalanan ke Cisentor, tempat ini menjadi tempat paling favorit kami bertiga selama pendakian, kami masih ingin merasakan ketenangan dan kedamaian di tempat ini, tak salah jika Gn. Argopuro itu adalah surganya pendaki, sumber air melimpah dan pemandangan alamnya yang membuat kami bertiga takjub.
sungai kalbu:
Beranjak siang, kami bertiga menghabiskan waktu di sungai Kalbu, saat matahari sedang panas-panasnya kami menceburkan diri setelah beberapa hari tidak mandi dan seperti biasanya di setiap tempat yang dikunjungi kami bernarsis dan bercanda ria sampai puas, setelah selesai mandi kami melanjutkan aktivitas dengan tidur siang, sore harinya pukul 15.30 kami bertiga dikagetkan dengan suara merak yang sedang mencari makanan, kami senang yang kami tunggu-tunggu akhirnya muncul, dari kejauhan kami menoropong merak tersebut melalui binocular, beberapa saat kemudian saya berinisiatif untuk memotret merak tersebut dari jarak dekat, karena terburu-buru saya tidak sempat memakai sepatu dan baju, akibatnya saya malah terkena tanaman Jancuk untuk pertama kalinya di bagian kaki dan dada yang membuat gatal dan kepanasan selama 2 jam.
Menjelang malam suara merak kembali terdengar dan semakin banyak, kami juga mendengar suara burung-burung lainnya bersahutan, tepat pukul 18.00 kami segera masuk tenda setelah melihat awan yang bergerak menuju arah kami yang membuat khawatir akan turun hujan, malam itu pun kami habiskan dengan sesi curhat sampai akhirnya kami masuk kedalam sleeping bag masing-masing karena cuaca sudah semakin dingin, alhamdulillah selama bermalam di Cikasur saya tidak mendengar suara-suara gaib seperti yang dialami pendaki lain yang pernah kesini.
Sajak yang ditulis oleh kawan saya Fajrin di Cikasur
di Argopuro
Apa lagi yang lebih sunyi dibanding suara angin menyibak rerumputan, gemericik sungai menggelitik lembut selada-selada air, koak merak-merak saling bersahutan menyambut lembayung senja, dan sibuknya bandara yang hanya menerbangkan maskapai murai, anis, dan gelatik?
Apa lagi yang lebih damai dibanding taman indah yang mengalir dibawahnya sungai-sungai?
Apa lagi yang lebih menggetarkan dibanding izin Tuhan untuk sekilas menyaksikannya?
Hari ke 5, Jumat 9 Mei 2014
cikasur:
Pukul setengah 6 pagi saya bangun, saat-saat terakhir di Cikasur pun tiba, kami harus segera bersiap untuk melanjutkan perjalanan kami menuju Cisentor dan Rawa Embik, saat sedang menikmati sunrise perut ini tak kuasa menahan sakit ingin buang air besar, saya pun segera mencari tempat untuk BAB sambil menikmati matahari muncul dari balik bukit, dan nampaknya itu menjadi momen terbaik saya selama pendakian ).
Saat sedang membereskan tenda kami kembali melihat merak dari kejauhan, dan lagi-lagi saya gagal memotret merak dari jarak dekat, tak lama setelah itu di tempat lain muncul 4 ekor merak yang sedang mencari makan, kali ini tidak saya foto dan hanya membiarkan mata ini saja yang mendokumentasikan merak tersebut.
Pukul 7.44 kami siap melanjutkan perjalanan, seperti biasanya kami melakukan ‘ritual’ dulu sebelum berangkat yaitu minum seteguk nutrisari secara bergiliran untuk penyemangat, memasuki jalur menuju cisentor jalur yang kami lewati tertutup semak karena jarang dilewati penduduk, ditengah perjalanan saya terkena tanaman jancuk lagi tapi tidak separah sebelumnya, sewaktu menuju Cisentor beberapa kali kami melihat kera, setelah beberapa jam berjalan melewati lereng gunung akhirnya kami melihat pos cisentor dari kejauhan, dan kami harus melewati turunan curam dan menyebrangi sungai terlebih dahulu sebelum tiba disana, kami beristirahat di cisentor dari jam 11 – 12.
Dari cisentor kami bergegas menuju rawa embik dengan mendaki bukit dan melintasi padang rumput dan edelweiss, tapi sayang bunga edelweiss yang kami lihat saat itu sangat sedikit karena belum mekar, sepanjang jalur yang kami lewati banyak pohon besar tumbang dan cukup merepotkan kami, setelah melewati dua sungai kering dan padang rumput serta tanjakan akhirnya kami sampai di rawa embik dengan waktu tempuh 2 jam, disana kami mendirikan tenda dan menghabiskan sore dengan istirahat, makan makan dan bermain kartu, karena agenda besoknya adalah mendaki puncak pukul 4 pagi jadi malam itu kami tidur lebih awal.
Hari ke 6, Sabtu 10 Mei 2014
Pukul 4.00 pagi kami bangun, seperti yang sudah direncanakan sebelumnya kami langsung bersiap untuk summit attack, cuaca saat itu sangat dingin sekali sehingga memaksa kami untuk mengenakan pakaian berlapis-lapis, bahkan saya harus membalutkan sajadah dibalik jaket, pukul 4.30 kami berangkat dan berusaha untuk mengejar sunrise yang mulai terlihat dibalik pohon, setelah melalui lereng terjal kami tiba di savana lonceng yang merupakan persimpangan antara puncak Rengganis dan puncak Argopuro, lalu kami memutuskan untuk ke puncak rengganis dan kembali melewati bukit terjal.
puncak rengganis:
Sesampainya di puncak Rengganis kami kembali takjub dengan pemandangannya, kami pun merasa seperti ada di atas nirwana, sambil menikmati karya agung sang Pencipta kami beristirahat dan memasak air untuk membuat teh manis, perjalanan yang melelahkan pun akhirnya terbayar lunas, salah besar jika ada pendaki lain yang menganggap bahwa puncak gunung argopuro adalah anti-klimaks, saya masih bisa merasakan betapa senangnya berada di puncak dengan segala isinya.
puncak argopuro:
puncak argopuro:
Setelah dari puncak rengganis kami kembali turun ke savana lonceng dan melanjutkan perjalanan ke puncak argopuro dengan melewati trek menanjak, dipuncak ini banyak ditumbuhi oleh pohon-pohon besar tidak seperti puncak rengganis yang berbatu, tapi kami masih bisa melihat dengan jelas danau taman hidup yang menawan, gunung semeru dan gunung arjuno, dari puncak argopuro kami melangkah ke puncak arca yang letaknya berdekatan, di tempat itu terdapat batu-batu yang tersusun bekas pemujaan zaman dulu.
Setelah puas mendaki ketiga puncak gunung argopuro kami kembali menuju rawa embik pukul 09.00 pagi, perjalanan pulang selalu lebih cepat dan mudah karena menuruni bukit, siang itu kami akan melanjutkan perjalanan menuju destinasi terakhir sebelum pulang yakni Danau Taman Hidup, perjalanan dari rawa embik menuju danau taman hidup sangat jauh dan berat sehingga menguras tenaga, kami tidak melewati jalan pintas sehingga kami harus melewati cisentor lagi, sepanjang jalur pendakian kami melewati padang ilalang yang tak habis-habis hingga akhirnya kami sampai di kaliputih pukul 14.30.
Setelah melewati kali putih kami kembali menaiki bukit, saat itu kami sempat nyasar ke jalur yang dibuat warga tapi akhirnya kami kembali ke jalur yang biasa dilewati oleh pendaki, menjelang malam kami masih menyusuri lereng bukit dengan kontur tanah yang licin sehingga saya sering terpeleset, hingga pukul 07.00 malam kami belum menemukan danau yang kami cari, akhirnya kami memutuskan untuk bermalam di tengah perjalanan karena kondisi yang sudah sangat lelah dan kedinginan.
Hari ke 7, Minggu 11 Mei 2014
Pukul 6.00 pagi kami bangun, sisa air yang kami bawa tinggal 1 termos kecil dan kami gunakan untuk membuat teh manis, kami menyesal sewaktu di kaliputih tidak mengambil persediaan air yang banyak, karena tidak menyangka perjalanannya akan jauh dan berat, kondisi saat itu membuat kami bertiga galau, disaat kami harus melanjutkan perjalanan yang masih jauh menuju danau taman hidup kami tak punya air untuk memasak dan mengisi energi, akhirnya Fajrin berinisiatif mencari air meski dengan kondisi perut kosong.
Setengah jam setelah Fajrin pergi, dia belum kembali lagi ke tempat ngecamp, karena khawatir kemudian saya menyusulnya menuruni jalur yang licin dan basah, hati saya semakin cemas setelah beberapa kali berteriak memanggil Fajrin namun tidak ada jawaban, beberapa saat kemudian akhirnya saya menemukan Fajrin dengan membawa 2 botol air besar yang diambil dari danau taman hidup dan segera kembali menuju tenda dengan waktu tempuh hampir sejam.
danau taman hidup:
Setelah tenaga kami terisi penuh perjalanan pun dilanjutkan menuju Danau Taman Hidup, jalur yang kami lalui adalah hutan yang lebat dan berlumut, tapi sayangnya sewaktu kami sampai di danau pemandangannya tertutup kabut, setelah beristirahat dan berfoto-foto sejam kemudian kami melanjutkan perjalanan pulang menuju desa bremi dengan melewati satu kali tanjakan dan sisanya turunan menyusuri hutan lebat, jalur yang dilewati tidak terlalu berat karena telah dibuat jalur baru yang lebih landai, keluar dari hutan rimba kami masuk perkebunan karet sebelum sampai di area penduduk.
Sesampainya di desa Bremi kami pun memanjatkan puji syukur karena telah diberi keselamatan selama perjalanan yang menguras fisik dan mental, pukul 14.30 kami segera membersihkan badan di sungai kecil yang berada di pinggir bendungan, setelah kembali segar kami langsung mencari pos perizinan pendakian untuk kembali melapor, lalu menunggu bis yang melewati Bremi pukul 4 sore menuju terminal probolinggo, perjalanan pulang kami tidak lagi naik kereta karena tiketnya keburu habis, jadi dari terminal probolinggo kami lanjutkan menuju terminal Jogjakarta menggunakan bis malam, setibanya di terminal Jogjakarta esok harinya kami langsung naik Bis Budiman dan kembali ke Bandung dengan hati gembira.