Tadi pagi, saya baru cek komentar teman-teman di tulisan saya mengenai Anak Sutiyoso Dirikan Buddha Bar Jakarta. Dan ternyata ada tambahan link ke detiknews yang memberitakan bahwa Eko Nugroho (Ketua Umum PP Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia) akan melayangkan surat protes ke sejumlah instansi pemerintah yang telah melanggar UU No 1/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama karena memberikan izin pendirian Buddha Bar Jakarta.
Surat itu akan dilayangkan ke Menteri Agama Maftuh Basyuni, Menteri Pariwisata Jero Wacik, Menteri Dalam Negeri Mardiyanto, dan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo. Dan tidak terkecuali pemilik franchise Buddha Bar Jakarta yakni Renny Sutiyoso dan Puan Maharani serta H. Djan Faridz.
Kronologi Buddha Bar Berdasarkan rilis Dirjen Bimbingan Masyarakat Buddha Departemen Agama yang dikutip Sabtu (21/3/2009), pemanfaatan gedung bekas kantor Imigrasi DKI Jakarta itu berawal dari ide Sutiyoso saat menjabat Gubernur. Saat itu, Bang Yos ingin merenovasi dan memanfaatkan gedung tua di Jalan Teuku Umar No. 1 Jakarta Pusat itu.
Untuk mewujudkannya, diadakanlah lomba kepada masyarakat umum untuk dapat merencanakan, merenovasi, dan memanfaatkan gedung itu agar lebih baik. Kepada pemenang, nantinya akan diberi kesempatan untuk mengelola tempat itu sebagai bisnis yang berhubungan dengan pariwisata.
â??Maka keluar pemenang pertama DJAN FARIDZ yang merupakan pemilik Tanah Abang Plaza dan pemenang kedua ANHAR SETJADIBRATA, pemilik hotel Tugu, Malang, Jawa Timur, DAPUR BABAH, LARA DJONGGRANGâ?? kata Dirjen Bimbingan Masyarakat Buddha Budi Setiawan dalam rilisnya. Berpegang pada sayembara ini, publik Jakarta kemudian menantikan saat realisasi. Sekitar lima tahun setelah sayembara, muncullah nama Buddha Bar tadi. Jadi pemenang sayembara asli tidak digubris, tapi karena Reni Sutiyoso pernah ke paris, dan masuk ke buddha bar, dia menyukainya sehingga dia meminta bapaknya untuk buka cabang di jakarta, lalu timbullah ide memakai ex kantor imigrasi ini.
Kedua pemenang akhirnya bersepakat untuk membuka usaha hiburan dengan nama Buddha Bar. â??Pak JF akhirnya menghubungi pusat Buddha Bar di Paris untuk bisa membuka franchise di Jakarta dan juga mengusahakan izin-izin dan rekomendasi dari institusi yang berwenang,â?? lanjut Budi. Dari situlah, penolakan terhadap Buddha Bar mulai terjadi. Sekelompok massa mengatasnakaman mahasiswa Buddha sempat beberapa kali mendemo agar bar tersebut ditutup.
Dua Putri Capres RI 2009 Miliki Buddha Bar dan Caleg DPD Dukungan PDIP Sangat disayangkan sekali bahwa pemilik franchise Buddha Bar bukanlah masyarakat biasa, tapi anak kesayangan dari â??pemimpinâ?? negeri ini, Puan Maharani, Renny Sutiyoso dan Iyan Farid (Caleg DPD 2009-2014 ). Puan Maharani merupakan putri mahkota dari mantan Presiden RI ke-5 Megawati Soekarno Putri (Ketua Umum PDIP) dan Renny Sutiyoso adalah putri makhota mantan Gubernur DKI Jakarta Jend (Purn) Sutiyoso.
Kedua-kedua orang tua mereka mencalonkan diri sebagai Presiden RI ke-7 pada pilpres 2009. Megawati membawa bendera PDIP, sedangkan Bang Yos membawa bendera Partai Indonesia Sejahtera. Sedangkan Puan Maharani menjadi caleg DPR RI dapil Jateng. Tidak bisa dipungkiri bahwa mereka merupakan publik figur di negeri ini. Sebagian besar rakyat Indonesia bahkan akan memilih Bu Mega dan Bang Yos serta partai pendukungnya.
Sedangkan Iyan Farid adalah calon anggota DPD RI 2009-2014 yang saat ini didukung partai Agamais yakni PPP. Djan Faridz merupakan pengusaha kaya keturunan Betawi Pakistan, mantan Ketua Dewan Pembina DPD I Partai Golkar DKI Jakarta, Dirut PT. Priamanaya, pengembang Pasar Tanah Abang Blok A dan Pakubuwono Square, Bendahara Tim Sukses Fauzi Bowo, dan juga pemilik Gedung Mega Institute atau Mega Center di Jl. Proklamasi, Kantor Tim Sukses Megawati Soekarnoputri.
Karena hampir semua pihak setuju bahwa bisnis Buddha Bar Jakarta merupakan pelecehan agama dan telah saya tulis di Anak Sutiyoso Dirikan Buddha Bar Jakarta, maka saya tidak akan membahas hal ini lagi. Saya akan fokus pada aspek bagaimana etika bisnis para pemimpin beserta keluarga dan kroni di negeri ini. Jika anak-anak dan kroni pemimpin ini (Presiden, Menteri, Gubernur, Dewan, Jaksa, Polisi, Bupati) memiliki trend membuka bisnis hiburan malam, bar, diskotik, prostisusi dan sebagainya dengan begitu mudahnya, bagaimana nasib moral bangsa ini ke depan?
Pemimpin yang harusnya memberikan secercah harapan kepada masyarakat Indonesia, sebagai agent of change dari permasalahan sosial, etika, moral, agama, ekonomi dan berbagai aspek, justru sedang meraup keuntungan dari bisnis-bisnis dunia hitam, bahkan bisnis yang melecehkan budaya dan agama di Indonesia. Konsep bar bukanlah budaya timur. Begitu juga bermabuk-mabukan, apalagi berjoget dalam keadaan mabuk. Berdirinya bisnis Buddha Bar Jakarta yang sahamnya dimiliki oleh kader Golkar bersama putri mahkota Bu Megawati dan Bang Yos, merupakan bukti bahwa baik pemerintah maupun penguasa telah melecehkan konstitusi negeri ini, melecehkan kepercayaan yang diberikan masyarakat kepada para calon pemimpin bangsa ini. Apakah ini menunjukkan bahwa KKN pengusaha dan penguasa serta anak-anak penguasa begitu mudah menghalalkan semua bisnis karena bapak atau ibunya memiliki kekuasaan??
Dan parahnya lagi, pemerintah saat ini tampaknya masih berkelut dan terbuai dalam skandal politik-ekonomi. Mengapa Menteri Pariwisata dan Kebudayaan Jero Wajik yang merupakan kader Partai Demokrat juga tidak memiliki sense of morality dan sense of law dengan memberikan izin bisnis hitam dengan nama Buddha Bar Jakarta. Tampaknya, pemerintah daerah Jakarta dan pemerintah pusat senang dengan intrik uang dan politik dalam kasus-kasus ini. Bagaimana mungkin, para birokrat yang katanya cerdas dengan mudah melanggar UU dan KUHP atas penodaan agama secara bersamaan? Apakah pelanggaran UU secara berjamaâ??ah menjadi tabiat yang tidak dapat diubah sejak orba? Dimanakah reformasi itu?
********
Makanya, teman-teman tidak usah heran melihat fenomena banyaknya produk hukum (Undang-Undang, Perpu, KUHP dan sebagainya) yang dibuat dengan dana miliaran rupiah hanya untuk menjerat si miskin bertambah miskin dan tidak berdaya. Sedangkan penguasa beserta kroninya dengan mudahnya memiliki akses seluas-luasnya berbagai fasilitas negara dan berbagai izin yang melanggar hukum. Dalam kasus ini, coba jika yang meminta izin usaha Buddha Bar Jakarta bukan Tim Kemenangan Kampanye Fauzi Bowo, anak Sutiyoso atau anak Megawati, tapi anak seorang rakyat biasa. Saya jamin, anak tersebut tidak dapat membuka bisnisnya.
Dari sini jelas sudah, bahwa pola pemerintah saat ini masih merupakan kontinuitas dari kebiasaan pemerintah orde baru yang sarat skandal bisnis keluarga dan kroninya. Jika Si A adalaah anggota keluarga Presiden, Menteri, Gubernur, Jaksa, Kalolda, Bupati, maka mereka mendapat akses kemudahan dalam berbagai bidang. Dari jabatan, bisnis, hingga kekuasaan. Maka, sistematika pemerintah ini hanya akan â??membesarkanâ?? mereka yang telah â??besarâ??. Membuat si kaya akan semakin kaya, dan membuat si miskin semakin miskin.
Dan bagaimana fakta di lapangan? Meskipun pertumbuhan ekonomi kita mendekati 6% selama 4 tahun ini, meski anggaran APBN telah dinaikkan hingga 2.5 kali dalam 4 tahun ini, apakah jumlah rakyat miskin berkurang?? Jawabannya TIDAK. Rakyat miskin semakin bertambah, dari 36.1 juta rakyat miskin (tahun 2004) kini meningkat menjadi 41,7 juta jiwa (Desember 2008 ). Bagaimana jumlah si kaya? Orang kaya di negeri ini semakin bertambah. Baik pengusaha maupun menteri masuk dalam jajaran orang terkaya di Indonesia dalam majalah Forbes Asia. Pemimpin negeri ini bangga bahwa Bang Ical, Pak JK, turut masuk dalam jajaran 40 orang terkaya di negeri ini, sementara 40 juta orang hanya mampu makan, minum, tinggal dengan uang Rp 6000 per hari. Jumlah kekayaan para konglomerat semakin meningkat drastis sejak 2004. Mengapa ini terjadi?? Inikah kinerja pemerintah yang berhasil mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia? Siapakah rakyat Indonesia??
Dari sini jelas bahwa pemerintah hanya menganggap rakyat Indonesia adalah golongan si kaya dan si penguasa. Rakyat miskin kurang dianggap sebagai warga negara. Ini dikarenakan hanya mereka yang kaya dan penguasa yang mendapat akses lebih dibanding rakyat kecil dan miskin. Rakyat miskin dan kurang berpendidikan menjadi objek eksploitasi politik dan ekonomi. Rakyat ditipu dengan sejumlah iklan politik dan janji-janji palsu. Toh, puluhan ribu pasien miskin ditelantarkan, tidak dianggap sebagai manusia Indonesia. Rakyat miskin mencuri ayam diintegorasi secara keras di penjara dan dihukum tahunan penjara. Lalu, para koruptor, para pengusaha yang merugikan negara dan rakyat tidak sedikit mendapat kehormatan di Istana dan sebagian mereka dapat terbang bebas. Para tersangka koruptor menginap penjara VIP bak hotel bintag 4, sedangkan rakyat miskin yang menjadi tersangka pencuri ayam menginap bersama tikus dan bangkai di penjara. Inikah Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia? Apakah karena Agama Buddha merupakan minoritas juga tidak dianggap sebagai warga negara Indonesia, sehingga dengan mudah pemerintah dan penguasa melecehkan penganut minoritas ini?
Beginikah nasib negeri yang kita cintai ini dibawah pemimpin yang haus kekuasaan dan kekayaan? Inikah buah dari idaman para pejuang dan pahlawan kita yang telah gugur untuk merebut kemerdekaan dari penindasan dan diskriminasi penjajah?