Sekali Dayung Dua Tiga Pulau Terlampaui
Berbagi cerita ke agan-agan tentang travelling saya sendirian. Yang di mulai dari Larantuka (Flores Timur), Maumere, Ende, Bajawa, Labuan Bajo, Lombok Sampai Bali dengan bajet seadanya.
Tanggal 10 April 2014, pukul 05.54 WIB jadwal pesawat saya berangkat, malam sebelumnya saya bermalam di tempat teman saya, karena jarak Bandara Soekarno â?? Hatta sangat jauh dari rumah saya, dan pukul 02.00 WIB (dini hari), saya meluncur ke Bandara seorang diri menggunakan taxi. Pukul 03.00 WIB (dini hari) tiba di Bandara terminal 1, sambil menunggu waktu pintu gerbang dibuka, saya berbincang-bincang dengan seseorang yang mau ke Balikpapan.
Pukul 09.15 Wita transit di Bali lalu ganti pesawat Trans Nusa untuk melanjutkan perjalanan ke Maumere, waktu di Bali lebih cepat 1 jam dari Jakarta, sekitar pukul 09.30 Wita pesawat yang saya naiki pun meluncur ke Maumere dengan jalur transit di Waingapu lalu Maumere. Setelah memasuki Waingapu jaringan Seluler saya mati total (tidak ada sinyal), karena Seluler saya menggunakan nomor smartfren injeksi bukan simcard.
Pukul 11.45 Wita, saya tiba di Bandara Maumere, Kornel (suami dari Evy) sudah menunggu saya di depan gerbang Bandara, karena lamanya saya menunggu tas saya turun dari bagasi, hampir saja terjadi miskomunikasi dengan Kornel, tapi dengan sabarnya dia tetap menunggu di depan gerbang, sekitar pukul 12.30 Wita, saya keluar bandara, menoleh kanan-kiri untuk mencari Kornel, di depan gerbang banyak calo-calo travel liar dengan pandangan buas layaknya singa yang siap menerkam mangsa.
Pukul 18.30 Wita akhirnya kami tiba di rumahnya kornel, lalu bertemu dengan Evy dan keluarganya, saya pun langsung berbincang-bincang dengan Evy, Kornel, Bapak Otu dan lainnya, dalam bahasa Flores Otu itu sebutan untuk anak terakhir, Bapak Otu adalah pamannya Evy. Selesai berbincang-bincang kami makan malam bersama dan saya juga bercerita ke mereka mengenai pejalanan saya dari Jakarta ke Larantuka. Selesai makan, saya disuguhi minuman tradisional Larantuka yang disebut Arak, dan tak lama kemudian saya beristirahat untuk tidur. Di Larantuka saya tinggal di rumah evy dan kornel selama 22 hari.
Selama Tinggal Di Larantuka:
Lagi istirahat di Taman Wisata Laut Gugus Maumere
Pemandangan Dari Wilayah Bama, Flores Timur
Rumah Evy Dan Kornel Tempat Saya Bermalam Selama Di Larantuka
Kota Larantuka Malam Hari
Pertigaan Kota Larantuka Siang Hari
Pemandangan Dari Terminal Larantuka
Moa - Hasil Mancing Di tengah Laut Buat Makan
Cumi Seukuran Anak 3 - 4 Tahun Hasil Mancing Di Laut
Sekali Dapet Dalam Sehari Kadang 3 - 5 Cumi
Tanggal 14 April 2014, Pukul 05.00 Wita, saya, kornel, evy dan Stephen (kakanya evy) dari Larantuka berangkat ke Bukit Nilo yang terletak di wilayah Maumere dengan mengunakan dua sepeda motor dan saling berboncengan. Dalam perjalanan sempat turun hujan yang begitu deras, sehingga memaksa kami berhenti untuk berteduh di sebuah rumah yang tak terpakai di pinggir jalan.
Perjalanan dari Larantuka menuju Maumere membutuhkan waktu 4 jam dengan suguhan pemandangan - pemandangan indah selama perjalanan. Karena hujan yang menghadang kami selama di perjalanan, akhirnya kami sampai di kota Maumere pada siang hari dan langsung menuju Bukit nilo yang lokasinya terletak di Nilo, Kabupaten Sikka, Flores yang berjarak sekitar 16 KM dari kota Maumere.
Bukit Nilo ini merupakan sebuah tempat ziarah untuk umat Katolik yang ingin mendapatkan ketenangan hati serta pikiran. Di Bukit Nilo terdapat Patung Bunda Maria yang tegak berdiri diatas bukit dengan dimahkotai langit yang berwarna biru, awan yang berwarna putih beralaskan pepohonan hijau yang masih alami disertai dengan udara yang sejuk dingin.
Selama perjalanan ke Bukit Nilo terdapat beberapa posko berisikan patung-patung yang menceritakan tentang perjalanan Yesus pada saat di khianati oleh Yudas, jalan cerita tersebut di mulai dari atas Bukit Nilo, karena selain bisa melihat Patung Bunda Maria yang berdiri tegak, terdapat 2 patung lagi yang menceritakan Yesus sedang berbicara kepada Malaikat.
Selesai menikmati keindahan Bukit nilo, kami berempat langsung menuju ke sebuah museum yang letaknya tidak begitu jauh dari Bukit Nilo. Di museum ini lah saya banyak mengetahui tentang sejarah Pulau Flores. Si penjaga museum menginformasikan masih terdapat penduduk asli Flores kurang lebih 100 jiwa dengan tubuh yang agak lebih pendek dan berbulu, mereka bertempat tinggal di dalam goa.
Selesai mengunjungi museum, kami berempat langsung menuju ke rumah makan yang terletak di kota maumere untuk makan siang, panasnya terik matahari membuat sekujur tubuh saya kelelahan dan mata saya yang mengantuk karena perjalanan yang sangat jauh. Setelah selesai makan, kami langsung menuju ke Sea World Hotel untuk survey harga hotel. Di hotel ini saya melihat beberapa perempuan-perempuan dari Maumere sedang membuat kain tenun secara tradisional.
Proses pembuatan kain ini dari kapas yang di petik dari pohon yang kemudian di gulung-gulung sampai menjadi benang lalu di pintal dan kemudian di beri pewarna dari tumbuh-tumbuhan yang kemudian di rajut menjadi sebuah kain. Untuk kain memiliki motif yang berbeda-beda dan untuk harga kain nya sangat variatif, mulai dari harga Rp. 100.000 â?? Rp. 500.000 per kain.
Bukit Nilo, Maumere:
Patung Bunda Maria Di Atas Bukit Nilo
Workshop Di Sea World Hotel Maumere
Tanggal 18 April 2104, pukul 07.00 Wita, saya bangun untuk mengikuti Seremonial Semana Santa prosesi darat dan laut, umat katolik menyebutnya Jumat Agung, Seremonial Semana Santa ini di lakukan di 3 kota Flores Timur, tapi Seremonial yang terbesar berada di Larantuka, Seremonial Semana Santa sebuah Seremonial untuk menyambut Hari Paskah untuk Umat Katolik, pukul 08.00 Wita, saya, kornel dan jonathan (anaknya kornel dan evy) bersiap-siap untuk meluncur ke sebuah dermaga.
Sangat banyak orang yang berdatangan dari berbagai kota di Flores, turis-turis local atau mancanegara untuk melihat dan mengikuti Seremonial Semana Santa ini, tapi sayang Seremonial Semana Santa tahun ini harus diselimuti duka yang mendalam, karena salah satu kapal feri yang mengangkut penumpang banyak terbalik dan memakan korban 13 orang meninggal, sebagian luka-luka dan sebagian lagi belum ditemukan.
Selesai mengikuti Seremonial Semana Santa, saya dan kornel kembali ke rumah pada sore hari untuk istirahat, malam hari nya prosesi darat membawa lilin, tapi pada prosesi malamnya saya tidak mengikuti. Aktifitas saya di Larantuka hanya membuat website, sementara aktifitas kornel tiap pukul 04.00 Wita (Subuh) pergi memancing di laut, waktu saya kesana pas kebetulan sedang musim cumi, hampir setiap hari kornel pulang ke rumah membawa cumi hasil pancingan dengan ukuran sebesar anak kecil umur 2 tahun.
Di Larantuka harga ikan sangat murah, ikan yang seperti ikan tongkol dengan ukuran 20 CM seharga Rp. 10.000 untuk 3 ikan, kalau ayam lebih mahal dengan harga Rp. 100.000 untuk 1 ayam. Saya memakan beraneka macam ikan laut selama di Larantuka seperti cumi, moa, pari, ikan buntel dan lainnya, sampai-sampai berat badan saya naik selama di Larantuka.
Tanggal 03 May 2014, pukul 03.00 Wita (dini hari), saya, evy, bapak otu dan kornel bangun, karena hari ini adalah hari saya memulai berpetualang sambil arah pulang, malam sebelumnya saya sudah membeli Arak 2 botol aqua ukuran sedang, rencana untuk oleh-oleh buat teman-teman di jakarta, kami semua berkumpul sambil minum teh dan berbincang-bincang, saya merasakan sedih karena harus berpisah dari mereka, sebuah keluarga sederhana yang memiliki kebaikan yang luar biasa.
Prosesi Laut Semana Santa, Larantuka:
Perahu Traditional Peledang Buat Berburu Paus Di Lamalera
Pemandangannya Boiii........
Tanggal 03 May 2014, pukul 03.00 Wita (dini hari), saya, evy, bapak otu dan kornel bangun, karena hari ini adalah hari saya memulai berpetualang sambil arah pulang, malam sebelumnya saya sudah membeli Arak 2 botol aqua ukuran sedang, rencana untuk oleh-oleh buat teman-teman di jakarta, kami semua berkumpul sambil minum teh dan berbincang-bincang, saya merasakan sedih karena harus berpisah dari mereka, sebuah keluarga sederhana yang memiliki kebaikan yang luar biasa.
Pukul 04.00 Wita, tanpa sarapan terlebih dahulu saya dan kornel langsung meluncur ke kota ende, karena saya ingin mengunjungi Taman Nasional Danau Kelimutu dan Rumah Pengasingan Bung Karno, dalam keadaan gelap, dingin dan lapar, tetap melajukan sepeda motor. Di wilayah Boru sekitar pukul 05.48 Wita, kami beristirahat di sebuah warung sambil minum teh karena lelahnya perjalanan dengan mata yang masih ngantuk dan juga kedinginan.
Istirahat di Wilayah Boru:
Istirahat Di Wilayah Boru Karena Kedinginan
Pukul 06.10 Wita, kami melanjutkan perjalanan kembali dan menikmati suasana pagi dengan pemandangan gunung-gunung dan lautan yang disertai Sunrise yang sangat indah, namun di pertengahan jalan (di tengah-tengah hutan) terjadi hal-hal yang diluar dugaan, mur dari kabel rem depan terlepas dan terpaksa kami pun harus berhenti, karena tidak adanya bengkel di tengah-tengah hutan, saya pun berinisiatif mencari tali untuk mengikat kabel rem tersebut tapi sayang tali yang saya cari tidak ada dan terpaksa menggunakan akar pohon untuk mengikat, hal tersebut saya lakukan hanya untuk sementara sampai ketemu bengkel, dan perjalanan pun kami lanjutkan.
Kendala Selama Perjalan Ke Ende:
Kabel Rem Depan Mur nya Copot
Diiket Pake Akar Pohon Buat Sementara
Nemu Tali Di Pinggir Jalan Buat Ngiket Dan Akar Pohon Di Ganti
Pemandangan Menuju Maumere Dari Larantuka
Dan di pertengahan jalan Kornel melihat sebuat tali, kami berhenti di tempat tersebut dan mengambil sebuah tali untuk menggantikan akar pohon yang kami gunakan sebelumnya, selesai mengikat kembali kabel rem depan dengan seutas tali, kami melanjutkan perjalanan kembali dengan sangat hati-hati karena tidak ada nya rem depan yang mungkin bisa membahayakan nyawa kami berdua, sebuah perjalanan yang sangat melelahkan tapi terbayarkan dengan sebuah pemandangan-pemandangan indah.
Pukul 07.45 Wita, kami memasuki wilayah Maumere dengan jarak tempuh kurang lebih 4 jam, dan kami melihat sebuah bengkel di pinggir jalan dan akhirnya rem depan bisa diperbaiki tapi sangat di sayangkan baru berjalan beberapa meter kanvas rem depan macet mungkin karena kencangnya mur tersebut, tak jauh dari situ ada sebuah bengkel lagi, kami pun masuk ke bengkel yang lain untuk service rem depan.
Memasuki Kota Maumere Baru Ada Bengkel:
Bengkel Pertama Yang Di Masukin
Bengkel Kedua Yang Di Masukin
Bengkel Ketiga Setelah Melewati Wilayah Nilo, Ban Belakang Bocor
Selesai memperbaiki rem depan kami melanjutkan perjalanan kembali, pukul 08.44 Wita kami tiba di kota Maumere dan kami berdua istirahat di sebuah warung makan untuk sarapan pagi, karena sejak berangkat dari Larantuka kami berdua belum sarapan. Dengan kondisi badan yang begitu lelah dan mata masih ngantuk,selesai makan kami berdua melanjutkan perjalanan kembali ke wilayah Ende.
Setelah melewati wilayah Nilo dan mau memasuki jalur ke ende, ban belakang motor bocor, kami balik lagi ke arah Nilo untuk nyari bengkel terdekat, sampai di bengkel ban belakang yang bocor di tambal, selesai di tambal kami melanjutkan perjalanan kembali, untung saja kami balik arah untuk nyari bengkel, karena selama perjalanan menuju kota Ende tidak ada bengkel motor.
Lanjut Perjalanan:
Pemandangan Selama Perjalanan Menuju Ende
Masuk Bengkel Lagi Yang Ke Empat Karena Ban Depan Bocor Di Wilayah Wolowaru
Masuk Bengkel Lagi Karena Ban Depannya Kurang Bener Pas Ganti Ban Tadi
Di pertengahan jalan menuju kota Ende banyak kejadian-kejadian yang diluar dugaan, mulai dari nabrak anjing, hampir nabrak bebek, hampir nabrak ayam dan beberapa kali hampir saja nabrak anjing lagi. Perjalanan menuju kota Ende sangat berliku-liku dengan tebing-tebing yang curam di sisi kanan dan pemandangan-pemandangan yang indah di sisi kiri.
Selama perjalanan mur kabel rem depan sedikit-sedikit kendor dan perjalanan pun sedikit-sedikit harus berhenti untuk mengencangi mur kabel rem depan, memasuki wilayah Wolowaru ban depan motor bocor halus, dan kami berdua mencari bengkel terdekat, akhirnya kami menemukan bengkel yang tidak jauh dari terminal Wolowaru.
Ban dalam depan motor pun diganti dengan yang baru, lalu melanjutkan perjalanan kembali, tapi pihak bengkel tidak mengerjakan dengan baik, sebab posisi ban depan menjadi oleng dan tidak enak di bawa, tidak jauh dari situ ada bengkel lagi, dan dibetulkan kembali oleh bengkel tersebut. Kurang lebih 5 bengkel yang kami masukin, semuanya tidak ada yang beres, sebab mur kabel rem depan setiap dibawa selalu kendor dan hal ini lah penyebab banyak makan waktu selama perjalanan.
Pukul 13 .10 Wita, kami tiba di Taman Nasional Gunung Kelimutu, dengan kondisi tubuh saya yang kelelahan seketika itu juga saya melupakan rasa lelah ketika menapakkan kaki di Taman Nasional Gunung Kelimutu, benar-benar sebuah keindahan yang sangat luar biasa layaknya lukisan maha karya yang dibuat oleh maestro.
Di balik keindahan Taman Nasional ini banyak terdapat cerita-cerita mistis yang dipercaya oleh penduduk setempat, konon dahulu Soekarno pernah bertapa di Gunung ini selama masa pembuangan di kota Ende oleh Penjajah Belanda. Puas menikmati keindahan Taman Nasional ini, pukul 14.49 Wita, kami melanjutkan perjalanan ke Kota Ende.
Tiba Di Danau Kelimutu:
Di Puncak Atas Gunung kelimutu
Pemandangan Selama Menuju Kota Ende Dengan Jalan Yang Berliku-Liku
Habis Dari Kelimutu Menuju Kota Ende Ada Longsor
Dalam perjalanan ke kota Ende terdapat Air Terjun yang bisa dilihat dari pinggir jalan, jarak dari Taman Nasional Gunung Kelimutu ke kota Ende hanya 1.5 jam dengan sepeda motor, Rencana nya sehabis dari Taman Nasional ini saya mau langsung ke Rumah Pembuangan Soekarno yang sekarang dijadikan Museum Soekarno.
Tapi sayang, keinginan saya untuk ke Museum Soekarno tidak tercapai mengingat selama perjalanan kami banyak mengalami kendala, tapi biar bagaimana pun saya puas menikmati keindahan-keindahan alam selama perjalanan dari Larantuka ke Ende. Di kota Ende saya menuju ke rumah Bapak Anton untuk bermalam disana yang tak lain masih kerabat dengan Kornel dan keluarga.
Pukul 16.45 Wita, kami tiba di rumah Bapak anton, sebelum saya meluncur ke kota Ende, teman saya sebut saja namanya Boy, merekomendasikan saya untuk tinggal di rumah temannya yang bernama Jery di kota Ende. Lalu saya menghubungi Jery untuk konfirmasi kalau saya mau ke kota Ende. Jery dan Boy berteman saat mereka masih kuliah di Yogyakarta. Sampai di rumah Bapak Anton saya dan Kornel beristirahat sambil disuguhi segelas teh dan juga Moke (sebutan arak di wilayah Ende) racikan Bapak Anton.
Tiba Di Kota Ende:
Bermalam Di Rmh Bpk Anton
Tanggal 04 May 2014, saya masih stay di rumah Bapak Anton, sementara kornel harus kembali pulang ke Larantuka, setelah itu saya menghubungi Jery lagi untuk datang ke rumah Bapak Anton, alangkah kagetnya saya, ternyata jery keponakannya Bapak Anton. Rencana hari ini saya mau berkunjung ke Museum Soekarno tapi saya diinfokan oleh Bapak Anton kalau Museum Soekarno tiap hari minggu tutup.
Betapa tidak beruntungnya saya, akhirnya jery pun datang ke rumah Bapak Anton, sedikiti berbincang-bincang, jery mengajak saya untuk jalan-jalan, kalau di Flores jalan-jalan itu sebutannya pesiar-pesiar. Jery mengajak saya ke Alun-Alun Soekarno, menurut cerita jery dahulu kala tempat ini adalah tempat merenungnya Soekarno untuk merumuskan pancasila dan menentukan kemerdekaan RI, di Alun-Alun ini terdapat satu pohon sukun yang masih tumbuh sampai sekarang, pohon sukun itu cuma satu-satunya di kota Ende.
Pesiar-Pesiar Sama Jerry:
Diajak Ke Taman Alun-Alun Soekarno, Ende Oleh Jerry - Keponakannya Bapak Anton
Dari Taman Alun-Alun Lanjut ke Ke Pantai Mbuu
Alun-Alun Soekarno ini ramai banyak di kunjungi warga setempat baik anak-anak muda sampai orang tua, selesai menikmati Alun-Alun Soekarno, kami berdua pergi ke pantai Mbuu, di pantai ini jery menjelaskan tentang 3 gunung yang terletak di pantai Mbuu, karena jery mau menjemput istrinya kerja, akhirnya kami lanjut pulang, tapi saya minta di turunkan di sebuah warnet, mengingat jaringan selular saya tidak ada, salah satu komunikasi yang saya manfaatkan hanya lewat internet. Di Flores jaringan selular yang tersedia hanya Telkomsel saja.
Pukul 18.20 Wita, saya kembali ke rumah Bapak Anton dengan berjalan kaki dari warnet, yang letaknya tidak begitu jauh, hanya dengan berjalan kaki 20 menit saja. Sampai di rumah bapak Anton, saya langsung mandi dan makan malam bersama sambil bercerita perjalanan saya sama jery. Rencana saya yang terakhir ingin menyempatkan diri untuk mengunjungi Museum Soekarno esok paginya sebelum saya berangkat ke Kota Bajawa.
Tanggal 05 May 2014, pukul 06.30 Wita, saya sudah bangun lalu langsung mandi dan bersiap-siap untuk berangkat ke Bajawa, yang kemudian bapak Anton mengajak saya sarapan terlebih dahulu sebelum saya berangkat, pukul 07.30 Wita, saya dan bapak anton meluncur ke Museum Soekarno terlebih dahulu menggunakan sepeda motor yang letaknya tidak jauh, hanya 20 menit perjalanan, sekali lagi saya benar-benar tidak beruntung. ketika saya kesana untuk terkahir kalinya, Museum Soekarno belum buka.
Di seberang Museum ada sebuah warung yang menginformasikan kalau Museum akan di buka pada siang hari, dengan terpaksa saya harus merelakan keinginan saya yang tak tersampaikan dan harus melanjutkan kembali perjalanan saya yang masih sangat jauh, Bapak Anton pun mengantarkan saya sampai terminal bus.
Pukul 08.00 Wita, akhirnya bus yang saya naiki pun meluncur ke Bajawa dengan tarif Rp. 50.000/ orang, jarak Ende ke Bajawa hanya 3 jam, perjalanan yang penuh liku-liku, tebing-tebing yang curam di sisi kanan, sementara pemandangan laut dan gunung-gunung di sisi kiri, meskipun demikian saya tetap menikmati perjalanan ini, sebelum saya berangkat ke Bajawa, sebelumnya teman saya Boy menawarkan saya waktu saya masih di Larantuka untuk tinggal di rumah saudaranya yang berada di Bajawa. Dan Boy pun mengirimkan nomor kontaknya ke saya.
Sebelum saya berangkat, saya sudah konfirmasi dengan menggunakan Handphone Kornel ke saudaranya Boy yang bernama Ewal. Selagi saya di Ende, saya meminta Boy untuk menanyakan alamat rumahnya Ewal. Dan Ewal memberikan alamat rumahnya ke Boy lalu Boy memforward ke saya melalui inbox facebook.
Pukul 12. 10 Wita akhirnya saya tiba di terminal Watujaji, Bajawa. Dari terminal ini saya nyambung lagi naik angkot untuk ke terminal kota Bajawa. Sesampainya saya di terminal kota, saya mampir dulu ke warung yang berada di seberang terminal tersebut untuk membeli Air Mineral lalu meluncur ke rumah ewal dengan menggunakan ojek.
Pukul 14.30 Wita, saya dan ewal meluncur ke Kampung Bena menggunakan sepeda motor miliknya, perjalanan yang begitu memukau dengan pemandangan yang indah diselimuti dengan udara dingin Bajawa, jarak dari rumah ewal ke Kampung Bena hanya 1 jam. Sampai di Kampung Bena, seakan membawa saya pada kehidupan masa lalu, di Kampung Bena banyak terdapat batu-batu megalitikum yang digunakan untuk prosesi Seremonial Adat.
Tiba Di Rumah Ewal, Bajawa:
Terminal Kota Bajawa
Sebuah Warung Depan terminal Kota Bajawa Yang Mencarikan Ojek Untuk Menuju Rumah Ewal Di Waturutu
Rumahnya Ewal Di Waturutu
Sebenarnya ada satu Kampung lagi yang lebih tradisional, hanya saja jarak tempuhnya lumayan jauh, dari Kampung Bena harus menempuh jarak 3 jam lalu naik ke atas Gunung. Di Kampung Bena para pengunjung yang datang tidak dikenakan tarif tiket tapi hanya memberikan uang sukarela setelah mengisi buku Daftar Tamu, waktu saya berkunjung kesana, saya melihat di daftar buku tamu, turis local yang datang hanya saya saja, sisanya turis-turis mancanegara dari Prancis, Kanada, Jerman dan USA.
Puas menikmati pesona Warisan Megalitikum di Kampung Bena, pukul 16.30 Wita, saya dan ewal kembali pulang ke kediamannya yang di Waturutu. Sampai disini kondisi tubuh saya hampir ambruk karena merasakan dingin yang teramat sangat, Ewal pun langsung membuat kan kopi susu untuk saya sambil istirahat dan berbincang-bincang, tubuh saya terus gemetar karena dinginnya udara di Bajawa.
Ke Kampung Bena:
Di Kampung Tradisional Bena
Pukul 17.00 Wita, saya dan ewal meluncur ke kediamannya yang lain yang terletak di Mengeruda, karena saya meminta ewal untuk diantarkan ke Pemandian Air Panas Mengeruda. Sesampainya di kediaman ewal, saya langsung bergegas mengganti baju, sementara ewal memberikan makanan untuk hewan-hewan ternaknya.
Pukul 18.00 Wita, selesai ewal meberikan makan hewan ternaknya, kami berdua berangkat ke Pemandian Air Panas Mengeruda, hanya 20 menit perjalanan menuju ke tempat Pemandian tersebut. Pukul 18.20 Wita, kami tiba di tempat pemandian tersebut, harga tiket masuk ke pemandian ini Rp. 10.000/ orang, waktu saya berkunjung kesana, kebetulan si penjaga tiket masuk teman nya ewal dan kami berdua di kasih gratis untuk masuk. Pemandian ini tutup sampai pukul 19.00 Wita.
Mandi Di Air Panas Mengeruda Malam Hari:
Mandi Malam-Malam Di Pemandian Air Panas Mengeruda Dan Ada Penampakan Sebuah Cahaya Aneh
Setelah kami masuk ke dalam, waktu itu hanya kami berdua saja yang berada di tempat tersebut, menurut ewal biasanya kalau malam banyak orang-orang yang mandi, kondisi di tempat tersebut tidak di fasilitasi dengan penerangan yang memadai. Hanya ada beberapa penerangan di tempat-tempat tertentu saja, kondisi gelap gulita yang membuat bulu kuduk saya merinding dan sempat mengurungkan niat untuk mandi di tempat tersebut.
Sebelum saya menceburkan diri di dalam kolam, saya sempat mengambil beberapa poto di arela kolam, dari beberapa poto yang saya ambil sebelumnya, di salah satu poto ada sebuah cahaya aneh yang muncul, posisi cahay itu seperti sedang duduk di batang pohon, karena areal kolam itu memang di tutupi oleh pohon beringin yang tumbuh secara alami menutupi kolam.
Dengan melihat hasil poto itu, saya menjadi ketakutan dan mengurungkan niat untuk menceburkan diri, sementara ewal sudah berada di kolam dan mendorong saya untuk segera masuk ke kolam, akhirnya saya memaksakan diri untuk menceburkan diri ke kolam, tapi hanya di pinggir kolam saja, dan ewal mengajak saya untuk ke tengah-tengah kolam.
Tanggal 06 May 2014, pukul 09.00 Wita, saya terbangun dengan kondisi badan meriang dan panas dalam, karena perbedaan cuaca dari panas ke dingin dan melihat ewal sudah tidak ada, karena dia harus mengajar di salah satu Sekolah Dasar yang tidak jauh dari kediamannya, disini saya tinggal berdua dengan Tantenya ewal yang sudah berumur.
Karena tubuh saya semakin tidak karuan, saya pergi ke pasar yang letaknya di depan rumah ewal, untuk membeli obat panas dalam dan beberapa obat lainnya, sehabis dari pasar saya kembali ke kediaman ewal, karena saya merasa kesepian, akhirnya saya berbincang-bincang dengan Tantenya ewal, beliau menceritakan masa mudanya, keluarga nya dan lainnya dengan raut wajah sedih yang dihiasi tetesan air mata beliau, saya hanya bisa mendengarkan cerita beliau.
Pukul 13.48 Wita, saya dan ewal berangkat ke Pemandian Air Panas dengan sepeda motor miliknya, alangkah beruntungnya saya ketika sampai disana, si penjaga pemandian itu temannya ewal lagi, dia menyuruh kami masuk tanpa harus membeli tiket, kami berdua langsung bergegas masuk ke dalam, sebelum menceburkan diri di dalam kolam, saya dan ewal melihat-lihat areal pemandian itu,
Di Mengeruda:
Rumah Bapaknya Ewal Yang Di Wilayah Mengeruda tempat Saya Bermalam
Penasaran Pengen Liat Keindahan Di Siang Hari nya
Di tempat tersebut ada dua mata air yang mengalir, satu mata air mengeluarkan air panas yang keluar dari bawah tanah tempat pohon beringin itu tumbuh, dan satunya lagi mata air dingin yang mengalir dari gunung, di tempat itu ada tiga kolam yang terbentuk secara alami dan satu kolam buatan, waktu saya berkunjung kesana, tampak tidak ada seorang pun yang berendam di kolam buatan, saya berkunjung kesana pada hari biasa, info dari ewal kalau hari libur atau hari minggu, tempat tersebut ramai di kunjungi oleh orang banyak.
Setelah melihat-lihat areal tersebut, saya langsung melepas baju dan memulai menceburkan diri di kolam tempat aliran Air Panas mengalir, puas menceburkan diri di kolam itu, saya dan ewal pindah ke kolam bawah, di kolam bawah ini, saya menikmati Air Dingin dan juga Air Hangat, pertemuan antara mata air dingin dan mata air panas dengan bebatuan yang terbentuk secara alami.
Pukul 15.30 Wita, setelah puas menikmati keindahan dan berendam di Pemandian Air panas ini, saya dan ewal kembali ke kediaman ewal yang letaknya tidak jauh dari pemandian ini, hanya 20 menit perjalanan menggunakan sepeda motor. Sesampainya disana saya langsung membilaskan diri dengan air bersih, sementara ewal mengurus hewan-hewan ternaknya.
Pukul 16.00 Wita, saya dan ewal meluncur ke kediamannya yang di Waturutu, karena esok harinya saya harus beranjak ke Labuan Bajo sebagai perjalanan saya selanjutnya, hanya membutuhkan waktu 1 jam saja, akhirnya saya dan ewal tiba di Waturutu. Setelah ewal mengantarkan saya, dia kembali lagi ke kediamannya di Mengeruda.
Tanggal 07 May 2014, pukul 06.30 Wita, saya terbangun dari tidur, rasanya malas sekali untuk membangunkan diri dari balik selimut karena hembusan udara dingin Bajawa, tapi karena saya harus melanjutkan perjalanan ke Labuan Bajo, saya memaksakan diri untuk bangun, lalu pergi ke kamar mandi untuk cuci muka, disana saya tidak mandi karena dinginnya air layaknya tetesan air es.
Setelah itu saya packing barang-barang, lalu saya duduk di ruang tamu sambil membawa tas keril kecil, sebelum saya berangkat, saya sempat keluar menikmati udara pagi di Bajawa yang sangat dingin, tak lama kemudian saya kembali masuk ke dalam dan ibunda ewal membuatkan saya kopi susu untuk menghangatkan tubuh, setelah itu mengajak saya untuk sarapan sebelum saya berangkat ke Bajawa.
Ibunda ewal mnginformasikan ke saya kalau jarak Bajawa ke Labuan Bajo 9 jam, selesai sarapan, ibunda ewal mencarikan saya ojek untuk mengantarkan saya ke terminal Watujaji untuk naik Bus ke Labuan Bajo, beliau juga lah yang membayarkan saya ongkos ojeknya sebesar Rp. 10.000, sebuah kebaikan yang sangat luar biasa yang tidak bisa saya lupakan.
Pagi Hari Di Depan Rumah Ewal:
Pemandangan pagi Hari Di Depan Rumah Ewal
Otw Ke Labuan Bajo Dari Terminal Watujaji, Bajawa Naik Bus Gemini
Pukul 08 Wita, bus yang saya naiki meluncur ke Labuan Bajo. Tarif bus Bajawa – Labuan Bajo Rp. 120.000/ orang. Saya mengambil posisi duduk dekat pintu masuk, di sebelah saya ada seorang ibu yang mau ke bali, beliau akan naik kapal fery dari Labuan Bajo sampai Bali. Perjalanan ke Labuan Bajo berliku-liku dengan pemandangan tebing-tebing yang curam di sisi kanan dan pemandangan gunung-gunung dan laut di sisi kiri.
Saya dan ibu itu asik berbincang-bincang, saling bercerita satu sama lain dan terjadi keakraban yang luar biasa, layaknya seorang anak dan ibu, beliau juga lah yang menjaga saya selama perjalanan, karena waktu itu kondisi tubuh saya sedang tidak enak badan akibat perbedaan cuaca dari panas ke dingin di tambah angin yang saya alami sejak kepulangan saya dari Larantuka, Flores Timur.
Pukul 10.35 Wita, bus yang saya naiki berhenti di sebuah warung makan wilayah Borong, Manggarai Timur untuk makan siang, selesai makan, para penumpang kembali ke bus dan melanjutkan perjalanan ke Labuan Bajo, selama perjalanan saya sempat mengalami pusing kepala, untung saja saya sudah membeli obat waktu di Bajawa. Sehabis minum obat, saya terlelap tidur di tambah lagi lamanya perjalanan.
Istirahat Di Manggarai Timur:
Makan Siang Di Wilayah Borong, Manggarai Timur
Pukul 17.00 Wita, akhirnya bus yang saya naiki tiba di Labuan bajo, sang kondektur pun menanyakan para penumpang bus untuk turun dimana, sebab supir bus mau mengantarkan penumpangnya ke hotel masing-masing tempat menginap. Karena ini kali pertama saya keliling Flores, saya mengalami kebingungan, si ibu yang duduk di sebelah saya mengajak saya untuk mengikuti beliau, karena beliau sudah sering pulang pergi Bajawa – Bali lewat jalur darat dan laut.
Saya dan ibu itu turun tak jauh dari masjid kota Labuan bajo, saya dan ibu itu berjalan mencari penginapan, penginapan pertama sudah penuh lalu tubuh saya semakin tidak enak, dan ibu itu menyuruh saya untuk tunggu di warung, sementara beliau mencarikan penginapan. Tak lama kemudian beliau datang kembali dan menginfokan saya, kalau beliau sudah mendapatkan penginapan dengan tarif Rp. 30.000/ malam, hanya kasur dan bantal tanpa kipas dan kamar mandi umum.
Nama penginapan itu Cahaya Mandiri, posisi penginapan tidak jauh dari masjid kota Labuan bajo dan posisi nya berada di belakang warung, saya dan ibu itu langsung ke penginapan itu untuk menaruh barang. Pukul 18.30 Wita, si ibu mengajak saya untuk membeli tiket Kapal Fery KM. Tongkang di kantor pelni yang letaknya beberapa meter di belakang masjid kota Labuan Bajo.
Saya dan si ibu akhirnya menuju kantor pelni itu, sebenarnya ibu itu mau mengajak saya bareng ke Bali, tapi karena tujuan saya berbeda dengan si ibu, akhirnya saya hanya mengantarkan beliau membeli tiket, setelah si ibu mendapatkan tiket, kami kembali ke penginapan untuk mandi membersihkan diri. Selesai mandi saya sendirian jalan-jalan di kota Labuan Bajo, sekalian cari makan malam dan membeli obat yang saya butuhkan buat perjalanan selanjutnya.
Selesai makan dan beli obat, saya kembali ke penginapan, di tempat itu ada beberapa orang dari berbagai wilayah di Flores, saya pun mengajak ngobrol mereka, tak lama kemudian si pemilik penginapan datang menghadapi kami untuk mengisi daftar tamu dan membayar uang penginapan, saya menanyakan ke dia track ke pulau komodo, dia menginformasikan kalau ingin yang murah, di pasar terdapat ojek fery, berangkat jam 11.00 Wita, dengan tarif Rp. 15.000/ orang tapi hanya sekali jalan, untuk kembali lagi ke Labuan Bajo harus nunggu esok hari.
Ojek fery itu tak lain para nelayan Pulau Komodo yang biasa berkunjung ke Labuan Bajo untuk membeli bahan makanan sehari-hari mereka atau melelang ikan hasil tangkapan. Setelah mendapatkan info tersebut, karena saya memikirkan harus menunggu esok hari untuk kembali, akhirnya saya mecoba keluar dari penginapan dan mengunjungi beberapa tour and travel di sekitar Labuan Bajo.
Sisa uang di kantong saya Rp. 650.000. Dan akhirnya saya mengikuti Program Live On Board dari salah satu tour and travel sekitar Labuan Bajo, saya memilih Program 2 hari 1 malam, campur dengan wisatawan yang lainnya, saya harus membayar Rp. 450.000 / orang, dapat kamar, makan, minum air mineral, soda dan juga snack selama ikut program yang berisikan 10 orang untuk 1 kapal. Dengan tujuan Pulau Rinca, Pantai Pink, dan Pulau Komodo, setelah itu saya kembali ke penginapan dan berbincang-bincang lagi dengan para penginap di tempat tersebut.
Tanggal 08 May 2014, pukul 06.00 Wita si ibu sudah berangkat ke pelabuhan, karena jadwal kapal fery yang beliau naiki berangkat pukul 08.00 Wita, sementara saya bangun pukul 07.00 Wita dan bersiap-siap lalu checkout dari penginapan dan menuju pelabuhan untuk mengikuti program Live On Board. Saya langsung meluncur ke pelabuhan tempat kapal yang ingin saya naiki bersandar. Pukul 08.00 Wita, kapal yang saya naiki berangkat sesuai dengan program yang saya ambil, sementara uang di saku saya tinggal Rp. 200.000, uang ini saya pergunakan baik-baik sampai menuju Lombok. Di Program Live On Board ini, saya tidak ikut program Diving dan Snorkeling, karena saya memiliki phobia terhadap dasar laut.
Pukul 10.30 Wita, rombongan kami tiba di dermaga Loh Buaya, lalu menuju ke Pos Pulau Rinca selama 10 menit. Memang keindahan alam Indonesia sangat luar biasa, trek pertama yang kami datangi adalah Pulau Rinca, dengan membayar tiket masuk dan kamera. Untuk kamera harus membayar Rp. 5.000 untuk wisatawan local dan Rp. 50.000 untuk wisatwan asing.
Jarak yang ditempuh dari Labuan Bajo ke Pulau Rinca memakan waktu 2 – 3 jam. Tergantung kondisi laut, kalau air laut sedang bergelombang bisa memakan waktu 3 jam perjalanan dari Labuan Bajo. Sampai disana kami mengambil trek Medium dan ditemani seorang Ranger (Polisi Hutan) yang berperan sebagai pengawal para wisatawan, di pulau rinca ini populasi Komodo sangat banyak namun kecil-kecil, mereka hidup berdampingan dengan penduduk setempat. Pemandangan yang luar biasa selama trekking di Pulau Rinca dengan Padang rumput Savanah dan pemandangan-pemandangan lainnya.
Pukul 15.00 Wita, Puas menikmati Pulau Rinca, perjalanan lanjut ke Pantai Pink, pasirnya benar-benar berwarna Pink, warga setempat menyebutnya Pantai Merah, sementara para wisatawan yang berkunjung ke tempat tersebut menyebutnya Pantai Pink. Beberapa berpendapat bahwa warna pink berasal dari pecahan karang berwarna merah yang sudah mati dan memang banyak ditemukan di pantai ini. Pendapat lain menyebutkan warna pink pada pasir Pantai Pink adalah karena adanya hewan mikroskopik bernama foraminifera yang memproduksi warna merah atau pink terang pada terumbu karang.
Aktifitas saya di Pantai Pink hanya menikmati alam yang sangat luar biasa, sambil menunggu sunset datang di bibir pantai. sementara wisatawan yang lain bermain-main air di sekitar pantai, berjemur, diving dan snorkeling, kondisi alam yang masih bersih alami menyuguhkan pesona mengagumkan. Bukit memanjang dari ujung pantai ke ujung lainnya seolah menjaga pantai ini. Kondisi pantai yang sepi dan tak berpenghuni memberi kesan eksklusif bagi siapa pun yang datang. Berada di pantai yang cantik dan eksotik ini tentu banyak sekali kegiatan relaksasi yang menyenangkan dan menarik untuk dilakukan.
Pukul 17.00 Wita, selesai bermain-main di Pantai Pink, kami harus kembali ke kapal karena sudah mau gelap, para dek kapal menyiapkan makan malam buat rombongan kami, di atas kapal, saya berbincang-bincang dengan wisatawan-wisatawan yang ikut program ini, saya pun berbagi cerita ke mereka mengenai perjalanan saya dari Flores Timur sampai Flores Barat menggunakan jalur darat dan berbagi info tentang keindahan-keindahan yang terdapat di Flores Timur dan Flores Tengah.
Kami bermalam di Pulau Kalong, pulau ini dipenuhi dengan kalong alias kelelawar. Kami memang tidak menginjakkan kaki sama sekali di pulau ini karena pemandangan migrasi kelelawar bisa disaksikan dari luar pulau. Selain kapal kami, ada beberapa kapal juga yang menjangkar di sekitar Pulau Kalong untuk bermalam di sana. Selesai berbincang-bincang dengan mereka, saya masuk ke kamar untuk tidur karena harus menyiapkan fisik untuk trekking esok hari di Pulau Komodo.
Tanggal 09 May 2014, saya bangun pagi untuk melihat sunrise, sekitar pukul 08.00 Wita, kapal yang saya naiki meluncur ke dermaga Loh Liang, pintu gerbang masuk Pulau Komodo, di Pulau Komodo inilah habitat asli Komodo, populasi Komodo disini tinggal sedikit, akan tetapi Komodo yang ada disini besar-besar, berbeda dengan Komodo yang ada di Pulau Rinca. Untuk tiket masuk sama dengan Pulau Rinca. Rombongan kami memilih trek Medium yang juga ditemani seorang Ranger yang berperan sebagai pengawal para wisatawan.
Pukul 13.00 Wita, puas menikmati Pulau Komodo, kami kembali ke Labuan Bajo untuk mengakhiri perjalanan Program Live On Board, tiba di Labuan Bajo sekitar pukul 16.00 Wita, turun dari dermaga saya langsung mencari penginapan yang tidak jauh dari pelabuhan Labuan Bajo dengan sisa uang di kantong Rp. 20.000, saya kembali bermalam di penginapan Cahaya Mandiri dengan tarif Rp. 30.000/ malam tanpa kipas dengan kamar mandi umum.
Selesai menaruh tas, saya iseng-iseng jalan-jalan di sekitar pasar Labuan bajo, sambil menunggu sunset datang. Tak terasa waktu berjalan dengan cepat, hari pun berganti menjadi gelap yang di hiasi lampu-lampu penjual makanan yang tak jauh dari pasar Labuan Bajo. Saya langsung memesan nasi goreng untuk makan malam.
Selesai makan saya mencoba mencari ATM untuk mengambil uang Rp. 500.000 di sekitar Labuan Bajo mengingat sisa uang saya tinggal Rp. 20.000, untuk membayar penginapan Rp. 30.000 dan untuk membeli makan malam. Selesai makan saya kembali ke penginapan.
NO PHOTO SELAMA DI PULAU KOMODO, PULAU RINCA DAN PANTAI PINK, MEMORY CARD PENUH
Tanggal 10 May 2014, pukul 07.00 Wita, sehabis bangun tidur, saya langsung mandi lalu bersiap-siap, setelah itu checkout dan bergegas ke pelabuhan untuk melanjutkan perjalanan ke Lombok, menurut informasi yang saya dapatkan sebelumnya untuk ke Lombok harus naik kapal fery tujuan Pulau Sape lalu sambung bus kecil ke terminal Bima lalu naik bus besar tujuan Lombok.
Pukul 08.30 Wita, saya berjalan ke pelabuhan yang tidak jauh dari tempat saya bermalam, saya langsung membeli tiket kapal feri KM Cakalang 2 tujuan Pulau sape sebesar Rp. 54.000/ orang. Setelah mendapatkan tiket, saya langsung memasuki fery tersebut. Di dalam fery saya bertemu dengan seseorang yang bernama Pian, dia penduduk asli Pulau Sape, dia habis dari Kalimantan mau pulang ke kampung halamannya karena desakan istrinya, beliau lah yang menjadi teman seperjalanan saya sampai ke Pulau Sape.
Pukul 09. 45 Wita, KM Cakalang 2 meluncur menuju Pulau Sape, selama perjalanan saya berbincang-bincang dengan Pian, saya menceritakan perjalanan saya, sebaliknya beliau pun menceritakan selama beliau bekerja di Kalimantan. Karena kami berdua bosan berada di dek penumpang, akhirnya kami berdua naik ke atas KM Cakalang 2.
Dari atas kapal fery, saya melihat begitu indahnya jajaran pulau-pulau yang berada di di Labuan Bajo, jarak Labuan Bajo ke Pulau Sape menempuh 7 jam perjalanan, di atas kapal itu kami bertemu dengan turis yang berasal dari Swiss, mereka adalah sepasang kekasih yang habis mengunjungi beberapa pulau di Labuan bajo. Karena kebetulan tujuan mereka mau ke Lombok, akhirnya saya tawarkan untuk berangkat bersama.
Perjalanan Menuju Lombok:
pemandangan Dari Atas Kapal Fery Menuju Lombok
Tiba Di Pelabuhan Sape Langsung Naik Bus Kecil menuju Terminal Bima Dan Lanjut Naik Bus Besar Menuju Mataram
Pukul 16.00 Wita, KM Cakalang 2 yang saya naiki akhirnya bersandar di Pelabuhan Sape, sebuah perjalanan panjang, yang hampir saja membuat saya mabuk laut karena kencangnya udara laut selama perjalanan. Sebelum memasuki pelabuhan, Pian menawarkan saya untuk bermalam di rumahnya, karena waktu yang sudah saya jadwalkan sebelumnya, akhirnya saya menolak tawaran Pian.
Turun dari KM Cakalang 2, saya, pian dan turis dari swiss segera berjalan keluar kapal fery, disini saya berpisah dengan pian, beliau mengatakan ke saya kalau suatu saat nanti datang ke Labuan Bajo lagi, untuk segera menghubungi beliau. Disana calo-calo bus kecil tujuan terminal Bima sangat buas terhadap penumpang-penumpang kapal yang baru turun.
Karena si turis ini kebingungan melihat kelakuan para calo, akhirnya saya menjaga mereka untuk tetap mengikuti saya. Dari pelabuhan ini kami menaiki bus kecil itu tujuan Terminal Bima dengan membayar Rp. 25.000/ orang. Si turis ini sudah membeli tiket bus terusan dari Labuan Bajo sebesar Rp. 330.000/ orang, sudah termasuk biaya kapal fery dan bus kecil dari pelabuhan, mereka menggunakan bus Langsung Indah tujuan Lombok.
Pukul 17.45 Wita, kami tiba di terminal Bima, belum turun dari bus tersebut, calo-calo liar langsung menghampiri para penumpang dan menawarkan untuk menaiki bus mereka tujuan Lombok atau Bali. Si turis pun semakin kebingungan dengan kelakuan para calo-calo tersebut, spontan saya langsung menolak tawaran si calo dan bilang ke mereka kalau saya sudah membeli tiket bus dari Laboan Bajo, lalu mengajak si turis untuk tetap mengikuti saya,
Keadaan sudah mulai tenang, saya langsung menghampiri calo bus Langsung Indah untuk membeli tiket sebesar Rp. 210.000 sudah termasuk makan, biar saya bisa bersama-sama menuju Lombok dengan turis dari swiss ini. Sebelum berangkat saya dan si turis makan di sebuah warung yang ada di terminal, hanya membayar Rp. 10.000 makan sepuasnya, sementara si turis wanita sedang kondisi sakit dan tidak mau makan.
Pukul 19.00 Wita, bus yang naiki akhirnya meluncur ke Mataram, bus yang kami gunakan tidak di fasilitasi dengan TV, karena tidak bisa melihat pemandangan dari jendela bus karena gelapnya malam, akhirnya saya memutuskan tidur selama perjalanan. Tanggal 11 May 2014, Pukul 01.00 Wita (Dini Hari) bus yang saya naiki berhenti di sebuah warung makan wilayah Sumbawa untuk makan malam, selesai makan para penumpang kembali ke bus dan langsung melanjutkan perjalanan, saya pun melanjutkan tidur kembali.
Pukul 03. 35 Wita (Dini Hari), bus yang saya naiki tiba di pelabuhan Potatano, Sumbawa Besar dan menggunakan KM Satya Dharma untuk menyebrang lautan menuju Pelabuhan Khayangan, Lombok. Di atas kapal fery tersebut, saya berbincang- bincang dengan si turis dari swiss, sementara pacarnya hanya tidur karena sedang tidak enak badan. Jarak perjalanan dari pelabuhan Pototano ke pelabuhan Khayangan hanya 2 jam. Menjelang memasuki pelabuhan Khayangan, saya menikmati sunrise dari atas kapal fery bersama si turis dan mengambil momen-momen munculnya matahari.
Udah Nyampe pelabuhan Khayangan:
Sunset dari Atas Kapal Fery
Pemandangan Gunung Rinjani Di Pagi Hari
Pukul 06.10 Wita, akhirnya kapal fery yang saya naiki bersandar di pelabuhan Khayangan, lalu melanjutkan perjalanan ke Terminal Bertais, Lombok. Dari pelabuhan Khayangan ke Terminal Bertais membutuhkan waktu 2.5 jam perjalanan. Pukul 08.25 Wita, bus yang saya naiki tiba di Terminal Bertais, Lombok, lagi-lagi saya harus berhadapan dengan buas nya calo-calo yang langsung bertengger di depan pintu tiap-tiap bus yang tiba di terminal tersebut.
Pasangan turis ini ingin melanjutkan perjalanan ke Pantai Kuta, Lombok, sementara saya mau berkunjung ke rumah teman saya di wilayah Mataram. Saya membantu si turis mencari angkot untuk di charter menuju Pantai Kuta, Lombok. Akhirnya tawar menawar dengan si supir angkot dan fix Rp. 150.000 sampai di Pantai Kuta. Saya pun berpisah dengan kedua pasangan turis itu.
Pukul 09.30 Wita, saya tiba di Lombok Hardcore Distro, karena sudah janjian dengan hendro di distro tersebut dan hanya ada beberapa karyawan yang baru mau membuka toko, saya ditemani oleh Hanief sambil menunggu kedatangan Hendro, tak lama kemudian Hendro pun datang ke distro tersebut, karena beliau juga bekerja di distro tersebut dan kebetulan sedang masuk pagi. Menjelang siang anak-anak yang biasa nongkrong di Distro Lombok Hardcore pada berdatangan. Lombok Hardcore ini adalah sebuah brand clothingan yang sudah berdiri sejak tahun 1999 dan saat ini menjadi sebuah souvenir khas Lombok.
Pukul 17.00 Wita, selesai Hendro bekerja, kami berdua meluncur ke kediaman beliau dengan menggunakan sepeda motor untuk menaruh tas keril kecil saya, lalu saya numpang mandi untuk membersihkan badan, selepas maghrib saya diajak Hendro bermain ke salah satu kafe temannya dan saya dikenalkan ke teman-temannya sambil berbincang-bincang.
Pukul 22.00 Wita, kafe tempat kami nongkrong mau di tutup, saya, hendro, panca, danica meluncur ke sebuah supermarket mirip Circle K untuk melanjutkan nongkrong sambil minum beer yang tak lama kemudian berdatangan lagi teman-temannya Hendro, semakin malam kami melanjutkan nongkrong lagi di Marina kafe yang terletak di Pantai Senggigi, kalau di Jakarta, Marina ini mirip Tipsy nya kemang.
Di Ajak Kongkow:
Di Marina Cafe Bersama Teman-Teman Di Lombok
Di Marina saya disuguhi beer dan minuman alcohol lainnya oleh teman-teman Lombok dengan iringan musik yang membahana dan hingar bingar, saya dan teman-teman lainnya menikmati suasana di dalam Marina sampai akhirnya tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 03.00 (Dini Hari) dan tempat tersebut mau di tutup, lalu kami semua keluar dari Marina dan melanjutkan makan di pecel lele samping Marina, selesai makan saya dan hendro langsung meluncur ke rumahnya dan untuk beristirahat, karena lelahnya tubuh saya setelah perjalanan yang panjang dari Labuan Bajo ke Lombok.
Tanggal 12 May 2014, sehabis pesta semalam di Marina, saya dan hendro bangun siang, yang tak lama kemudian hendro pun berangkat kerja, lalu saya menghubungi Hanief untuk mengajak saya ke air terjun, hanief pun membawa saya ke Air Terjun Benang Stokel yang terletak di Lombok tengah, pukul 12.30 Wita, saya dan hanief langsung meluncur ke air terjun tersebut dengan menempuh jarak 1 jam perjalanan, akhirnya kami sampai di tempat tujuan.
Benang Stokel:
Air Terjun Benang Stokel Dan Benang Kelambu
Tiket masuk ke air terjun tersebut hanya Rp. 2.000/ orang dan Rp. 2.000 untuk biaya parker kendaraan motor. Tanpa membuang banyak waktu lagi, saya dan hanief langsung bergegas menuju lokasi air terjun, dengan track yang lumayan jauh dan naik turun melewati hutan-hutan dengan pemandangan tumbuh-tumbuhan yang begitu hijau dan asri.
Pukul 15.47 Wita, puas mandi di kedua areal terjun ini, saya dan hanief kembali melanjutkan perjalanan ke Taman Sangkareang. Di taman tersebut sangat ramai penduduk setempat yang berkunjung, dari anak-anak muda sampai orang tua, di taman ini saya mencoba makanan khas Lombok “Plecing Kangkung dengan Harga Rp. 50.000/porsi yang bentuknya seperti pecel sayur-sayuran.
Tanggal 13 May 2014, pukul 15.00 Wita, saya di temani oleh manda diajak ke pantai senggigi yang letaknya tidak begitu jauh dari kota Mataram, hanya 45 menit perjalanan menggunakan sepeda motor, sesampainya di Pantai Senggigi, saya dan manda langsung menuju bebatuan karang untuk menikmati keindahan alam Pantai Sengigi.
Di pantai ini banyak surfer-surfer yang sedang mau surfing, kebetulan watu saya kesana sedang ada pembuatan film documenter tentang surfer-surfer di Pantai Senggigi, ombak di pantai ini tidak terlalu besar, air laut yang jernih dan pasir yang berwarna putih, dengan langit biru yang dihiasi awan-awan berwarna putih, cukup membuat saya lupa akan waktu.
Pantai Senggigi:
Menunggu Sunset Di Pantai Senggigi Sambil Ngeliat Yg Lagi Surfing
Tanggal 14 May 2014, Pukul 14.00 Wita, saya dan hanief pergi ke pasar sayang-sayang untuk membeli souvenir kain tenun khas Lombok yang dibuat secara tradisional untuk oleh-oleh, dari tempat tersbut kami lanjut ke Terminal Bertais untuk membeli tiket Bus Tiara Mas jurusan Bali, dengan harga tiket Rp. 220.000 sudah termasuk makan dan juga tiket kapal fery, saya memesan tiket untuk esok hari dengan jam keberangkatan pukul 11.00 Wita menuju Denpasar, Bali.
Sehabis mendapatkan tiket bus, saya dan hanief kembali ke Lombok Hardcore Distro dan menghabiskan waktu disana bersama teman-teman yang tak lama kemudian Ragil menghampiri saya dan mengajak saya untuk ke Gili Trawangan malam hari nya untuk mengunjungi kafe Danica. Seorang teman asal Sloveni yang sudah tinggal di Lombok selama 9 bulan.
Pukul 17.00 Wita, kami berempat berangkat ke Gili Trawangan menggunakan motor dari Mataram, saya dengan Hendro, Ragil dengan Manda. Sesampainya di pelabuhan kami nyewa speedboat untuk menyebrang laut menuju Gili Trawangan. Motor yang kami gunakan di parkirkan di rumah yang punya speedboat tersebut, karena kebetulan yang punya speedboat memang kenal dengan Ragil dan Danica.
Pukul 19.00 Wita, kami menaiki speedboat dan langsung meluncur ke Gili Trawangan dengan membayar Rp. 350.000 untuk sekali jalan, untungnya malam itu ombak sedang tidak begitu besar, hanya membutuhkan waktu 30 Menit, kami sampai di Gili Trawangan, lalu makan soto di dekat dermaga terlebih dahulu setelah itu kami ke kafe nya Danica.
Meluncur Ke Gili Trawangan:
Nyewa Boat Menuju Gili Trawangan
Nokip Dulu Di Cafe Nya Danica
Bermalam Di Private House Milik Danica & Panca
Nampang Dulu Hari Terakhir Di Gili Trawangan Sebelum Meluncur Ke Bali
Di Gili Trawangan saya merasakan seperti bukan berada di Indonesia, karena mayoritas pengunjung disini di dominasi oleh turis-turis asing, di Gili Trawangan tidak ada kantor polisi, bahkan seorang polisi yang menggunakan seragam tidak di perkenankan masuk oleh warga setempat. Kehidupan malam di Gili Trawangan bikin lupa waktu. Disini semua orang benar-benar merasakan merdeka, di Gili tidak ada kendaraan bermotor, hanya tersedia sepeda dan andong (Cidomo).
Pukul 04.00 Wita, semua aktifitas berhenti, saya, hendro, ragil, manda, panca dan danica menuju ke Private House Danica dan Panca dengan berjalan kakai yang letaknya tidak begitu jauh, sesampainya disana kami semua beristirahat. Say tidak bisa tidur dan akhirnya saya berjalan-jalan sendiri untuk ke bibir pantai menunggu sunrise.
Keindahan yang tak bisa dilukiskan dengan kata-kata, air laut yang jernih, ditemani senyuman kemunculan matahari pagi, selesai menikmati sunrise di bibir pantai, saya kembali ke Pivate House Danica walaupun saya sempat nyasar selama 1 jam berputar-putar di Gili Trawangan karena lupa arah pulang. Dan akhirnya saya menemukan Private House Danica. Disana teman-teman yang lain sudah bangun.
Tanggal 15 May 2014, jadwal saya untuk meluncur ke Bali dengan tiket bus yang sudah di genggaman tangan. Pukul 09.00 Wita, saya, ragil, hendro dan manda langsung meluncur ke dermaga dengan berjalan kaki, ragil langsung menghubungi si pemilik speedboat untuk minta dijemput, selama 30 menit kami menunggu dan akhirnya speedboat yang kami tunggu pun datang untuk menjemput kami, tanpa membuang waktu lagi kami semua naik speedboat tersebut untuk kembali ke mataram.
Pukul 10.00 Wita, kami sampai di dermaga dan melanjutkan perjalanan ke Mataram dengan sepeda motor, saya dan hendro menuju rumahnya untuk mengambil tas keril kecil saya, yang malam sebelumnya sudah saya packing untuk siap-siap berangkat. Selama jalan menuju rumahnya hendro, saya menghubungi hanief untuk minta diantar ke Terminal Bertais, hanief pun langsung meluncur ke rumah hendro.
Pukul 10.45 Wita, saya dan hendro sampai di rumahnya yang sudah di tunggu oleh hanief untuk mengantarkan saya, tanpa sarapan saya langsung pamit dengan keluarga hendro dan sangat berterima kasih, karena selama saya di rumah hendro, di ijinkan untuk menginap dan juga makan, stelah pamit saya dan hanief langsung meluncur ke Terminal Bertais yang jaraknya hanya 20 menit.
Pukul 11.05 Wita, kami tiba di Terminal Bertais, saya pikir saya sudah ketinggalan bus, sesampainya disana bus masih bertengger menunggu penumpang yang lain datang. Saya dan hanief menunggu di ruang tunggu sampai akhirnya para penumpang di absen satu per satu, lalu saya menaiki bus tersebut menuju ke Bali.
Pukul 12.00 Wita, bus yang saya naiki meluncur ke pelabuhan Lembar untuk nyebrang menuju Pelabuhan Padang bay, Bali. Jarak dari Terminal Bertais ke Pelabuhan Lembar hanya membutuhkan waktu 1 jam perjalanan. Di dalam bus saya berkenalan dengan Fandy, dia dari Bima menuju ke Bali untuk panggilan interview di salah satu kafe yang terletak di Kuta, bali.
Pukul 13.00 Wita, bus yang saya naiki tiba di Pelabuhan Lembar, semua penumpang disuruh turun, lalu dibagikan nasi kotak dari kondektur bus. Saya dan fandy berjalan menuju kapal fery, sesampainya di kapal, kami berdua langsung mencari tempat duduk dan membuka nasi kotak yang diberikan tadi untuk makan siang. Jarak dari Pelabuhan Lembar ke Pelabuhan Padang Bay hanya 4 jam.
Memasuki Pelabuhan Padang Bay, Bali:
Pemandangan Dari Atas Kapal Fery
Pukul 17.30 Wita, akhirnya kapal fery yang saya naiki bersandar di Pelabuhan Padang Bay, saya, fandy dan penumpang yang lain langsung turun ke bawah untuk naik bus masing-masing dan langsung meluncur ke Denpasar dengan melewati Terminal Ubung. Jarak dari Pelabuhan Padang Bay ke Terminal Ubung 1 jam perjalanan.
Pukul 18.30 Wita, bus yang saya naiki memasuki Terminal Ubung, saya dan fandy turun di terminal itu, saya langsung menghubungi Bom-Bom, seorang teman yang memang penduduk asli Bali, sementara Fandy dijemput oleh temannya yang juga bekerja di Bali. Saya langsung bergerak ke Indomart sebrang Terminal Ubung, tempat saya janjian dengan Bom-Bom.
Sambil menunggu kedatangan beliau, saya langsung mengambil beberapa uang dari ATM saya untuk bekal selama di Bali, tak lama kemudian Bom-Bom datang menjemput saya dengan motor Vespa nya, tanpa membuang waktu lagi, kami berdua langsung meluncur ke Basecamp Walhi yang terletak di jalan Dwi Madri, Denpasar.
Sampe Di Basecamp Walhi, Bali:
Basecamp Walhi Tempat Saya Bermalam, Denpasar
Di Ajak Nongkrong Sama Teman-Teman Di Bali
Tanggal 16 May 2014, Pukul 13.00 Wita, saya terbangun dari tidur dan hanya seorang diri, sebab teman-teman disana beraktifitas kerja dan kuliah, saya merasakan lelahnya badan sehingga malas untuk kemana-mana, rasanya ingin tidur seharian. Sambil menunggu teman-teman lain datang ke basecamp Walhi, saya bermain komputer sambil menunggu waktu.
Pukul 19.00 Wita, salah seorang teman datang ke Basecamp untuk mengajak saya ke Darkingdom Distro miliknya Kojek yang letaknya tidak begitu jauh dari Basecamp Walhi. Disana ramai teman-teman sedang berkumpul, ada yang mau latihan dan ada yang hanya sekedar nongkrong saja, saya pun berbincang-bincang dengan mereka. Malam semakin larut, akhirnya saya kembali ke Basecamp Walhi untuk istirahat.
Tanggal 17 May 2014, pukul 11.30 Wita, saya sendirian di Basecamp Walhi yang tak lama kemudian datang seorang teman yang lain dan menemani saya, lalu saya menghubungi Didit, untuk mengajak saya ke Goa Gajah, didit pun menyanggupi, sambil menunggu kedatangan didit saya dan salah seorang teman pergi keluar untuk makan siang dan kembali lagi ke Basecamp. Pukul 13.00 Wita,didit datang ke basecamp dengan sepeda motornya dan tanpa membuang waktu lagi, saya dan didit langsung meluncur ke Goa Gajah yang jaraknya 1 jam perjalanan dari basecamp. Selama perjalanan menuju Goa Gajah, saya melihat ada beberapa goa peninggalan jepang di pinggir jalan.
Di Ajak Jalan-Jalan:
Ke Goa gajah, Gianyar, Bali
Lanjut Ke Taman Kerajaan Klungkung, Kerthagosa
Lanjut Nongkrong Di Posko Laskar Bali (Ormas Nya Bali)
Pukul 14.00 Wita, kami sampai di Goa Gajah dan langsung memasuki areal dengan membeli tiket Rp. 15.000/ orang. Goa Gajah ini merupakan tempat pertapaan yang berlokasi di Desa Bedulu, Kecamatan Blahbatu, Gianyar, untuk memasuki Goa Gajah ini para pengunjung yang menggunakan celana pendek harus meenggunakan kain yang sudah disediakan di pintu masuk, karena tempat ini sangat suci bagi Umat Hindu.
Pukul 15.00 Wita, selesai mengunjungi Goa Gajah, saya diajak didit untuk mengunjungi Kerthagosa yang letaknya hanya 30 menit perjalanan dari Goa Gajah. Kerthagosa ini merupakan sebuah areal taman kerajaan kerthagosa yang masih tersisa, untuk memasuki areal ini para pengunjung harus membayar tiket sebesar Rp. 15.000/ orang. Dan juga harus menggunakan kain untuk emmasuki areal ini. Di taman ini juga tersedia museum yang berisikan benda-benda peninggalan kerajaan Kerthagosa
Pukul 16.50 Wita, selesai berkeliling di areal taman kerthagosa, didit mengajak saya untuk main ke Basecamp Laskar bali yang terletak di Klungkung, kaliundel. Laskar Bali ormas nya Bali, orang-orang yang aktif di ormas ini bekerja sebagai sekuriti di tempat-tempat hiburan, mall, dan hotel yang ada di Bali. Waktu sudah hampir gelap saya dan didit kembali ke Basecamp Walhi. Sesampainya di Basecamp Walhi, saya diajak ke Twice Bar di Jl. Popies Lane karena ada sebuah acara musik underground yang kebetulan ada band dari Australia dan Malaysia sedang tour di Indonesia, dan Bali menjadi salah satu kota yang mereka kunjungi dalam rangkain tour mereka.
Di Ajak Nonton Acara Di Twice Bar:
Twice Bar Sebuah Bar Miliknya Jering Superman Is Dead Di Popies Lane
Pukul 00.00 Wita, acara pun selesai, saya dengan didit dan teman-teman yang lain kembali ke Basecamp Walhi dan aja juga yang langsung pulang ke rumahnya masing-masing untuk istirahat. Twice bar merupakan sebuah Bar miliknya Jering Superman Is Dead, yang memang biasa digunakan untuk acara-acara underground terutama untuk band-band luar Bali yang ingin melakukan Tour ke Bali.
Tanggal 18 May 2014, pukul 14.30 Wita, rencana nya saya mau pergi ke Tanah Lot, tapi karena tidak ada nya kendaraan, akhirnya beberapa teman mengajak saya untuk datang ke studio gig di Gianyar yang dibuat oleh Kojek (Darkingdom Distro) dengan menampilkan beberapa band lokal, di acara ini juga membuka donasi, sebagian teman-teman menggelar lapak dagangan di areal studio tempat berlangsungnya acara.
Di Ajak Nonton Lagi:
Studio Gigs Di Gianyar, Bali
Mandi Tuak Bali boi
Perhatiin Ada Sesuatu Yang Aneh
Pukul 18.30 Wita, saya dan bokis kembali ke Basecamp Walhi untuk mengambil tas keril kecil saya, Karena rencana saya malam ini ingin bermalam di penginapan sekitar jalan popies 2, dan melanjutkan perjalanan menuju Twice Bar yang terletak di jalan popies 2. Sesampainya di jalan popies, saya dan bokis mencari penginapan dan akhirnya saya mendapatkan penginapan di Arthawan dengan tarif Rp. 70.000/ malam, yang letaknya tidak begitu jauh dari Twice bar. Saya dan bokis langsung cek kamar dan juga menaruh tas keril saya.
Di acara ini para pengunjung tidak dikenakan tiket masuk dan dilarang merokok di dalam area karena tempat ini tidak begitu besar. Karena banyaknya orang yang datang kondisi dialam sangat sesak, akhirnya saya keluar dan nongkrong dengan teman-teman sambil melihat turis-turis asing yang berseliweran.
Malamnya Lanjut Ke Twice Bar Lagi:
Selesai Acara Perpisahan Dengan Teman-Teman Di Bali, Terus Aing Bermalam Di Sekitar Popies Lane 2 Tidak Jauh Dari Twice Bar
Pukul 12.00 Wita, acara pun selesai, saya dan teman-teman berpisah, karena tanggal 20 May saya harus pulang ke Jakarta dengan tiket pesawat sudah di tangan, tujuan saya menginap di popies lane 2 ini karena jarak Bandara yang tidak begitu jauh di tambah lagi saya harus naik pesawat pagi pukul 08.00 Wita. Karena iseng sendirian di dalam kamar, saya keluar untuk melihat kehidupan malam di Bali, saya langsung menuju Surfer bar yang terletak di jalan Legian dan tidak begitu jauh dari tempat saya menginap.
Tanggal 19 may 2014, pukul 14.00 Wita, saya bangun tidur kemudian mandi lalu mencari makan di sekitar jalan popies lane 2, selesai makan saya langsung ke Pantai Kuta dengan berjalan kaki, yang letaknya tidak begitu jauh. Di Pantai Kuta saya menikmati keindahan alam yang ditemani sebotol bir kecil sambil menunggu datangnya sunset.
Selesai menikmati sunset di Pantai Kuta, saya kembali ke jalan popies lane 2 untuk mencari makan malam, selesai makan saya kembali ke penginapan, karena tidak bisa tidur di penginapan, akhirnya saya mengunjungi Apache Bar di jalan Legian sambil menunggu waktu, Apache Bar ini menyajikan lagu-lagu reagge, dengan di temani Arak Bali yang di mix orang juice, saya menikmati malam terakhir saya di Bali. Malam semakin larut akhirnya saya pindah ke Surfer Bar yang letaknya di depan Apache Bar.
Tanggal 20 May 2014, pukul 03.30 Wita, saya harus kembali ke penginapan untuk mengambil tas keril kecil lalu checkout dari penginapan dan meluncur ke Bandara Ngurah Rai menggunakan taxi dengan jarak tempuh 15 menit dari Jalan Legian. Sesampainya di bandara saya menunggu waktu dibuka nya pintu gerbang bandara.
Pukul 05.00 Wita, saya memasuki pintu gerbang bandara untuk check in dan juga boarding, setelah semua beres saya langsung menunggu di ruang tunggu gerbang 18, karena dinginnya ruang tunggu yang membuat saya lapar, akhirnya saya membeli Nasi Jenggo di kantin bandara yang tidak jauh dari tempat saya duduk dengan seharga Rp. 12.000, harga yang sangat mahal sekali untuk takaran Nasi jenggo.