Di dunia intelijen, juga ada system outsourcing, malah ini praktik lazim di semua dinas resmi intelijen dunia. Kita bahas di cepu
Bedakan antara intelligence officer (IO) dengan agent atau spy, IO adalah pegawai negara, agent/spy bukan atau tidak mesti. sebagian besar informasi IO yang disetorkan ke user yakni presiden/kepala negara diperoleh melalui agent-agent itu. Negara tak menggaji mereka bahkan tak tahu siapa mereka. IO yg meng-outsource, dengan biaya pribadi, diklaim ongkos ops. Di CIA , IO ada 2 model declared dan non official cover (NOC), keduanya dibebaskan merekrut agent.
Apa bedanya, yang declared dg NOC ? Declared dinyatakan secara terbuka di negara yg ditempati, berpaspor diplomatic. Kalau NOC, sebaliknya. Paspor biasa. Inilah yg sering dijadikan bahan film-film ala Holywood. CIA juga menggunakan all resources warganya di luar negeri, apapun profesinya misal mahasiswa, seniman, dokter, pengacara, dll. Misal Tahun 98 seorang bernama Boyd, masuk sebagai NOC CIA di Jakarta. Dia seorang konsultan firma hukum. Boyd lantas mengotsourcing /rekrut beberapa agent lokal.
Kapan UU Migas diundangkan ? Apakah menguntungkan AS ? Telusuri apakah Boyd terlibat? http://t.co/uDxtgfaV , Jadi intelijen bukan semata-mata urusan militer/keamanan, aspeknya sangat luas. ada juga intelijen budaya. halus but dangerous.
Saya beri satu link, baca, dan telusuri kira kira siapa orang ini. apa perannya. http://t.co/1MXhHu8B
CIA memberi imbalan yang pantas bagi agent-agent outsourcingnya. Beda dengan KGB. Bagi KGB, memberi informasi bagi negara adalah kewajiban, jika anda warga Rusia itu adalah obligasi anda pada tanah air. Jadi, warga Rusia dimanapun, jika dibutuhkan sbg outsourcing info KGB, harus mau dan tanpa imbalan. Di Indonesia, praktik outsource intelijen hampir terjadi di semua badan, BIN-BAIS-Baintelkam-dll.
Di BIN misalnya, muncul istilah Deputi Google, untuk menyindir Deputi III (produksi) yg datanya sering copy paste dari internet, BIN juga sering meminta data riset dosen2, dan dipoles sedikit, lantas diklaim sebagai produk intelijen. Baintelkam juga begitu, mereka bahkan terlalu banyak merekrut #cepu atau outsourcing informan intelijen, biasanya eks kriminil. Akibatnya, monitoring #cepu di lapangan kacau, informasi kadang tumpang tindih dan overload data. ini bahaya bagi decision maker.