TEMPO Interaktif, KAMI sudah memasuki batas Kota Ajdabiya dari timur, berhenti di depan pompa bensin yang sudah tak terpakai karena dibom oleh pasukan Qadhafi pada Maret lalu. Para thuwar (revolusioner) dengan berbagai senjata rampasan dari tentara pemerintah berkumpul di sana. Mereka menunggu perkembangan dari dalam kota.
Kabar yang pasti dari dalam kota harus ditunggu, karena pasukan pemberontak tak memiliki radio komunikasi dan gosip berseliweran dari mobil-mobil yang datang dari kota. Ada yang mengatakan pasukan Qadhafi sudah di dalam kota. Seorang wartawan Spanyol yang sempat masuk ke kota pada pagi hari mengatakan tentara Libya sudah menembaki gerbang barat yang mengarah ke Kota Brega, juga rumah sakit di tengah kota.
Tiba-tiba sebuah pikap dengan senapan mesin kaliber 12,7 milimeter di baknya melaju dari belakang. Seorang gerilyawan di dalamnya berteriak, "Ayo, pemuda, kita maju! Ke Ajdabiya!" Tapi hanya sedikit yang bergerak. Sebagian terbengong-bengong dan memilih bertahan.
Tak ada yang tahu pasti berapa jumlah mereka. Tapi jelas mereka tak terlatih. Seorang tentara desersi yang jauh lebih profesional bertanya kepada anak muda yang membawa RPG apakah dia bisa menggunakannya dan dijawab dengan gelengan. Tentara Libya yang kini bergabung dengan pemberontak itu lalu membawa anak muda dan RPG-nya menjauh dari jalan raya ke arah padang pasir. Ia lalu mengajarkan cara memakainya. Kursus singkat lima menit itu tentu tak membuat pemuda tersebut jadi pintar.
Dalam pertempuran sungguhan, mereka memang agak merepotkan. Karena itu, tentara Libya Merdeka (kumpulan tentara desersi yang dipimpin Jenderal Abdul Fattah Younis) meminta para gerilyawan amatir ini berada di garis belakang, saat tentara Libya Merdeka menyerang di garis depan. Hari itu kami benar-benar tahu kenapa alasan tersebut dibuat.
Setelah menunggu selama lebih dari satu jam, ketika tentara revolusioner itu bersantai sembari memamerkan senjatanya, dua buah mortir meledak di dekat kami, hanya 200 meter dari jalan yang penuh oleh mobil yang diparkir. Sontak, tanpa ada yang memberi aba-aba, ratusan gerilyawan itu lari terbirit-birit ke dalam mobil dan putar haluan ke arah Benghazi. Sopir mobil yang kami sewa hanya menggeleng-geleng: "Lihat, bagaimana mereka bisa menang melawan Qadhafi. Baru dua mortir saja sudah kabur."
Tentu saja tak semuanya kabur. Ada banyak gerilyawan pemberani yang bertahan atau datang dari Benghazi untuk menyerbu ke Ajdabiya. Namun tetap saja anak-anak muda yang tak terlatih itu menjadi hambatan. Itulah kenapa militer Amerika Serikat mengatakan peluang pasukan pemberontak untuk menang dalam pertempuran amat kecil. Jika tak dibantu oleh bom-bom NATO, tank-tank Qadhafi sudah melindas Benghazi.
Serangan balik pasukan pemberontak terhadap pasukan Qadhafi di Kota Ajdabiya, Libya, Jumat (8/4):
Kendaraan berat milik pasukan pemberontak di perbatasan Kota Brega-Kota Ajdabiya, Libya, Jumat (8/4).:
Post a Comment Blogger Facebook
Click to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.