GuidePedia

1


Al-Farabi terkenal sebagai salah satu tokoh filsuf Islam yang memiliki keahlian dalam banyak bidang keilmuan, dan memandang filsafat secara utuh, sehingga filsuf Islam yang datang sesudahnya, seperti Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd, banyak mengambil dan mengupas sisitem filsafatnya.

Abu Nashr Muhammad ibn Muhammad ibn Tarkas ibn Auzalagh, demikian nama lengkapnya, dilahirkan di Utrar, Farab pada 259 H/872 M, dan meninggal dunia di Damaskus pada 339 H/952 M, dalam usia 80 tahun. Di Eropa dia lebih dikenal dengan nama Alpharabius.

Pada masa mudanya ia pernah belajar bahasa Arab di Baghdad, kemudian belajar logika kepada Abu al-Basyar Matta ibn Yunus, dan belajar filsafat pada Yuhanna ibn Khailan.

Menurut laman Onislam.net, Al-Farabi lahir dari keluarga bangsawan. Ayahnya adalah seorang Jenderal berkebangsaan Persia dan ibunya berkebangsaan Turki.

Al-Farabi pindah dari Utrar (Farab) ke Baghdad, setelah berusia kurang lebih 50 tahun. Di Baghdad inilah ia mencapai kematangan yang maksimal.

Ia pernah tinggal di Harran dan kemudian kembali ke Baghdad.Selanjutnya dia pindah ke Aleppo, dia bertemu dengan para ahli ilmu pengetahuan dan filsafat pada masa itu. Di tempat itu, ia berkonsentrasi dalam ilmu pengetahuan dan filsafat. Kegemaran membaca dan menulisnya sungguh luar biasa.

Ketika Al-Farabi melakukan penelitian mendalam tentang filsafat kuno, khususnya Plato dan Aristoteles, ia menyerap komponen filsafat Plato dan Neo-Platonis, yang kemudian diintegrasikan ke dalam ilmu pengetahuan tentang Quran dan berbagai ilmu yang berhubungan dengan hal tersebut.

Dengan kedaman pengetahuannya tengan ilmu filsafat ia berusaha untuk mencari titik temu antar pemikiran Plato dan Aristoteles melalui risalahnya al-Jam'u Baina Ra'yay al-Hakimain, Aflathun wa Aristuhu.

Al-Farabi merupakan filsuf Islam pertama, yang memisahkan antara filsafat dan teologi. Menurutnya, akal manusia merupakan alat untuk berpikir secara filosofis. Sedangkan wahyu merupakan alat agama untuk berpikir secara agamis.

Seperti dilansir dalam laman OnIslam.net, dia mengklaim bahwa filsafat didasarkan pada persepsi intelektual. Sementara agama berdasar pada persepsi ketuhanan.

Dalam bidang filsafat ia diberi gelar dengan al-Mu'allim al-Tsani (Guru Kedua), sedang yang diberi gelar sebagai al-Mu'allim al-Awwal (GuruPertama) adalah Aristoteles.

OnIslam.net mencatat, Al-farabi memiliki hasrat yang besar untuk memahami alam semesta dan manusia. Hal tersebut dilakukanya agar mendapatkan pengetahuan yang koprehensif dalam dunia intelektual dan kemasyarakatan.

Dalam bidang ilmu psikologis Al-Farabi memiliki pandangan bahwa seorang idividu yang terisolasi tidak bisa mencapai kesempurnaan. Untuk mencapai kesempurnaan membutuhkan bantuan dari banyak individu lain yang beragam. Oleh karena itu, untuk mencapai kesempurnaan, setiap orang harus berinteraksi dan bergaul dengan orang lain.

Al-Farabi beranggapan bahwa manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kecenderungan alami untuk bermasyarakat. Karena manusia tidak mampu memenuhi kebutuhanya sendiri tanpa bantuan pihak lain.

Tujuan hidup bermasyarakat menurut Alfarabi tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan hidup, tapi juga untuk menghasilkan kelengkapan hidup.

Kelengkapan hidup yang dia maksud adalah tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan materi saja tapi juga spiritual. Tidak hanya soal dunia saja tapi juga soal akhirat nanti.

Pendapat Al-Farabi tidak hanya memperlihatkan pengaruh keyakinan agamanya sebagai seorang Islam. Di samping pengaruh pemikiran Plato dan Aristoteles yang mengaitkan politik dengan moral, akhlak atau budi pekerti.

Dari kecenderungan hidup bermasyarakat inilah lahir berbagai kelompok sosial sehingga muncul kota dan negara. Masalah kemasyarakatan banyak dibahasnya dalam karya-karya yang dibuatnya.

Menurut Dr. Muhammad Iqbal dalam karya Al-Farabi al-Siyasah al-Madaniah yang membahas tentang politik kekotaan, politik kenegaraan. Sedangkan dalam Ara Ahl al-Madinah al-Fadhilah dibahas tentang pikiran-pikiran penduduk kota atau negara utama.

Menurut Amin Husein, buku Ara Ahl al-Madinah al-Fadhilah mirip sekali dengan bukuRepublik karya Plato. Dalam buku tersebut banyak memuat pikiran-pikiran aliran Platonisme. Selain itu juga memuat aliran Neo-Platonisme.

Dalam buku tersebut, Al-Farabi membagi negara kedalam dua kelompok. Kelompok pertama, yaitu Negara Utama (al-Madinah al-Fadhilah) dan yang kedua adalah Lawan Negara Utama (Mudaddah al-Madinah al-Fadilah).

Hasil karya Al-Farabi sebenarnya sangat banyak, akan tetapi sangan sedikit yang sampai di kenal masyarakat umum. Boleh jadi karena karangan-karangan Al-Farabi hanya berupa risalah (karangan pendek).

Sedikit karanganya, berupa buku besar yang mendalam pembahasannya. Banyak karanganya yang telah hilang dan yang masih ada kurang lebih 30 karangan saja yang ditulis dalam bahasa Arab.

Pada abad pertengahan, Al-Farabi sangat terkenal sehingga orang-orang Yahudi banyak yang mempelajari karangannya dan menerjemahkan ke dalam bahasa Ibrani. Sampai sekarang salinan-salinan tersebut masih tersimpan di perpustakaan-perpustakaan Eropa.

Suatu ketika Ibnu Sina pernah mempelajari buku Metafisika karangan Aristoteles, lebih dari 40 kali, tetapi belum juga mengerti maksudnya. Setelah membaca buku Al-Farabi berjudul Aghrad Kitab Ma Ba'da al-Thabi'ah (Intisari Buku Metafisika), barulah ia mengerti apa yang selama ini ia rasakan saangat sukar.

Selain karya yang telah tersebut di atas, Al-Farabi juga menulis karya-karya lain seperti;Tashil al-Sa'adah (Mencari Kebahagiaan), Uyun al-Masa'il (Pokok-pokok Persoalan), Ara' Ahl al-Madinah al-Fadhilah (Pikiran-pikiran Penduduk Kota Utama, Negeri Utama), Ihsha al-Ulum (Statistik Ilmu), dan Fusus al-Hikam.

Dalam buku Ihsha al-Ulum dibahas bagaimana cara ilmu pengetahuan, yaitu Ilm al-Lisan (Ilmu Bahasa), Ilm al-Manthiq, Ilm al-Ta'alim (Ilmu Matematika), Ilm al-Tabi'i (Ilmu Fisika), Ilm al-Ilahi (Ilmu Ketuhanan), Ilm al-Madani (Ilmu Perkotaan), Ilm al-Fiqh (Ilmu Fikih), dan Ilm Kalam (Ilmu Kalam).

Seperti yang dilansir OnIslam.net, Al-Farabi pernah menjadi hakim, tapi kemudian dia lebih memilih menjadi pengajar sebagai profesinya. Karyanya sangat mempengaruhi filsuf Islam dan banyak yang mengikutinya. Terutama Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd, dan beberapa filsuf setelahnya. [yy/republika] 


Post a Comment Blogger

Beli yuk ?

 
Top