Allah berfirman yang artinya, “Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu sendiri, makan (bersama-sama mereka) dirumah kamu sendiri atau dirumah bapak-bapakmu, dirumah ibu-ibumu, dirumah saudara- saudaramu yang laki-laki, di rumah saudaramu yang perempuan, dirumah saudara bapakmu yang laki-laki, dirumah saudara bapakmu yang perempuan, dirumah saudara ibumu yang laki-laki, dirumah saudara ibumu yang perempuan, dirumah yang kamu miliki kuncinya[1051] atau dirumah kawan-kawanmu. tidak ada halangan bagi kamu makan bersama-sama mereka atau sendirian” [QS an Nur:61].
[1051] Maksudnya: rumah yang diserahkan kepadamu mengurusnya.
Terkait etika makan di rumah teman yang terdapat dalam ayat di atas, berikut ini penjelasan Ibnu Katsir:
وقوله: { أَوْ صَدِيقِكُمْ } أي: بيوت أصدقائكم وأصحابكم، فلا جناح عليكم في الأكل منها، إذا علمتم أن ذلك لا يَشُقُّ عليهم ولا يكرهون ذلك.
وقال قتادة: إذا دخلت بيت صديقك فلا بأس أن تأكل بغير إذنه.
Yang dimaksudkan adalah rumah shahabat dan temanmu. Tidaklah mengapa kalian makan di rumah kawan atau teman [meski tanpa izinnya, pent] jika kalian yakin bahwa hal tersebut tidaklah menyusahkan dirinya dan tidak ada perasaan tidak suka dalam diri mereka dengan perbuatan tersebut.
Qotadah mengatakan, “Jika anda masuk ke dalam rumah teman dekatmu maka tidak mengapa jika anda memakan makananan yang ada di rumahnya tanpa meminta izin terlebih dahulu”.
Siapkah kita menerapkan aturan ini?