Bupati Ngada Yohanes Tay Ruba (kiri) dapat oleh-oleh Madu Lebah Ruang dari warga Waerebo. (KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR)
Madu ini diambil dari dalam tanah, dan orang lokal Manggarai Raya menyebutnya Madu Ruang.
Sejalan dengan semakin dikenalnya Kampung Adat Waerebo ke seluruh dunia, geliat potensi sumber daya alam yang ada di sekitar kampung itu mulai diperkenalkan kepada tamu-tamu asing dan domestik yang berkunjung ke sana.
Kampung tradisional Waerebo di Kecamatan Satarmese Barat, Kabupaten Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan tujuh Niang (rumah adat) dengan arsitektur yang unik sudah diakui UNESCO.
Ribuan wisatawan asing dan Nusantara sudah menikmati alam, keindahan rumah adat Waerebo serta panoramanya. Selain itu, salah satu potensi alam di sekitar Kampung Waerebo adalah Madu Lebah Ruang Waerebo.
Mengapa disebut Madu Lebah Ruang Waerebo? Madu ini diambil dari dalam tanah, dan orang lokal Manggarai Raya menyebutnya Madu Ruang. Madu ini berbeda dengan madu yang berada di pohon. Induk Madu Ruang membuat sarang di bawah tanah di lahan masyarakat dan di hutan di sekitar kampung Waerebo.
Awalnya, Madu Lebah Ruang hanya dikonsumsi oleh masyarakat Kampung Waerebo dan sekitarnya. Selain itu, madu ini sebagai oleh-oleh kepada sanak saudara yang berkunjung ke Kampung Waerebo atau dikirim kepada keluarga di Kota Ruteng dan Labuan Bajo.
Geliat kunjungan wisatawan asing dan nusantara dari hari ke hari ke Kampung Waerebo membuat masyarakat di kampung itu memperkenalkan produk-produk lokal, yang salah satunya adalah Madu Lebah Ruang.
Madu Lebah Ruang dari Waerebo, Kecamatan Satarmese Barat, Kabupaten Manggarai, Flores, NTT. (KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR)
“Yang beli madu Lebah Ruang adalah tamu asing dan nusantara yang berkunjung ke Kampung Waerebo. Madu ini memiliki khasiat yang baik untuk kesehatan karena langsung diambil dari dalam tanah,” jelas Ketua Lembaga Pelestarian Budaya Waerebo, Fransiskus Mudir kepadaKompasTravel, Sabtu (19/9/2015) di kampung adat Tololela, Desa Manubhara, Kecamatan Inerie, Kabupaten Ngada, di sela-sela Pergelaran Musik Tiup Tradisional Bombardom.
Mudir mengemukakan, hasil penjualan Madu Lebah Ruang mampu meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat di Kampung Waerebo. Selama ini hasil penjualannya Rp 16 juta.
Produk-produk lokal yang dikembangkan oleh masyarakat di Kampung Waerebo berkat kehadiran Yayasan Indecon (Indonesian Ecotourism Network) dengan program INFEST (Innovative Indigenous Flores Ecotourism for Sustainable Trade) yang didukung Uni Eropa yang memperkenalkan dan mempromosikan kepada jaringannya di luar negeri maupun di Indonesia.
“Yayasan Indecon dengan program Infestnya melakukan pendidikan pariwisata, promosi, pengembangan produk lokal, branding dan pembuatan kaos Waerebo serta membuat jaringan dengan kampung-kampung adat di Flores bagian barat dan tengah. Kehadirannya di Kampung Waerebo mampu mendongkrak pendapatan ekonomi masyarakat sebab selama ini produk lokal yang diambil dari alam dikonsumi oleh masyarakat itu sendiri. Namun, sejak mencuatnya nama Kampung Waerebo tahun 2003 ke mancanegara membuat produk-produk lokal memiliki nilai lebih untuk dijual kepada tamu asing dan domestik,” jelasnya.
Kunjungan wisatawan asing dan nusantara pada Januari-September 2015 ini berjumlah 2.700 orang. Sementara kunjungan tahun 2014 berjumlah 3.000 orang. Secara keseluruhan sejak tahun 2003 lalu, kunjungan wisatawan asing dan nusantara diperkirakan 20.000 orang.
Mudir menjelaskan, Kampung adat Waerebo yang berada di lembah ditempuh 4 jam perjalanan dari Denge. Kampung adat Waerebo yang berada di lembah itu diapit oleh tujuh gunung kecil. Ketujuh itu adalah Gunung Ponto Nao, Rega, Ulu Waerebo, Golo Ponto, Hembel, Polo, dan Poco Tonggor Kiria. Poco Tonggor Kiria berada di sebelah barat, Golo Ponto berada di sebelah Utara, Ponto Nao berada di antara Selatan dan Barat dan Gunung Hembel berada di bagian Timur.
Post a Comment Blogger Facebook