Madisa, seorang mantan jawara di Serang, Banten, yang kini bertobat dan meninggalkan dunia kejawaraannya. TEMPO/Darma Wijaya
Serang - Bulan suci Ramadan menjadi momen yang tepat bagi sebagian orang untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, dengan meningkatkan keimanan dan ketakwaan. Seperti yang dilakukan oleh mantan jawara asal Banten, yakni Madisa. Di masa mudanya, Madisa kerap keluar masuk penjara akibat tindak kejahatan yang pernah dilakukan. Madisa, warga Kampung Cirogol, Kelurahan Pengampelan, Kecamatan Walantaka, Kota Serang, kini sepenuhnya memilih untuk meninggalkan keduniawiannya. Selama bulan suci Ramadan Madisa banyak menjalani aktivitas di musala dekat rumahnya.
Sepintas, mungkin sosok pria yang kini genap berumur 55 tahun ini terlihat seperti pria tua pada umumnya. Tetapi lelaki yang akrab dipanggil Pak Disa oleh warga di sekitar tempat tinggalnya itu cukup disegani oleh pemuda sekitar dan rekan sebayanya.
Bahkan, Madisa, seorang kakek yang sudah mempunyai cucu dari anak-anaknya ini, namanya kondang, tidak hanya di wilayahnya, tetapi juga di kawasan Kompleks Soka Dua, Jakarta Utara. Di sana, dulu, ia menjadi bos parkir di wilayah tersebut.
Marsuta, Ketua Majelis Ulama Indonesia Kecamatan Walantaka, Kota Serang, yang mengenal sosok Madisa muda, mengungkapkan, di masa mudanya, Madisa adalah jawara yang sering berurusan dengan kepolisian. "Ketika menjadi jawara, nama Madisa cukup disegani," ujar Marsuta.
Madisa menceritakan bahwa dulu ia sering keluar masuk penjara karena kerap terlibat perkelahian dengan preman karena memperebutkan lahan pekerjaan. Akibat ulahnya, banyak pula bekas luka sabetan senjata tajam pada bagian tubuh Madisa. "Ini bekas luka, di kepala, dan di tangan," ujar Madisa, seraya menunjukkan bekas tangan di tangannya.
Bahkan ketika masih muda, Madisa mengungkapkan, ia juga aktif di organisasi pendekar yang dipimpin oleh ayah kandung Gubernur Banten nonaktif Ratu Atut Chosiyah, yakni Hasan Sohib.
Catatan hitam yang pernah ditorehkan Madisa, kini terhapus berkat kerja keras dan dorongan sang istri serta anak–anaknya, termasuk niat Madisa untuk kembali ke jalan yang benar. "Dorongan dari istri saya, yang membawa kesadaran saya kembali ke jalan yang benar," kata Madisa.
Sejak itulah tepatnya tahun 2001, Madisa lebih banyak menghabiskan waktunya dengan beribadah.
Berkat semangat dan niat Madisa untuk bertobat, kini Madisa fasih menghafal beberapa surat Al-quran. Madisa mengaku kini ia rajin berpuasa dibanding dengan ketika masih menjadi seorang jawara baik di Jakarta maupun di tanah kelahirannya sendiri. "Dulu puasa, ya, tidak seperti sekarang," katanya.
Dalam pengamatan Marsuta, yang juga tetangganya, saat ini Madisa adalah salah satu orang yang paling aktif dalam kegiatan majelis taklim. "Dia tidak pernah absen ke masjid," kata Marsuta.
Selama bulan suci Ramadan Madisa lebih banyak menghabiskan sebagian besar waktunya di dalam musala untuk mengerjakan salat, menjadi imam salat, mengaji, dan bertasbih. Menurut Madisa, ini dilakukannya untuk merenungi segala perbuatan yang pernah dilakukanya, memohon ampunan kepada Allah SWT, sekaligus untuk meningkatkan keimanan.
Kini Madisa menjadi salah satu pengurus yang aktif untuk pembangunan musala dekat rumahnya.
Madisa mengakui banyak sekali perbedaan menjalani ibadah puasa ketika dirinya masih menjadi seorang jawara yang disegani dan ketika dirinya sudah bertobat. Banyak ketenangan dan kebahagiaan yang didapat Madisa selama menjalani ibadah puasa khususnya bersama keluarga.
Menurut Marsuta, Madisa sering memberi nasihat kepada kaum muda untuk menjauhi perbuatan maksiat, seperti minum-minuman keras, berjudi, dan lain-lain.
Post a Comment Blogger Facebook