Negara di bawah kendali Pak Joko kelimpungan soal uang dalam arti duit sebenar-benarnya duit. Ini diawali ketidakpahaman Joko antara "dana" dan "anggaran".
Ingat optimisme Joko "Dananya ada, dananya ada" dalam Debat Pilpres tempo hari? Saat Prabowo meragukan berjalannya janji-janji Joko yang sangat surga telinga? Karena janji-janji tersebut hanya bisa diwujudkan dengan duit. Duit alias dana. Keraguan Prabowo dari mana sumber dana (lahir dari mana duitnya) hanya dijawab Joko dengan innocence "dananya ada, dananya ada".
Joko Widodo sepertinya tidak bisa membedakan dana dan anggaran. Karena apa yang dilakukan rezimnya sekarang adalah bukan melahirkan duit, tetapi hanya sekedar mengalihkan duit yang sudah ada dari satu pos ke pos yang menjadi fokus jualan kampanyenya. Alias: menganggarkan. Atau lebih jelasnya: hanya sebatas kebijakan anggaran belaka.
Anggaran subsidi BBM dibelokkan. Hasilnya, dianggarkan ke sektor lain. Dari kantong kiri, dipindah dan dikeluarkan dari kantong kanan.
Anggaran subsidi listrik, idem ditto.
Itu mungkin belum cukup, lumbung duit yang dilirik. Dana masyarakat yang terkumpul dalam sistem BPJS Ketenagakerjaan (dahulu Jamsostek), dilirik garuk juga. Masa pencairannya diperpanjang sampai 10 tahun. Untung saja kebijakan tahan duit ini langsung ditanggapi reaktif oleh "para pemilik hak langsung", yaitu para pekerja terutama mereka mereka yang sebentar lagi resmi atau sudah kena PHK. Jika duit bisa ditahan dalam sistem, artinya BPJS akan lebih lebih likuid. Artinya, ya dananya bisa menjadi semacam "stand by loan" yang sewaktu-waktu bisa dipakai rezim yang sedang berkuasa.
Dalam hal main anggaran seperti ini, Pak Joko hanya sebatas memanfaatkan "power to govern" yang dia dapat melalui kontestasi pilpres dulu. Hal mana, siapa pun Presiden RI ya otomatis punya power seperti itu.
Beda dengan yang ditawarkan Prabowo pada bangsa ini dulu: Kedaulatan atas sumber sumber daya alam kita sendiri. Ini berarti "power to reclaiming power". Apa maknanya kalau kita menguasai sepenuhnya SDA kita? Kita punya tambang duit. Kita punya pabrik dana. Kita tidak harus main pindah kantong anggaran. Kita malah bisa bikin kantong-kantong anggaran baru. Jangankan untuk menganggarkan pendidikan dan kesehatan gratis dengan sistem kartu. Tanpa kartu pun layanan tetap bisa kita terima. Anda sakit dan minta kamar VIP? Pemerintah malah bisa bikin anggaran untuk kasih anda kelas VVIP.
Eh, Pak Joko ternyata bisa juga bikin pabrik dana. Dengan cara menaikkan bea materai, premi BPJS kesehatan. Dapat duit tambahan dia. Tetapi, ngambilnya dari rakyat. Bukan dari sumber daya alam.
(Canny Watae)
Post a Comment Blogger Facebook