GuidePedia

0


Putus Pacar , Apa Harus Putus Silaturahmi?

Assalamualaikum wr.wb .. semoga tercurah rahmat dan pahala untuk situs ini .. saya mau bertanya bapak/ibu tentang hidup saya…begini ceritanya saya sebelumnya pernah pacaran dengan wanita dengan sepekerjaan selama 1 tahun ,dan selama itu pun banyak hal yang terjadi dan suatu saat pernah baca baca tentang pacaran ,dan inti dari semuanya pun menurut islam itu tidak diperbolehkan dan saya juga sadar pacaran itu hanya membawa negatif pada saya dan pada saat itu pula saya memutuskan untuk tidak pacaran dan memilih untuk sendiri, pacar saya pun marah kesal dengan keputusan saya .. dia mengatakan saya itu kejam ..

hingga sampai saat ini dia tidak mau bicara , sampai sampai saya sms , telepon dia pun tidak mau bicara … tapi saya harus gimana lagi saya pun merasa mempunyai sifat yang harus saya hilangkan ,, saya tidak punya pendirian …terkadang saya pun merasa iba dan ingin kembali pacaran karna jujur saya masih sayang dia ,,, saya tidak sanggup kalau melihatnya , saya merasa salah…. apa yang saya harus lakukan .. karna setiap saya bertemu pun saya tidak sanggup ,, apa saya harus buang jauh jauh … dan saat ini pun dia jadi negatif sama saya , seakan dia mau saya hilang dan seakan menganggap saya musuh …mohon bantuanya apa saya juga harus berhenti minta maaf dan memutuskan silatuhrahmi …

Dari Kurnia

JAWABAN:

Wa ‘alaikumus salam

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Salah satu diantara upaya setan untuk menggoda manusia adalah dengan membisikkan kata-kata indah, untuk menjadi alasan pembenar bagi maksiat yang dilakukan manusia.

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا

“Demikianlah Kami jadikan musuh bagi setiap nabi, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, mereka saling membisikkan kepada yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).” (QS. al-An’am: 112)

Dulu orang jahiliyah menghalalkan bangkai, yang itu jelas menjijikkan. Namun mereka beralasan, bangkai itu yang menyembelih Allah, mengapa dilarang?

Dulu orang jahiliyah membenarkan syirik, dengan alasan, andai Allah menakdirkan kami tidak syirik, kami akan tinggalkan kesyirikan. Karena dibiarkan syirik, bukti Allah setuju dengan syirik kami.

Orang pemuja kubur abad ini, mereka melestarikan syirik di kuburan wali, dengan dalih, mengagungkan orang soleh.

Ada wanita yang mengumbar auratnya, yang itu memalukan. Namun dia tega melakukannya karena alasan, tubuh ini anugrah yang layak untuk dibagikan.

Ada pejabat yang melegalkan khamr yang jelas membahayakan. Namun dia berasalan, tidak ada orang mati karena bir..

Dst… sejuta alasan lainnya yang itu sejatinya bisikan setan yang disampaikan kepada pasukannya.

Karena itulah Allah menyebut, godaan setan dalam menyesatkan manusia denganKhuthuwat as-Syaithan, langkah-langkah setan. Setan tidak mengajak anda untuk maksiat, hanya dengan satu langkah. Tapi dia menggiring kita sedikit demi sedikit, dalam tahapan yang kita mengira itu kebaikan.

Ada seorang ulama yang pernah menasehatkan,

إن الشيطان يأمر بسبعين بابا من أبواب الخير إما ليتوصل بها إلى باب واحد من الشر

Sesungguhnya setan menyuruh manusia untuk menuju 70 pintu kebaikan, agar menggiring mereka kepada satu pintu kejahatan.

Dan benar apa yang beliau sampaikan.
Pacaran Bukan Silaturahmi!

Mohon ini ditanamkan baik-baik di lubuk hati setiap muda-mudi yang dirundung asmara. Siapa yang bilang pacaran itu menjalin silaturrahmi??

Jangan-jangan sumbernya dari setan. Dia hendak memotivasi muda-mudi untuk mendekati zina dengan pacaran. Alasannya, untuk menjalin silaturahmi.

Jika anda memiliki prinsip semacam ini, berarti anda mempercayai tipuan iblis.

Makna Silaturahmi

Kata “silaturrahim” atau “silaturrahmi” [arab: صِلَةُ الرَّحِمِ] terdiri dari dua kata: silah, artinya hubungan dan rahim atau rahmi artinya rahim ibu, tempat janin sebelum dilahirkan. Sehingga yang dimaksud silaturrahim adalah menjalin hubungan baik dengan kerabat, sanak, atau saudara yang masih memiliki hubungan rahim atau hubungan darah dengan kita.

Dengan demikian, kata ini tidak bisa digunakan untuk menyebut hubungan yang dilakukan antar-tetangga, teman dekat, kolega bisnis, rekan kerja, apalagi pacar, yang mereka sama sekali tidak memiliki hubungan darah dan kekerabatan dengan kita. Namun sekali lagi, kata ini hanya khusus terkait jalinan hubungan antar-kerabat yang memiliki hubungan darah dan kekeluargaan. Demikian penjelasan al-Qadhi Iyadh (Taudhihul Ahkam min Bulughil Maram, 6/253).

Beberapa kasus, hubungan pertemanan antara lelaki dan wanita yang bukan mahram terkadang beralasan dengan kata ini ‘silaturrahmi’.

Ketika diingatkan, jangan pacaran, jangan melakukan komunikasi dengan lawan jenis yang bisa mengundang syahwat, alasannya, ‘Saya tidak ingin memutus silaturahmi.’

Masya Allah, mereka telah menjadi korban tipuan setan. Setan mengelabui hubungan haram atau minimal dapat mengantarkan kepada yang haram, dengan alasan ini seolah menjadi hubungan halal dan bahkan mendatangkan pahala: silaturrahmi.

Batasan-batasan keluarga yang wajib untuk dijaga hubungan silaturrahminya

Al-Qodhi Iyadh menjelaskan bahwa ulama berselisih pendapat tentang batasan keluarga yang wajib untuk dijaga hubungan silaturrahmi dengannya.

Pendapat pertama, setiap keluarga yang masih memiliki hubungan mahram. Dimana, andaikan dua keluarga ini yang satu laki-laki dan yang satu perempuan, maka tidak boleh menikahkan keduanya. Pendapat ini berdalil dengan hadis yang melarang seorang laki-laki untuk menikahi seorang wanita dengan saudarinya atau bibinya sekaligus. Karena hal ini bisa menyebabkan putusnya tali silaturrahim antara keduanya. Berdasarkan pendapat ini, maka sepupu tidak termasuk kerabat RAHIM. Karena sepupu halal dinikahi.

Pendapat kedua, semua keluarga yang memiliki hubungan kekeluargaan saling mewarisi, baik mahram maupun bukan mahram. Ini berdasarkan keumuman sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “(Yang berhak mendapat warisan darimu) adalah keluarga dekatmu, kemudian yang lebih dekat, dan yang lebih dekat.” pendapat kedua ini lebih benar, insyaa Allah (Taudhihul Ahkam min Bulughil Maram, 6:253).

Hati-Hati dengan CLBK

CLBK, cinta lama belum kelar, terkadang memicu episode berikutnya. Hingga janjian ketemu untuk melepas rindu. Sayangnya, layar telah terkembang, bahtera keluarga tengah berlabuh. Akan sangat berbahaya jika sampai tertabrak karang.

Anda tahu apa motivasinya?

Niatnya sih untuk silaturahmi??

Lupakan-lupakan. Ketika tidak ada harapan untuk bersamanya, ada seribu harapan untuk bersama yang lainnya. Jangan paksakan untuk menangkap buih yang terbang menghilang.

Ya begitulah.. Sayangnya saya tidak bisa memililhkan bahasa yang lebih melankolis.
Memutus Silaturahmi itu Dosa Besar!

Memutus silaturrahmi itu dosa besar. Bahkan ini kebiasaan orang munafik di zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah berfirman,

فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِنْ تَوَلَّيْتُمْ أَنْ تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ وَتُقَطِّعُوا أَرْحَامَكُمْ

“Apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?”

Karena cita-cita besar orang munafiq madinah, mengajak umat manusia untuk kembali kepada budaya jahiliyah.

Allah mengancam, orang yang memutus silaturahim akan diputus kesejahteraannya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan, bahwa rahim pernah mengadu kepada Allah, meminta perlindungan dari ‘terputus hubungan’. Kemudian Allah memberi jaminan,

أَلاَ تَرْضَيْنَ أَنْ أَصِلَ مَنْ وَصَلَكِ وَأَقْطَعَ مَنْ قَطَعَكِ . قَالَتْ بَلَى يَا رَبِّ . قَالَ فَذَاكِ لَكِ

Tidakkah engkau ridha jika Aku menyambung orang yang menyambungmu dan Aku memutus orang yang memutusmu?

Kata rahim, ‘Tentu ya Allah.’

Kemudian Allah berfirman, ‘Itu jatah untukmu.’ (HR. Bukhari 4830, Muslim 6682 dan yang lainnya).

Dari sini, kita hendak menggaris bawahi,

Jika menjauhi pacaran berarti memutus silaturahmi, berarti tidak pacaran statusnya dosa besar???

Karena itu, jangan lancang menyebut pacaran sebagai silaturahmi. Karena jika demikian, ketika anda menolak pacaran berarti anda menolak silaturahmi, dan itu dosa besar.

Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
Sumber

lanjutin di sini !

Post a Comment Blogger

Beli yuk ?

 
Top