Badan Narkotika Nasional (BNN) menegaskan bahwa I-Doser, sebuah aplikasi berbasis audio, tidak termasuk dalam golongan narkotika.
Penegasan ini muncul atas ramainya pemberitaan terkait aplikasi I-Doser, yang oleh berbagai kalangan disebut sebagai narkoba dalam bentuk digital (digital narcotic).
Dalam rilis persnya pada 13 Oktober 2015, BNN menyatakan, meskipun gelombang suara yan dihasilkan oleh I-Doser diklaim dapat memberikan sensasi seperti memakai narkoba oleh pendengarnya, I-Doser tidak termasuk dalam golongan narkoba.
Kesimpulan BNN berlandaskan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, yang menyebutkan bahwa “Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman sintetus maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.”
I-Doser adalah sebuah aplikasi untuk memutar konten audio, dengan tujuan untuk mensimulasi keadaan mental tertentu melalui penggunaan binauralbeats (nada binaural).
Dalam situs gelombangotak.com, disebutkan bahwa nada binaural adalah persepsi yang timbul di otak untuk rangsangan fisik tertentu. Efek ini ditemukan pada tahun 1839 oleh Heinrich Wilhelm Dove, dan memperoleh kesadaran publik yang lebih besar di akhir abad 20 didasarkan pada klaim bahwa nada Binaural dapat membantu mendorong relaksasi, meditasi, kreativitas dan keadaan mental yang diinginkan lainnya.
Namun, meski BNN telah menyatakan bahwa I-Doser bukan merupakan narkoba jenis baru, Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kementerian Kominfo) memutuskan untuk memblokir situs I-Doser. Keputusan ini diambil dalam Rapat Panel yang dihadiri perwakilan BNN, BP POM, OJK, Asosiasi Pakar (KADIN, ISOC, APJII) dan lainnya pada Jumat 16 Oktober 2015. Namun, menurut situs Kementerian Kominfo, pemblokiran situs I-Doser sendiri telah dimulai sejak Rabu (14/10).
Dalam rilis pers Kementerian Kominfo pada Jumat, 16 Oktober 2015, disebutkan bahwa rapat tersebut menghasilkan kesimpulan:
Situs i-doser menggunakan nama yang dilarang dan bersifat melanggar ketertiban Umum (dalam hal ini menggunakan istilah : kokain, marijuana, narkotika dan psikotropika lainnya) sesuai dengan pasal 5 UU Nomor 15 Tahun 2001;
Antara penamaan yang ditampilkan dengan produk yang dijual, tidaklah sesuai dengan yang sebenarnya sehingga terjadi penipuan (atau menyesatkan) yang membawa dampak kerugian jual-beli dan transaksi elektronik (UU ITE pasal 28 dan UU Perlindungan Konsumen).
Badan Narkotika Nasional (BNN) menegaskan bahwa I-Doser, sebuah aplikasi berbasis audio, tidak termasuk dalam golongan narkotika.
Penegasan ini muncul atas ramainya pemberitaan terkait aplikasi I-Doser, yang oleh berbagai kalangan disebut sebagai narkoba dalam bentuk digital (digital narcotic).
Dalam rilis persnya pada 13 Oktober 2015, BNN menyatakan, meskipun gelombang suara yan dihasilkan oleh I-Doser diklaim dapat memberikan sensasi seperti memakai narkoba oleh pendengarnya, I-Doser tidak termasuk dalam golongan narkoba.
Kesimpulan BNN berlandaskan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, yang menyebutkan bahwa “Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman sintetus maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.”
I-Doser adalah sebuah aplikasi untuk memutar konten audio, dengan tujuan untuk mensimulasi keadaan mental tertentu melalui penggunaanbinauralbeats(nada binaural).
Dalam situs gelombangotak.com, disebutkan bahwa nada binaural adalah persepsi yang timbul di otak untuk rangsangan fisik tertentu. Efek ini ditemukan pada tahun 1839 oleh Heinrich Wilhelm Dove, dan memperoleh kesadaran publik yang lebih besar di akhir abad 20 didasarkan pada klaim bahwa nada Binaural dapat membantu mendorong relaksasi, meditasi, kreativitas dan keadaan mental yang diinginkan lainnya.
Namun, meski BNN telah menyatakan bahwa I-Doser bukan merupakan narkoba jenis baru, Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kementerian Kominfo) memutuskan untuk memblokir situs I-Doser. Keputusan ini diambil dalam Rapat Panel yang dihadiri perwakilan BNN, BP POM, OJK, Asosiasi Pakar (KADIN, ISOC, APJII) dan lainnya pada Jumat 16 Oktober 2015. Namun, pemblokiran situs I-Doser sendiri telah dimulai sejak Rabu (14/10).
Dalam rapat tersebut disimpulkan bahwa:
1. Situs i-doser menggunakan nama yang dilarang dan bersifat melanggar ketertiban Umum (dalam hal ini menggunakan istilah : kokain, marijuana, narkotika dan psikotropika lainnya) sesuai dengan pasal 5 UU Nomor 15 Tahun 2001;
2. Antara penamaan yang ditampilkan dengan produk yang dijual, tidaklah sesuai dengan yang sebenarnya sehingga terjadi penipuan (atau menyesatkan) yang membawa dampak kerugian jual-beli dan transaksi elektronik (UU ITE pasal 28 dan UU Perlindungan Konsumen).
(Ilham Bagus Prastiko)
Post a Comment Blogger Facebook