GuidePedia

0
http://gispala.files.wordpress.com/2011/05/soe-hok-gie.jpg
Sebagai anak muda Indonesia pada masa sekarang sudah terlalu banyak di cekoki hal - hal yang terlalu naif bagi perkembangan jiwa. Mulai dari tayangan kekerasan dan aneka kerusakan moral di televisi, berita korupsi di berbagai media dan lain - lain. Masih adakah pemuda bermutu di negeri Indonesia ini yang masih bisa diteladani?


Kita pernah punya anak muda berkualitas yang layak dijadikan role model. Dia adalah pria keturunan Cina pribumi, bernama Soe Hok Gie. Walau sudah kembali ke pangkuan Tuhan pada tahun 1969, semua yang pernah dia lakukan masih sangat relevan untuk kita contoh hari ini. Dari Gie kamu bisa belajar tentang hidup yang sebenarnya. Dia punya otak, nyali, idealisme juga kisah cinta yang tak kalah manis.

1. Gie Mengambil Jurusan Yang Sesuai Rencana Dan Tidak Mainstream
Kamu baru mau kuliah? Mau ambil jurusan apa? Apakah kamu termasuk anak muda yang percaya jika jurusan yang bisa memberikan kehidupan yang baik itu hanya ada 3 di muka Bumi: Kedokteran, Teknik, dan Hukum? Gie akan memberikan kamu pandangan baru: kamu bisa berhasil jika mengikuti panggilan hati untuk menentukan jurusan.

Gie adalah mahasiswa Universitas Indonesia, Fakultas Sastra, Jurusan Sejarah. Bahkan sampai saat ini mahasiswa Jurusan Sastra masih sering dicemooh karena dianggap akan sulit mencari pekerjaan, bukan? Kecintaan Gie pada sastra tidak bisa dipisahkan dari kehidupan keluarganya. Ayahnya, Soe Li Pit adalah seorang novelis. Ia dan kakaknya ( budayawan, filsuf, dan dosen Australian National University Arief Budiman ) banyak menghabiskan waktu untuk membaca di perpustakaan umum sejak mereka masih kecil.


Semasa SMP, Gie sudah membaca buku langka karangan Pramoedya Ananta Toer yang berjudul “Cerita Dari Blora”. Masuk ke SMA, Gie memilih untuk konsisten menekuni jalur sastra. Ia masuk ke SMA Kolese Kanisius dengan mengambil Jurusan Sastra. Tidak peduli kakaknya masuk ke Jurusan Ilmu Alam yang lebih bergengsi.

Keberhasilan Gie menyuarakan opininya lewat berbagai esai kritis jadi bukti pentingnya menuruti panggilan hatimu. Tidak usah dengarkan apa kata orang kalau mereka bilang pilihan jurusanmu tidak akan bisa menghidupimu kelak. Mutiara akan tetap jadi mutiara kok, dimanapun dia diletakkan.

2. Selalu Menyatakan Keberpihakan
Gie tidak pernah memilih hidup di arena abu - abu. Ia selalu menyatakan keberpihakannya dalam setiap isu. Bahkan waktu SMP dia pernah tidak naik kelas karena berani mengungkapkan pendapatnya pada guru. Dihadapkan pada otoritas, Gie tidak menyerah. Karena merasa benar, ia memilih untuk pindah sekolah.

”Lebih baik diasingkan daripada menyerah pada kemunafikan”

Kutipan kata - kata Gie diatas memang benar - benar jadi pedomannya selama hidup. Semasa kuliah Gie jadi aktivis yang sangat vokal untuk menentang upaya hegemoni Orde Lama. Dia menggalakkan forum diskusi dan klub film di UI. Gie pun memilih untuk menulis bagi surat kabar yang beraliran kiri.

Keberanian Gie membuatnya jadi salah satu aktivis paling dicari pada masa pemerintahan Soekarno. Gie dianggap terlalu berani melawan penguasa. Bahkan ibu dan kakaknya tidak bisa memahami mengapa Gie harus segetol itu menunjukkan sikapnya yang berseberangan. Beberapa rekannya juga menjauh, karena enggan dianggap sama vokalnya. Gie tidak gentar menghadapi semua itu.

Soe Hok Gie dengan gagah menunjukkan keberaniannya. Tidak peduli apapun yang harus dihadapi, ia hanya enggan apatis. Baginya menyatakan keberpihakan adalah bentuk kebebasan hakiki dari penjajahan. Dalam hidup, seseorang memang harus memilih. Atau tidak akan menjadi apa - apa.

“Hanya ada 2 pilihan, menjadi apatis atau mengikuti arus. Tetapi aku memilih untuk jadi manusia merdeka.“

3. Mencintai Indonesia Dengan Mengakrabi Setiap Jengkal Tanahnya
Gie jadi salah satu pendiri Mahasiswa Pencinta Alam ( Mapala ) Universitas Indonesia. Salah satu kegiatan utama Mapala UI adalah naik gunung. Berbeda dari yang biasa dilakukan anak - anak muda sekarang, naik gunung buat foto - foto karena demam Film 5 cm – naik gunung di jaman Gie itu ibarat perang.

Gie (kanan), Herman Lantang dan Idhan Lubis

Belum ada trek yang jelas bagi pendaki. Tim pendakian harus memotong semak belukar untuk membuka jalur. Tidak ada keril yang ringan seperti sekarang. Mereka harus membawa ransel rangka alumunium bekas pengangkut barang tentara yang kasar dan berat. Alat - alat keselamatan seperti kantung tidur, webbing dan pakaian berlapis polar juga belum ditemukan.

Dalam catatan hariannya yang kemudian dibukukan dan kita kenal sebagai “Catatan Harian Seorang Demonstran” — Gie mengutip perkataan penyair Amerika Walt Whitman untuk menjelaskan mengapa ia dan kawan - kawannya perlu naik gunung:

“Now I see the secret of the making of the best person. It is to grow in the open air and to eat and sleep with the earth”

Gie memang sangat mencintai alam. Dia bahkan khusus menulis sajak bagi Lembah Mandalawangi di Gunung Pangrango. Bagi Gie, tidak akan ada kecintaan yang timbul tanpa pernah menginjakkan kaki di atasnya. Slogan - slogan manis tentang cinta tanah air adalah omong kosong baginya. Kata Gie,

“Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi dan slogan - slogan. Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal obyeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung.”

Kamu yang udah traveling keliling Eropa tapi belum pernah menginjakkan kaki di Mahameru, malu gak kalau menilik apa yang sudah dilakukan Gie?

4. Menghadapi Patah Hati Dengan Elegan
Walau terkesan gahar sebagai aktivis yang keras menyuarakan kepentingan rakyat, ternyata Gie punya sisi manis yang tetap dekat dengan sastra. Tidak hanya pandai menulis esai opini, ia pun pandai menyusun rima dalam kata - kata. Yup, siapa sangka pria se - lakik Gie ternyata adalah seorang penyair?

Illustrasi Kisah Cinta Gie

Puisinya, “Sebuah Tanya” barangkali jadi salah satu potongan sajak yang paling dikenal oleh anak muda masa kini:

“apakah kau masih akan berkata kudengar derap jantungmu kita begitu berbeda dalam semua kecuali dalam cinta”

Masih kurang romantis? Ayo kita baca puisi Gie yang ditulis pada tahun 1969:

“Tapi aku ingin mati di sisimu, manisku

Setelah kita bosan hidup dan terus bertanya - tanya

Tentang tujuan hidup yang tak satupun setan yang tahu

…… kita tak pernah menanamkan apa - apa, kita tak ‘kan pernah kehilangan apa - apa”

Puisi tersebut konon ditulis Gie pasca galau karena bingung bagaimana harus mengungkapkan perasaan pada Ker ( Kartini Sjahrir ). Kisah cinta Gie memang agak misterius. Dia dikenal banyak memiliki teman dekat wanita, namun hanya Ker lah yang membuat Gie bimbang. Pada akhirnya Gie tidak pernah mengungkapkan perasaannya pada Ker. Teman dekat Gie, Ciil ( Sjahrir ) yang justru menikah dengan Ker.

Ker, Cinta Lama Gie

Gie menunjukkan bahwa tidak semua perasaan harus diungkapkan ke publik. Ia memilih menyimpan rasa yang paling privat itu untuk diri sendiri dengan menuangkannya lewat sajak.

“Yang paling berharga dan hakiki dalam kehidupan adalah dapat mencintai, dapat iba hati, dapat merasai kedukaan”

Pernah merasakan cinta yang dalam dan tulus sudah cukup bagi Gie. Tidak bisa mendapatkan balasan yang diharapkan juga dihadapinya dengan gagah dan tidak menye - menye. Kalau Gie masih hidup sampai era Twitter, kamu tidak akan mendapati tweet galau dari akunnya. Alih - alih nge-tweet galau, patah hati justru bisa diraciknya jadi kata - kata puitis nan manis.

5. Mati Terhormat
Entah ada hubungannya atau tidak dengan kematian dramatisnya di Gunung Semeru, semasa hidup Gie memang dikenal ingin mati muda. Dalam “Catatan Seorang Demonstran” Gie menunjukkan bahwa ia sepakat dengan perkataan seorang filsuf Yunani:


Puncak Mahameru
“nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan tersial adalah umur tua”

Gie meninggal saat mendaki puncak Mahameru, puncak tertinggi Pulau Jawa tepat sehari sebelum ulang tahunnya yang ke 27 tahun. Kematian Gie hingga saat ini belum bisa ditentukan secara pasti penyebabnya.

Ada yang mengatakan bahwa Gie meninggal karena menghirup gas beracun dari kawah Jonggring Saloka, Semeru. Ada pula yang berpendapat bahwa kematian Gie memang telah direncanakan. Agar ia tak lagi merecoki pemerintahan Soekarno dengan kritik pedasnya.


Makam Gie
Gie memang sudah pergi. Namun semangat dan perjuangannya akan terus terkenang di hati. Gie adalah bukti bahwa Indonesia pernah punya anak muda yang gigih memperjuangkan keyakinan dan mimpi. Dibalik carut marut negeri, ibu pertiwi pernah melahirkan pria sebaik Soe Hok Gie. Bukan tak mungkin Gie - Gie lain akan segera lahir kembali, dari kita.

“Selamat jalan, Gie. Cita - citamu untuk mati muda telah tercapai. Berbahagialah, dalam ketiadaanmu”

Post a Comment Blogger

Beli yuk ?

 
Top