Kau ini bagaimana?
Kau larang aku fanatik pada pendapat ulama mazhabku, tapi kau sendiri yang fanatik kepada pendapat ulama mazhabmu.
Namun jika pendapat ulama mazhabmu berbeda dengan pendapat tiga ulama mazhab yang lain maka kau bilang, “Kita harus mengikuti dalil; karena kebenaran tidak berada dalam pendapat mayoritas.”
Kau ini bagaimana?
Kau bilang demokrasi haram, produk demokrasi haram, pemilu haram, tapi pemerintah yang terpilih dari produk haram itu kau anggap sebagai ulil amri yang tidak boleh sama sekali dikritik entah terang-terangan atau tersembunyi.
Kau ini bagaimana?
Kau bilang berfoto itu haram, tapi kau pampang foto-fotomu di facebook dan twitter.
Kau bilang musik itu haram dan mendengarkannya juga haram, tapi kau sendiri yang mendengarkan musik-musik barat dengan alasan belajar bahasa inggris di tempat kursusmu.
Kau ini bagaimana?
Kau bilang aku harus belajar hadits kepada ahlinya, tapi kau sendiri mempelajari hadits secara otodidak.
Kau bilang dosen-dosenku tak berilmu karena mereka berbeda mazhab denganmu, tapi kau sendiri juga tak pernah berguru kepada seorang ulama pun.
Kau ini bagaimana?
Kau bilang tidak boleh memvonis seseorang itu mati syahid dan sudah pasti masuk surga, tapi kau sendiri yang mengatakan bahwa ulama madzhabmu yang meninggal sudah pasti masuk surga.
Kau bilang juga tidak boleh memvonis seseorang itu mati dalam keadaan berbuat zhalim dan pasti masuk neraka, tapi kau sendiri yang mengatakan bahwa ulama yang bukan mazhabmu masuk neraka.
Kau ini bagaimana?
Kau bilang jangan mengungkit-ungkit kesalahan orang yang telah meninggal dunia karena urusannya terserah kepada Allah, tapi kau sendiri mengungkit-ungkit kesalahan ulama yang bukan mazhabmu.
Kau ini bagaimana?
Kau bilang peringatan hari ulang tahun proklamasi sebuah negara adalah bid’ah karena bertentangan dengan syariat Islam; tapi kau sendiri mendukung peringatan hari jadi negara ulama mazhabmu dengan dalih itu hanya sekadar kebiasaan.
Kau ini bagaimana atau aku yang harus bagaimana?
Kau larang aku fanatik pada pendapat ulama mazhabku, tapi kau sendiri yang fanatik kepada pendapat ulama mazhabmu.
Jika ada permasalahan agama yang mana pendapat ulama mazhabku berbeda dengan pendapat tiga ulama mazhab yang lain maka kau bilang, “Kita harus mengikuti pendapat mayoritas ulama.”
Namun jika pendapat ulama mazhabmu berbeda dengan pendapat tiga ulama mazhab yang lain maka kau bilang, “Kita harus mengikuti dalil; karena kebenaran tidak berada dalam pendapat mayoritas.”
Kau ini bagaimana?
Kau bilang demokrasi haram, produk demokrasi haram, pemilu haram, tapi pemerintah yang terpilih dari produk haram itu kau anggap sebagai ulil amri yang tidak boleh sama sekali dikritik entah terang-terangan atau tersembunyi.
Kau ini bagaimana?
Kau bilang berfoto itu haram, tapi kau pampang foto-fotomu di facebook dan twitter.
Kau bilang musik itu haram dan mendengarkannya juga haram, tapi kau sendiri yang mendengarkan musik-musik barat dengan alasan belajar bahasa inggris di tempat kursusmu.
Kau ini bagaimana?
Kau bilang aku harus belajar hadits kepada ahlinya, tapi kau sendiri mempelajari hadits secara otodidak.
Kau bilang dosen-dosenku tak berilmu karena mereka berbeda mazhab denganmu, tapi kau sendiri juga tak pernah berguru kepada seorang ulama pun.
Kau ini bagaimana?
Kau bilang tidak boleh memvonis seseorang itu mati syahid dan sudah pasti masuk surga, tapi kau sendiri yang mengatakan bahwa ulama madzhabmu yang meninggal sudah pasti masuk surga.
Kau bilang juga tidak boleh memvonis seseorang itu mati dalam keadaan berbuat zhalim dan pasti masuk neraka, tapi kau sendiri yang mengatakan bahwa ulama yang bukan mazhabmu masuk neraka.
Kau ini bagaimana?
Kau bilang jangan mengungkit-ungkit kesalahan orang yang telah meninggal dunia karena urusannya terserah kepada Allah, tapi kau sendiri mengungkit-ungkit kesalahan ulama yang bukan mazhabmu.
Kau ini bagaimana?
Kau bilang peringatan hari ulang tahun proklamasi sebuah negara adalah bid’ah karena bertentangan dengan syariat Islam; tapi kau sendiri mendukung peringatan hari jadi negara ulama mazhabmu dengan dalih itu hanya sekadar kebiasaan.
Kau ini bagaimana atau aku yang harus bagaimana?
Penulis : Yum Roni Askosendra
Pengurus Pusat KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia)
Lihat yg lebih 'menarik' di sini !
Follow @wisbenbae