GuidePedia

0
Gersang.

Kata itulah yang pertama keluar dari pikiran saya ketika sang kapten berkata bahwa dalam beberapa menit kita akan mendarat di bandar udara internasional. Ya, pemandangan hanya menyuguhkan hamparan coklat dengan sedikit sentuhan hijau di beberapa titik yang terlihat dari dalam pesawat. Apakah ini karena musim panas yang sedang menghampiri? Saya diperingatkan bahwa cuaca akan sangat panas saat ini.


Perjalanan kali ini membawa saya ke Phnom Penh, Kamboja, kota yang akan saya kunjungi selain Siem Reap. Selain terkenal dengan candi-candi indah luar biasa yang tersebar di seluruh penjuru negeri, Kamboja juga terkenal dengan masa lalunya yang kelam. Phnom Penh memiliki beberapa bukti sejarahnya.


Kendaraan Umum di Pnomh Penh


Mengutip Lonely Planet, “Sedikit seperti New York,” Phnom Penh adalah sebuah kota yang sedang berkembang, kotanya rapi tertata dalam blok-blok, dan dilengkapi penunjuk jalan yang jelas. Walaupun bangunannya hampir 90 persen didominasi oleh deretan rumah toko (ruko), namun satu hal yang amat sangat mencolok mata saya adalah banyaknya mobil mewah lalu-lalang. Teman saya bilang, masyarakat Phnom Penh masih menomorsatukan citra, maka penampilan dan gaya adalah yang pertama ditonjolkan.


Sungai Tonle Slap di Malam Hari


Agenda hari pertama diisi dengan menghadiri sebuah pesta makan malam di atas perahu sambil mengarungi Sungai Tonle Slap pada gemerlap malam, dalam rangka menyambut tahun baru Khmer bersama teman saya dan koleganya. Sebuah pesta kecil yang menunjukkan keramahan orang-orang Kamboja, dipadu dengan santap malam prasmanan serta pantulan lampu-lampu dari bangunan ruko sepanjang Sungai Tonle Slap adalah satu kenikmatan tersendiri bagi saya pada malam pertama di kota Phnom Penh.


Kamboja memiliki bagian masa lalu yang suram. Hanya membutuhkan waktu 15 menit dari hotel sampai ke sebuah museum yang bernama “Tuol Sleng”. Dari luar, bangunan ini hanya terlihat seperti sekolah biasa, sampai akhirnya pandangan saya tertuju pada sebuah plang dengan tulisan “The Victim’s Grave” tepat di depan gedung. Suasana hati ini langsung berubah. Memasuki gedung pertama, saya langsung disambut dengan ratusan bahkan ribuan foto para tahanan penjara rahasia Pol Pot ini. Tahanan terdiri dari bayi hingga dewasa, laki-laki hingga perempuan. Foto-foto menampilkan kisah ketika masih hidup sampai mereka mati di penjara. Saya banyak kehilangan kata-kata.


Ruang Penyiksaan di Museum Tuol Sleng, Phnom Penh


Masih berada di Tuol Sleng, pada gedung lain, terdapat ruangan dengan tempat tidur tempat mereka disiksa dan dibiarkan mati (lengkap dengan fotonya), ruangan-ruangan sel kecil yang hanya berukuran satu kali dua meter, hingga ilustrasi bagaimana para tentara Pol Pot menyiksa para tahanan. Hanya ada tiga orang yang selamat dari penjara ini, dan beruntung saya bisa bertemu dengan dua dari tiga orang yang selamat tersebut. Seringkali saya hampir meneteskan air dan hanya bisa terdiam. Kenapa mereka tega melakukan semua ini? Apa yang ada di pikiran orang-orang itu ketika mereka melakukannya? Dua pertanyaan tersebut terus berputar dalam otak saya. Mengunjungi museum Tuol Sleng ini mengingatkan saya kepada kunjungan saya ke museum Lubang Buaya pada waktu saya masih sekolah dasar. Permasalahan masa lalu yang menjadi kenangan pahit yang selalu patut disorot dunia, karena menyangkut kejahatan terhadap kemanusiaan.



Melengkapi pengalaman masa lalu yang kelam dari Kamboja, saya melanjutkan perjalanan ini ke “Killing Fields of Choeung Ek”, sebuah tempat yang berlokasi sedikit di luar kota Phnom Penh, kurang lebih 15 km jauhnya. Tempat ini adalah lokasi eksekusi tahanan dari penjara S-21. Bangunan stupa tinggi menyambut saya dari kejauhan. Di sini, saya bisa melihat cekungan-cekungan tanah tempat para korban dikubur massal setelah dieksekusi. Sobekan baju, serpihan tulang, dan gigi manusia masih bisa saya temukan berserakan di tanah. Semua tersebar di mana-mana. Bukan hanya itu, saya juga bisa memasuki bangunan stupa berisi kurang lebih 5000 tengkorak para korban yang dikuburkan di sekitar lahan pembunuhan massal.


Korban Genosida di Killing Fields of Choeung Ek


Benar-benar sebuah pengalaman yang menguras habis emosi saya. Para pengunjung yang datang seakan otomatis tidak dapat berkata-kata, hanya kadang terdengar berbisik dengan teman-temannya untuk mengutarakan perasaan mereka.


Perjalanan pulang saya dari tempat ini ini berakhir dengan hening. Ketika saya bertanya kepada seorang teman dia hanya bisa menjawab, “Manusia memang mahluk paling aneh!”.


Destinasi terakhir yang menjadi penentram duka atas kunjungan Tuol Sleng dan Killing Fields of Choeung Ek adalah Royal Palace dan Silver Pagoda. Terletak 500 meter dari tempat saya menginap, ini adalah tempat terakhir yang saya kunjungi di Phnom Penh. Royal Palace bagi saya adalah sebuah taman besar yang terawat dan sangat rapi. Kemegahan Throne Hall membuat saya terkagum-kagum dengan semua perhiasan dan keindahan interiornya. Silver Pagoda, yang dinamakan demikian karena lantainya yang terbuat dari perak membuat batin saya kembali tenang. Terlebih ketika saya menemukan patung-patung Buddha yang tersenyum, ketenangan ini semakin menghibur. Kebetulan, ketika saya mengunjungi Royal Palace, raja sedang berada di dalam istana. Hal ini secara tidak sengaja saya ketahui dari penjelasan sang pemandu wisata yang berkata ketika bendera sedang berkibar tinggi di tiang berarti sang raja sedang berada di dalam Istana. Sayang, saya tidak sempat bertemu dengan beliau (tentu saja!).


Dua hari berada di kota Phnom Penh cukup membuat saya tersesat ke dalam ruang dan waktu. Kota yang berkembang dengan pesat (terlepas dari bangunan-bangunan yang masih berasal dari dekade 1970-an), banyaknya mobil mewah yang berseliweran, kemegahan dari Royal Palace, semua ini masih terasa nyata dan membawa saya terbang ke masa lalu terutama bagiannya yang kelam. Sempat bercanda meminta teman saya untuk menyebutkan tiga kata yang dapat meggambarkan Phnom Penh, dan dia pun menjawab: Tidak Seimbang, Terbagi, dan Egois. Sementara bagi saya pribadi, Phnom Penh adalah: Berkembang, Kelam, dan Muda.


Bagaimana dengan Anda?
http://feedproxy.google.com/~r/ranselkecil/~3/1hN4_TQRDdc/memupuk-persahabatan-di-las-vegas

Post a Comment Blogger

Beli yuk ?

 
Top