Cerita dimulai pada saat Bang Doris menuliskan ajakan mendaki Gunung Arjuno di grup FB Geng Gong Gunung Gede atau 4G. Pendakian akan diadakan pada saat liburan panjang diakhir Maret karena ada libur Nyepi dihari Seninnya. Awalnya ia hanya membuka kuota 10 orang aja namun karena banyaknya teman yang mau ikutan kuota ditambah hingga mencapai 20 orang
Jakarta, 28 Maret 2014
Cerita Menuju Stasiun Pasar Senen
Dan, setelah lama menunggu hari itu tiba, aku hanya bekerja setengah hari mengingat kereta Matarmaja yang akan membawa kami ke Malang berangkat dari Stasiun Pasar Senen jam 13.40. pukul 12.00 aku angkat keril dari kantor menuju Stasiun Pasar Senen. Dari Alamanda naik Koantas Bima 509 menuju perempatan Trakindo tempat dimana biasanya Kopaja P20 ngetem menunggu penumpang. Sampai di Trakindo, aku langsung naik Kopaja P20 AC yang dengan ongkos 5 ribu, lebih mahal 2 ribu dari kopaja biasa namun lebih nyaman dan cepat karena lewat jalur busway.
Awalnya Kopaja ini berjalan dengan normal hingga memasuki jalan Rasuna Said bertemu dengan sesama Kopaja P20 dan mulailah Fast n Furios ala Kopaja, saling salip – salipan sampai keril ku yang berdiri terjatuh dan ibu – ibu yang berada didalamnya berteriak takbir, Allahu Akbar
Jam 13.20 akhirnya aku sampai di Stasiun Senen, ku telpon Bang Dor menanyakan posisi kumpulnya teman – teman, katanya disekitaran Dunkin Donuts, langsung aku kesana dan berjumpa dengan sekumpulan pendaki, aku bertanya pada mereka ternyata bukanlah rombongan ku karena mereka hendak ke Gunung Merbabu. Terus mencari dan akhirnya ketemu.
Jam 13.30 akhirnya ketemu Bang Dor yang langsung menyerahkan tiket yang baru saja dicetaknya ke masing – masing orang sesuai dengan namanya. Kami langsung mengantri beruntung tidak salah peron karena ada beberapa orang yang salah peron.
Kereta Berangkat, Boi
Jam 13.40, kami sudah berada di bangku kami masing – masing dan jugijag gijag gijug kereta berangkat. Sambil menikmati perjalanan ini kami saling berkenalan, didepan ku ada Sulthon pria berkacamata yang sepertinya tak banyak bicara, disebelah ada Om Ferdinan yang kalo aku tanyakan ke pantai ini ke pulau itu sudah belum? Maka ia akan menjawab “Sudah”. Ada juga Geng Bogor yang terdiri dari Ridwan, Nunus, Egon. Terus dibangku lainnya ada 4 srikandi mereka adalah Teh Sari, Teh Ria yang waktu itu sibuk membaca literatur berbahasa Inggris untuk bahan kuliahnya, Teh Lulu yang sealmamater dengan abang ku, Biologi IPB dan si Uchu. Sesekali Om Yoyo si pengusaha “De Pempek” yang duduk digerbong belakang datang dan menambah ceria perjalanan ini dengan candaannya.
kenalan baru di kereta:
Sampai di Malang,Boi
Malang, 29 Maret 2014
jam di stasiun:
Jam 06.50, akhirnya kereta sampai di Stasiun Malang. Yah seperti biasa lah, anak – anak jaman sekarang baru nyampe dah pada foto – foto tuk diupload di media sosialnya. Kemudian kami keluar dari stasiun mencari sarapan sembari menunggu rombongan yang dari Bandung. Kami sarapan di warung soto Basket namanya entah apa maksud dari yang punya warung menamakan Basket untuk sotonya. Harga seporsi Soto, Rawon disini murah banget Cuma 9 ribu. Disaat yang lain sedang asik mengisi perutnya dengan soto atau rawon, Bang Doris sedang sibuk mengurus angkot yang bisa di charter, sebenarnya kalo mau mudah bisa aja charter elf namun karena sedang long weekend maka harga yang ditawarkan mahal katanya 1,7 juta per trip. Akhirnya Bang Dor berhasil mendapatkan 2 angkot untuk disewa sampai ke Tretes dengan harga 200 ribu/angkot.
Jam 08.00, Depan Stasiun Malang
Akhirnya kami naik ke angkot yang sudah disepakati harganya itu, keril dimasukan kedalam, soalnya si sopir takut kalo ditaruh diatas karena gag bawa tali – tali untuk mengikat. Nah, jadinya bayangin aja tuh satu angkot diisi dengan 10 orang plus keril didalamnya.
angkot sewaan:
Disela – sela perjalanan si sopir angkot menceritakan pengalaman – pengalamannya mengantarkan pendaki baik itu ke Tumpang, Tretes atau Lawang, dan beliau juga menyarankan kami melakukan “putus gunung”, hah apaan tuh putus gunung? Putus gunung itu ialah suatu istilah yang digunakan untuk pendakian dimana jalur naik dan turun menggunakan jalur berbeda. Jadi kalo kita mendaki naiknya via jalur Tretes maka pas turun kita melalui jalur Lawang. Entah mengapa sepertinya kami terpengaruh dengan ide bapak sopir itu.
Kami sempat berhenti disebuah minimarket tepi jalan tuk membeli logistik yang dirasa masih kurang. Agak lama juga berhentinya.
Sampai di Tretes, boi
Pos Jaga Taman Wisata Alam Tretes
Setelah sekitar 2 jam-an di angkot akhirnya sampai juga di pos ijin pendakian Tretes. Lokasinya ini persis diseberangnya Hotel Tanjung Plaza. Tim Surabaya yang akan menjadi pemandu kami sudah tiba disana sedari pagi. Ada 4 orang, Mas Oky, Mas Andri, Mas Novan, dan Frida dengan mata ala gotiknya.
Lokasi Pos Ijin Pendakian:
Sekitar 2 jam-an kami disini untuk bersih diri walau hanya sekedar membasuh muka dan gosok gigi, makan siang, shalat zuhur yang di jamak dengan ashar dan yang tak kalah penting kembali menyusun isi keril supaya nyaman di punggung.
Pendakian pun dimulai
Pos Jaga Taman Wisata Alam Tretes
Akhirnya pendakian kami mulai, diisi dengan penjelasan jalur oleh Mas Oky setelah sebelum memulai pendakian lebih afdhol kita mulai dengan do’a.
briefing sekaligus berdoa:
Jam 13.20, Pos Pet Bocor
Kira – kira kami telah mendaki sekitar 50 menit, dari pos jaga tadi ke pet bocor dimulai dengan jalan yang sangat lebar namun mendaki terus, 50 menit itu juga diselingi dengan istirahat gag melulu jalan terus, kecuali bagi yang udah expert mendakinya.
awal mula jalur:
Di pet bocor ini ada warung kalo hari Sabtu dan Minggu. Oh iya, hati – hati di Pet Bocor soalnya masih banyak nyamuk disini gara – gara kamu malas bersih – bersih, lho ko malam nyanyi lagu arek cilik. Iya, benar. Disini banyak nyamuk DBD dengan seragam hitam putihnya yang siap mengisap darah anda. Jadi hati – hati kan gag keren turun mendaki malah kena DBD.
sampai di Pet Bocor:
Pos Pantau/pos Jaga Tahura R. Soerjo
Baru berjalan 15 menit udah break lagi, hahaha.. cuaca yang sangat terik membuat kami cepat sekali merasa haus. Kemudian gag lama di pos ini kita lanjutkan lagi perjalanan dengan jalur yang terus menanjak tiada bonus, oh iya jalur Tretes ini itu sudah jelas banget karena udah disusun – susun pakai batu guna memudahkan akses buat kendaraan sejenis Jeep atau Hardtop yang mengambil belerang hasil penambang.
Pos Pantau/Pos Jaga Tahura R. Soerjo:
jalurnya, bro:
Akhirnya ada jalan yang mendatar walau hanya beberapa meter, aku ingat di jalan datar itu dikanan kirinya berupa kebun pisang, dari sini Gunung Penanggungan sudah mulai mengintip dari belakang.
Jam 15.00, break 2
Sudah 2,5 jam kami berjalan terus menanjak dan kami pun istirahat disini (lihat foto aja deh)
Dan ini pemandangan yang disajikan ditempat kami istirahat.
pemandangan tempat kami istirahat:
Kemudian kami melanjutkan kembali perjalanan, terus terus terus menanjak. Sering kali kami break untuk sekedar minum atau kembali mengatur kembali napas yang sudah tersengal – sengal atau kami berhenti hanya untuk mengambil foto dengan latar Gunung Penanggungan atau miniatur Semeru itu,
Gunung Penanggungan:
Sudah lebih dari 3 jam kami berjalan tapi tidak juga berjumpa dengan Pos Kokopan. Sampai pendaki sekaliber Bang Dor pun mengeluh, hehehe..
Jam 17.25, Pos Kokopan
Alhamdulillah, sampai juga di Pos Kokopan, tempat yang lumayan luas dan bisa mendirikan beberapa tenda disana, dan yang wownya tuh disini kalo kita bermalam disini maka akan disajikan pemandangan kerlap kerlip lampu kota disertai dengan Gunung Penanggungan, keren banget euy.
pos kokopan:
Sama seperti Pet Bocor di Kokopan juga ada warung yang dijaga oleh seorang bapak tua yang menjual makanan berupa mie rebus dan gorengan, untuk minumannya ada teh hangat. Gorengannya serebu, teh manis 2 rebu. Kebayangkan gimana beratnya si bapak cari uang mengingat usianya yang tak lagi muda.
Di Kokopan terdapat sumber air yang melimpah yang bisa dijadikan air untuk minum masak dan berwudhu. Karena sudah memasuki waktu shalat maghrib maka kami pun shalat maghrib yang juga di jamak dengan Isya.
sumber air di Kokopan:
Setelah itu kami mengeluarkan logistik untuk dimasak buat makan malam, menu waktu itu berupa sarden dan nugget.
Setelah makan malam kami mendiskusikan kembali perjalanan ini, apakah mengejar 2 Gunung sekaligus Arjuno dan Welirang atau salah satunya saja. Akhirnya setelah ditimbang – timbang maka dipilihlah opsi hanya satu gunung saja mengingat kita berencana kembali melalui jalur Lawang. Kalau dipaksakan 2 Gunung sekaligus maka ditakutkan para peserta akan no drop eh itu mah merek cat, takutnya nge-drop.
Jam 20.00, Pos Kokopan, melanjutkan perjalanan
Pendakian di saat malam menurut ku lebih menyenangkan sebab tidak ada matahari yang menyengat, doeng.. ya iyalah, Herp banget ini mah. No, no, no I mean karena suasana gag panas jadi gag cepat haus, serta karena penerangan hanya berasal dari headlamp atau senter yang kita pakai maka kita akan fokus pada jalur serta karena gelap gag ada latar yang bisa dijadikan foto jadi pendakian bisa lebih cepat kecuali pendaki yang narsis habis yang masih moto – moto walau gelap. Ah sudahlah.
Pos Pondokan Menuju Puncak Arjuno
Pos Pondokan, 30 Maret 2014, jam 00.30
Akhirnya sampai juga di Pos Pondokkan setelah 12 jam berjalan dari pos Tretes!!! Gila, Ampun, treknya laki banget, itulah kira – kira ungkapan dari teman – teman setiba sampai di pos ini. Karena sudah sangat kelelahan kami gag mencari – cari lapak yang jauh dari gubug – gubug jerami tempat penambang belerang istirahat. Jadinya kami buat tenda persis didepan “gudang” belerang dan 2 tenda di belakang “gudang” itu. Kami baru selesai mendirikan tenda itu sekitar jam 01.30, dan setelah itu kami ke peraduan kami masing – masing, mengistirahatkan jiwa ke alam mimpi.
Pos Pondokan, 30 Maret 2014 jam 04.30
Dinginnya pagi membuat jiwa ku kembali ke dalam jasad, dan terbangunlah diri ku. Ternyata semalam hujan namun karena lelap dalam tidur gag terasa. Masih pagi sekali, belum ada teman – teman yang keluar dari tenda. Aku mencoba tidur lagi walau sulit karena dingin sekali pagi itu.
suasana Pos Pondokan:
Sekitar jam 06.00 banyak yang sudah terbangun dari tidurnya, dan satu per satu mengeluarkan peralatan masaknya. Berbagai jenis kompor dari kompor gas, kompor spirtus trangia dan parafin dijejerkan untuk digunakan masak. Begitu juga nesting kotak – kotak alias nesting yang biasanya tertulis huruf TNI, sudah dikeluarkan. Kami akan memasak dalam jumlah yang cukup besar, yang akan menjadi menu pagi itu, mie telur, telur dadar, sayur sop, sayur tumis, sosis, nugget dan tak ketinggalan si makanan primadona para pendaki, sarden.
Jam 09.40 makanan sudah siap semuanya, dipotonglah plastik hitam yang aslinya adalah trash bag sebagai wadah untuk makan bersama. Ini salah satu yang aku suka dari mendaki kegiatan mendaki gunung, kebersamaannya itu.
Dibagi menjadi 2 kubu, pro sarden dan anti sarden. Hahaha..
makan2 di Pos Pondokan:
Dan dalam hitungan beberapa menit makanan pun sudah berpindah ke perut masing – masing. Wow..
Jam 10.00, bremm bremm bremm.. waduh suara apakah itu, dan ternyata itu adalah Jeep/hardtop yang akan mengambil belerang di “gudang”. Dan karena semalam kami mendirikan tenda persis di depan “gudang” jadilah kami menghalangi pekerjaan mereka. Si sopir dengan sombong menekan gas sangat dalam sehingga membuat bunyi yang sangat pekik dan terdengar dooooor diakhirnya. Brreeemmmm… doooor… brrreeeemmm… doooorr.. kacau sekali suasana waktu itu. Teman – teman bahu membahu mengangkat tenda agar tidak menghalangi Jeep. Ada salah satu penambang yang menggunakan kostum yang sama dengan ku, MU. Ku coba menyapa dan tersenyum, tiada balasan, terlihat wajah masam dari mukanya. Aih, mungkin ini salah satu sebab yang kudengar mengapa para penambang dinilai kurang ramah kepada pendaki, karena pendaki dianggap menganggu pekerjaan mereka, atau kaminya saja yang sedang sial tidak berjumpa dengan penambang yang ramah???
Penambang datang:
Jam 11.15 setelah semua siap maka perjalanan menggapai Arjuno pun dilanjutkan, setelah foto keluarga dengan latar Pondokan kami memulai lagi pendakian hari itu.
foto bareng di Pos Pondokan:
Baris depan dipimpin oleh Mas Oky dengan pendaki yang berdengkulkan racing. Sedangkan aku, bang Dor, Teh Yanstri, Bang Asad, Om yoyo menjadi yang paling belakang.
pendaki barisan depan:
Berjalan dari pondokan, eh tunggu tunggu ada tanaman perdu yang mirip seperti tanaman di Oro – oro Ombo yang katanya lavender itu tapi bukan lavender. Habis foto – foto lanjut lagi.
avender2an di Pondokan:
Jam 12.00, Lembah Kidang
Tepat pada jam 12 siang kami sampai di Lembah Kidang, wah keren ini tempat dengan latar pohon pinus dan hijaunya rumput, terkadang kalo beruntung bisa melihat kijang yang melompat – lompat. Sayang kali itu kami tak melihatnya. Disini kami berjumpa dengan Mas Satrio yang merupakan anggota Kompass (Komunitas Pendaki Anak Sumbing Sindoro) dia telah menggapai Arjuno dan saat ini sedang kembali ke Pos Pondokan, walah. Dia udah duluan.
Lembah Kidang:
Jam 13.00, kami berhenti ditempat yang lapang untuk beristirahat, aku keluarkan roti tawar ku yang masih utuh dan selai kacang serta susu kental manis sebagai cemilan dan habis. Haha.. indahnya berbagi. Cukup lama istirahat disini, kemudian melanjutkan perjalanan lagi, jalurnya berupa batu – batu yang besar dan menanjak.
lewat jalur batu2 gede:
Jam 13.55, kami kembali istirahat dan aku berjumpa dengan tim yang paling depan, mereka sudah disini beberapa menit yang lalu. Aku dan teman – teman shalat zuhur dan ashar yang dijamak. Setelah itu lanjut lagi perjalanan.
istirahat lagi, boi:
Jam 14.55, bertemu dengan simpang dimana kalo ke kiri itu ke Gunung Arjuno sedangkan kalo ke kanan ke Gunung Kembar 1 dan 2 juga Welirang.
simpang Welirang dan Arjuna:
Perjalanan terus menanjak tiada habisnya, tiada bonus juga, dan sering kali kami jumpai pendaki yang sudah turun dari puncak, mereka meneriak kan kata “Semangat, semangat” “puncak sedikit lagi”, itu adalah sepenggal kata PHP, hahha.. karena puncaknya masih jauh!!! Waktu itu sudah jam 16.30 dan ada pendaki mengatakan bahwa kami baru akan sampai 2 jam lagi, “ya ampun, dapat apa kita di puncak jam segitu, hanya melihat gelap kah?”
Teh Yanstri sudah nampak kepayahan, akhirnya tiap kali Bang Dor sampai di akhir tanjakan, dia akan kembali lagi tuk mengambil kerilnya Teh Yanstri, luar biasa banget Bang Dor ini.
Kami terus berjalan, hingga akhirnya Joy dan Mas Oky menyusul kami, mereka membawa kerilnya The Yanstri, “ayo semangat sedikit lagi, setengah jam lagi, habis ini udah bisa nge camp”
Perjalanan dirasa berat dikarenakan kami membawa keril ke puncak, mungkin jarang orang yang putus gunung Tretes kemudian ke Jalur Lawang. Dalam tiap kali istirahat kami, kami melihat pemandangan lampu kerlap kerlip kota yang indah. Alhamdulillah, selama perjalanan ini cuaca sangat bersahabat.
Jam 19.30, akhirnya kami sampai di tempat dekat puncak, dimana ada 5 in memorial yang disusun – susun rapi, tadinya kami mengira itu adalah makam nyatanya hanya In memorial saja. Teman – teman yang sampai duluan sudah mendirikan tenda, dan berada dalam tendanya masing – masing, karena dekat dengan puncak maka angin disini sangat kencang walaupun sudah dihalangi oleh pepohonan namun tetap saja angin terasa menusuk hingga ke tulang.
Setelah mendirikan tenda, makan malam dengan menu mie telur dan minuman hangat kami pun tidur dengan lelapnya, sebenarnya gag bisa dikatakan lelap juga karena dinginnya itu pake banget. Aku hanya tertidur sampai jam 01.30 karena saking dingin susah banget mata ini terpejam, sudah dengan berbagai posisi tidak juga bisa melawan dingin
Selamat Pagi Puncak Arjuno!!!
Dekat Puncak Arjuno, 31 Maret 2014, Jam 04.30
Lho.. lho.. lho.. ada apa ini? Tenda terasa di goyang – goyang. Hei bangun – bangun, ayo bangun.. kami dibangunkan oleh Bang Doris, segera kami menyusun barang dan dimasukan ke dalam keril. Setelah semuanya beres jam 05.00 kami lanjutkan ke Puncak Arjuno yang sudah sangat dekat. Tapi sebelum ke Puncak sepertinya pemandangan dari sini sudah cukup untuk menikmati matahari terbit. Indah sekali rasanya, Alhamdulillah aku bisa melihat pemandangan yang seperti ini. Awalnya nampak ufuk dari barat, kemudian datang bola besar dengan cahaya kekuning – kuningan itu. Subhanallah, pemandangan ini.
sunrise di Arjuno:
Selain matahari terbit, pemandangan lainnya juga tak kalah indah, dan semua yang ada disini itu photoable alias bagus tuk dijadikan latar buat foto. Semisalnya kita menghadap ke depan adalah puncak Arjuno maka ketika ke kiri kita akan melihat kota Malang dan Pasuruan serta laut selatan, juga Gunung Welirang dan Penanggungan. Ke Kanan ada Gunung Panderman, dan si Gagah Mahameru!!! yang nampak terlihat seperti mengambang di atas awan.
pemandangan di sekitaran puncak:
Puncak Arjuno/Puncak Ogal Agil/Puncak Ringgit, 31 Maret 2014, Jam 06.10
Alhamdulillah, akhirnya aku dan teman – teman sampai di Puncak Arjuno atau ada juga yang menyebutnya puncak Ogal Agil atau Ringgit. Terbayar sudah pengorbanan ini. Keadaan puncak berupa batu – batuan berukuran besar sayang banyak sekali tangan – tangan jahil yang mencoret – coret di batu – batu itu untuk mencoba eksis bahwa mereka sudah berada disana.
Di puncak berkibar bendera merah putih, bendera kebanggan kita semua. Ada plang berwarna hijau bertuliskan Puncak Gn. Arjuno 3339 Mdpl. Saatnya kita mengabadikan foto disini, kelak ini akan menjadi kenangan yang tidak akan terlupakan.
foto bersama di Puncak Arjuna:
Aing ikutan ah:
Turun Gunung Melalui Jalur Tretes Today 15:51
Jam 07.30, saatnya kami turun. Sebenarnya masih betah di Puncak namun mengingat bahwa hari itu kami harus kembali ke Jakarta, tiket kereta sudah dibeli sebelumnya dengan jadwal jam 16.00, kalo kata mas Oky kita bisa mengejar kereta itu, karena jalur Lawang lebih pendek daripada Tretes, tapi sanggupkah kami?
turun dari puncak:
Jam 07.45, Simpang Jalur Lawang dan Jalur Purwosari
Awalnya perjalanan masih mudah, hehe.. banyak ku jumpai pendaki – pendaki lain yang hendak ke puncak, saat ini posisi berbalik, kami yang memberikan kata “semangat, sedikit lagi” kepada pendaki. Kebanyakan dari mereka nanjak dari jalur Purwosari.
Ku berjalan dan bertemulah simpang Jalur Lawang dan Jalur Purwosari, ada plang yang tertancap di pohon, kalo kita turun ke Lawang sedangkan kalo ke kiri ke Jalur Purwosari.
simpang Jalur Lawang dan Jalur Purwosari:
Jam 08.00, Alas Lali Jiwo
Sekarang aku sudah masuk ke hutan pinus atau bisa disebut Alas Lali Jiwo, katanya tempat ini adalah salah satu tempat yang angker di Gunung Arjuno. Melamun, berkata senonoh, berbuat mesum adalah hal yang pantang dilakukan disini.
Setelah hutan pinus atau Alas Lali Jiwo, kami memasuki bagian yang ditumbuhi tanaman perdu dan hati – hati karena kadang ada tanaman yang berduri. Pohon besar tidak lagi rapat sehingga panas matahari sangat terasa.
Jam 09.00, Pos 4 Nggombes.
Kami sampai di Pos 4 atau yang disebut Pos Nggombes. Agak lama istirahat disini, dan kami berjumpa dengan 2 pendaki dari solo dan pendaki dari Malang. Si pendaki dari Malang ini banyak ngomong, dan dari gaya bicaranya kurang menyenangkan tapi tetap kami dengar “kereta ko dikejar, mas. Ga bakal kekejar, paling sampean baru sampai di basecamp jam 3an” begitu katanya sambil dengan gaya tangan bertolak pinggang.
Pos Nggombes:
Jam 10.50, Pos 3 Mahapena
Kami sampai di Pos 3 atau yang disebut Pos Mahapena, disini tempatnya cukup buat 2 atau 3 tenda. Ada air juga disini yaitu berupa tadahan air hujan, jadi airnya gag jernih sedikit berwarna kehijau – hijauan. Air diambil oleh Joy dan Mas Oky untuk dijadikan air cadangan kalau – kalau persediaan air kami habis.
Pos Mahapena:
Dari pos 3 ini sudah nampak kebun teh dan tiang pemancar dimana tiang pemancar itu adalah yang dijadikan acuan, karena letak tiang pemancar itu ya dibasecamp. Jadi kalo semisalnya gag tau jalur tinggal ikutin aja tiang pemancarnya. Tapi what??? Itu artinya kami masih jauh dari basecamp!!!
Setelah pos 3 maka ada 2 pilihan jalur yaitu lewat punggungan Gunung Lincing atau melewati Sabana. Karena kami membawa keril maka melewati sabana walaupun lebih jauh namun itu lebih bijak daripada harus melewati Gunung Lincing yang curam itu.
Jam 11.45, Sabana
Kini kami sudah memasuki jalur dimana ditumbuhi rerumputan yang panjang setinggi dada orang dewasa. Tidak ada pepohonan yang rindang disini jadinya panas terik matahari sangat terasa. Jalur memang jelas, namun kadang tertutupi oleh tingginya rumput
sabana:
Akhirnya sabana ini berakhir, ada batu – batu besar dimana para pendaki istirihat disini. Begitu juga dengan aku, air ku kini tinggal seteguk lagi. Karena itu aku menunggu rombongan yang paling belakang kiranya mereka ada air. Hingga 15 menit aku menunggu mereka tak kunjung tiba, padahal aku nampak mereka sedang turun ke bawah, mungkin sedang istirahat. Karena kabut mulai turun dan badan mulai dingin karena tak bergerak ku langkah kan lagi kaki ku, dari batu – batu besar itu belok ke kiri masuk ke tanaman perdu lagi, dan jalur kurang jelas. Aku hanya mengikuti ikatan – ikatan tali yang terdapat pada pohon sebagai acuan ku.
Dan aku kebingungan karena ada 2 jalur, melipir ke kiri atau lurus. ah pilih jalan lurus sajalah. Dan benar sudah nampak pos 2 dan suara – suara orang. Alhamdulillah.. Alhamdulillah.. aku mulai semangat lagi jalannya. Dan jam 13.30 aku sampai di Pos 2, dan ternyata Bang Doris tidak jadi pulang ke Bandung. Karena sudah tidak mungkin lagi kekejar keretanya yang jam 12an.
Di pos 2 ini ada sumber air berupa sungai kecil tapi untuk kesana jalannya sangat curam, tapi Joy dan Rizal yang masih SMP itu dengan jiwa ksatrianya bersedia mengambil untuk kami.
Pos 2:
Air yang telah diambil itu cepat – cepat aku minum, rasanya tubuh ku kayak kompresor mobil yang kepanasan, sudah diisi air tapi masih terus terasa kering, minum lagi dan lagi. Inilah yang dinamakan dehidrasi.
Jam 14.00, akhirnya datang rombongan yang paling belakang Bang Asad, Teh sari dan Egon. Mereka membawa kabar kurang baik bahwa Om Yoyo sudah kelelahan di Batu – batu besar sabana itu dan meminta teman yang masih kuat untuk menjemputnya.
Jam 14.15, aku mulai lagi berjalan, kini aku ditemani oleh Arief Dwi seorang lulusan PENS ITS. Jalurnya kini berupa tanah yang terus menurun, aku mengingat seperti jalurnya waktu mengunjungi Baduy.
Ditengah perjalanan aku berjumpa dengan Kang Hendra dan Teh Yanstri, rupanya mereka juga tidak kekejar kereta ke Bandung. Aku terus berjalan hingga bertemu dengan simpang, untungnya ada secarik kertas yang dipasang oleh Mas Oky sebagai penunjuk jalan.
Akhirnya berjumpa dengan jalur kebun teh dan dengan penunjuk jalan dari Mas Oky itu aku sampai di Pos 1 atau Pos Kebun teh pada jam 15.00, ternyata teman – teman yang paling depan juga sedang beristirahat disini, nampak wajah kusut dan kelelahan dari wajah mereka. Kusut karena kami semua hampir dipastikan tidak mungkin mengejar kereta jam 16.00
Pos Kebun Teh:
berakhirlah jalurnya, selamat tinggal Arjuna:
Cerita Pulang Kembali ke Ibukota Today 15:53
Jam 17.00 Warung kebun Teh.
Akhirnya aku sampai juga disini, tapi ini bukan berarti berakhir, karena basecampnya bukan disini tapi harus turun lagi. Teman – teman yang sedari tadi sampai sudah menikmati hangatnya mie rebus dan nasi jagung.
Jam 17.30 satu per satu kami dijemput oleh Mas Andri ke basecamp, kalo jalan kaki lumayan juga. Kaki sudah sakit melangkah jika ke jalan yang turun, dari betis hingga ke paha. Sakit!!!
Jam 19.00 Basecamp
Alhamdulillah, kami semua kecuali Om Yoyo sudah sampai di Pos Perijinan Pendakian Jalur Lawang, bagaimana nasib Om Yoyo? Saat itu Joy dan Mas Andry yang menyusul om Yoyo dan dikarenakan om Yoyo sudah tidak kuat melanjutkan perjalanan malam itu, maka bereka beristirahat di Pos 2 dan melanjutkan pagi harinya. Joy memberi kabar bahwa sudah bertemu dengan Om Yoyo dengan selamat. Alhamdulillah.
Jam 23.00 rumah ibu si punya warung sebelah basecamp
Beberapa teman yang tidak mau menunggu pagi dan ingin pulang saat itu juga, telah berhasil menyewa mobil carry seharga 100 ribu sampai terminal Bungurasih, Surabaya. Mereka katanya ingin melanjutkan dengan kereta dari Jogja ke Bandung jam 8 pagi keesokan harinya. Hanya 7 orang yang pulang malam itu juga. Namun ku dengar kabar mereka tidak jadi naik kereta melainkan ngeteng hingga sampai ke tempatnya masing – masing
Pos Ijin Pendakian Jalur Lawang:
Rumah ibu si punya warung sebelah basecamp, 1 April 2014, Pagi Hari
Kami semua bergegas untuk mandi dan sarapan soto yang dibeli oleh bang doris dan bang asad.
Jam 08.00 Teh Yanstri dan Kang Hendra sudah pulang terlebih dahulu naik ojek ke jalan raya, dan melanjutkan ke Surabaya lanjut ke Jogja dan naik kereta Malabar sampai Bandung.
Tersisa 7 orang lagi yang masih di Lawang, aku, Sulthon, Bang Asad, Bang Doris, Ria, Joy dan Om Yoyo. Om Yoyo mengatakan dia akan beristirahat disana hingga pulih dan melanjutkan jalan – jalan ke Malang. Dan kami ber 6 pada jam 10.00 pamit pulang ke si ibu yang punya rumah itu sekaligus mengucapkan terima kasih yang banyak karena bersedia ditempati rumahnya semalam.
jam 13.00, Terminal Bungurasih
kami sampai di Terminal Bungurasih dan langsung ke loket Pahala Kencana yang sudah kami pesan dari Lawang tadi, untuk ke Jakarta dari Surabaya dikenakan biaya 260 ribu. Harga segitu sudah termasuk worth it lah.
Terminal Kampung Rambutan, 2 April 2014 jam 10.00
Kami pun sampai di Terminal Kampung Rambutan, dan disini berakhirlah cerita panjang Menggapai Arjuno 3339 Mdpl.
Dan terakhir, aku ingin mengucapkan terima kasih kepada Allah SWT yang telah memberikan ku daya dan kekuatan sehingga aku berhasil menggapai puncak Arjuno dan pulang dengan kondisi sehat dan selamat. Ibu yang telah memberikan ku izin mendaki, teman – teman seperjuangan yang luar biasa, Bang Doris yang telah membuat trip bersama ini. Teman – teman Surabaya yang menjadi guide kami. Ibu si punya warung yang bersedia memberikan tumpangan menginap semalam, dan masih banyak lagi.
Salam
Muhammad Catur Nugraha
Post a Comment Blogger Facebook