Dulu pada saat Rusia masih bernama CCCP atau USSR atau Soviet, rasanya mereka adalah negara yang sangat menyeramkan. Apalagi saya besar pada zaman Orba dimana komunis itu digambarkan sebagai “bahaya laten yang harus diberantas sampai ke akar-akarnya” (anjrit, bahasa gue Orba banget!). Belum lagi gambaran pasukan Rusia yang berjubah panjang dan peci tinggi berbulu. Atau “joke” yang mengatakan kalau mereka ngga bener, akan dibuang ke Siberia yang superdingin untuk kerja paksa. Sebagian besar film Hollywood pun menggambarkan orang Rusia sebagai musuh bebuyutan, apalagi film-film James Bond. Bahkan Lord Voldermort di film Harry Potter aja beraksen Rusia!
Apply visa turis ke Kedutaan Rusia pun salah satu yang teraneh syaratnya, karena harus dapat undangan dari pihak hotel atau travel agent yang sudah ditunjuk pemerintah Rusia. Peraturan aneh lagi adalah begitu tiba di Rusia, setiap tiga hari sekali atau pindah kota, turis harus mendaftarkan diri ke kantor imigrasi kalau tinggal di penginapan atau kantor polisi setempat kalau nebeng di rumah orang! Hadeuh! Tentunya semua ini nggak akan pusing diurus kalau kita jalan-jalan ikut tour yang sudah diurus travel agent di Indonesia sehingga semuanya jelas dan terdaftar, sayangnya saya cuma backpacker tanpa arah. Maka tak heran saya deg-degan setengah mati begitu mengantri di imigrasi bandara di Moscow, tapi ternyata tidak terjadi apa-apa. Saya cuma disuruh buka kaca mata untuk menyamakan foto paspor, lalu paspor dicap. Kalau kata buku Lonely Planet, lebih mudah masuk ke Rusia daripada keluar.
Yang bikin saya shock, begitu keluar dari airport Domodedovo ternyata semua petunjuk ditulis dalam bahasa Rusia dengan alfabet Cyrillic! Bertanya ke orang lokal pun percuma karena mereka tidak ada yang bisa bahasa Inggris. Berbekal petunjuk cara mencapai hostel dalam bahasa Inggris ternyata tidak cukup karena saya makin pusing ketika harus naik Metro. Nama stasiun, jalur, arah semuanya dalam bahasa Rusia! Saya melipir ke warung di stasiun KA untuk makan dan menenangkan diri. Sekali lagi saya shock, saya makan sepotong paha ayam panggang dan air putih botol seharga 310 Rubel atau hampir Rp 100 ribu – wah, bener berarti yang dibilang bahwa Rusia adalah negara mahal. Akhirnya saya menggunakan ilmu “cari 8 titik perbedaan” untuk menemukan nama stasiun dan jalur dalam alfabet Cyrillic ke dalam bahasa Inggris dan sampailah di hostel.
Kesan pertama sampai di Rusia, tidak seseram yang saya bayangkan. Malah lebih seram ketika dulu tahun 2006 pertama kali ke Vietnam. Orang-orang Rusia ya seperti orang Eropa pada umumnya, bermuka datar dan berjalan cepat saking dinginnya (saat itu suhu udara 4°C). Soal bahasa Inggris, ya hanya petugas resepsion hostel yang bisa berbahasa Inggris, tapi toh kami sukses ngiter-ngiter. Si Yasmin yang bodinya lebih kecil daripada saya tapi bawa ransel lebih gede daripada saya malah beberapa kali ditolong pemuda lokal untuk dibawakan saat naik tangga.
6 hari di Moscow dan 4 hari di Saint Petersburg memang tidak cukup untuk menggeneralisasikan Rusia, tapi saya hepi jalan-jalan di sana. Karena memang sengaja tidak ada persiapan untuk mempelajari negaranya, kami berjalan-jalan seadanya dan senemunya aja. Itupun tetap membuat saya kagum dengan sistem transportasi publik yang ekstensif, toilet umum yang bersih, dan orang-orang yang disiplin. Yang disayangkan adalah museum-museumnya yang keren tapi kurang informasi dalam bahasa Inggris. Saya juga tidak menyangka bahwa Rusia memiliki begitu banyak destinasi wisata berupa gereja-gereja yang supercantik, terutama Church of the Saviour on Spilled Blood, bahkan sebagian di antaranya masih digunakan warga lokal untuk beribadah.
Yang saya tangkap malah cewek-cewek Rusia cantik-cantik bak model, sementara cowok-cowoknya ya kayak di film-film Hollywood gitu deh. Surprisingly, banyak cewek merokok dan banyak cowok yang bau vodka. Beberapa kali saya menyaksikan cowok-cowok mabuk berantem di tempat umum, atau tiba-tiba jatuh di elevator saking mabuknya. Polisi yang banyak berkeliaran di tempat umum pun kerjanya jadi sering melerai perkelahian!
Anyway, kesan negara komunis atau negara bertirai besi benar-benar tidak terasa. Meski Red Square dan Kremlin namanya cukup intimidatif, ternyata merupakan tempat yang indah untuk dikunjungi, bukan tempat yang bikin deg-degan karena gambaran media.