AKSI menggugurkan kandungan atau aborsi di kalangan muda-mudi Bogor bukan lagi hal tabu. Aborsi menjadi solusi bagi pasangan bukan suami istri yang kecelakaan atau hamil di luar nikah. Namun dapat dipastikan, semua yang pernah melakukan aborsi selalu berakhir dengan penderitaan panjang. Seperti penuturan dua perempuan muda, sebut saja, Bunga (24), dan Veronika (21), belum lama ini.
Bunga adalah mahasiswi semester akhir di sebuah universitas di Ibukota. Beberapa bulan lalu, Bunga mengugurkan kandungan yang sudah berusia dua bulan, buah cinta terlarang dengan sang pacar. Atas saran teman, Bunga membeli obat jenis Cytotec Belinya di warung kelontong, di kawasan Roxy Jakarta Barat. Di sana juga ada obat-obat seperti penenang.
"Bisa lewat online juga, tapi harganya lebih mahal," tuturnya.
Saat membeli obat tersebut, Bunga mendapat anjuran pemakaian dari si penjual obat yang katanya sudah ahli soal aborsi. Dalam satu hari, Bunga diharuskan menghabiskan enam butir Cytotec dengan cara ditelan dan dimasukkan ke dalam kemaluannya. Cara yang terakhir ini cukup aneh. Karena proses memasukkan tablet Cytotec, harus dilakukan sembari melakukan hubungan intim layaknya suami istri. Rutinitas itu dilakukannya selama tiga hari, sesuai anjuran si penjual obat. Satu butir ditelan dan dua butir dimasukin. "Sambil melakukan (hubungan intim) dengan pacar saya," kata Bunga.
Dua hari menggunakan Cytotec, reaksi obat keras itu mulai terasa. Bunga merasakan sakit yang begitu dahsyat di perutnya. Seketika, darah kental keluar secara terus-menerus dari vagina, bersamaan dengan gumpalan-gumpalan daging.
"Sakit banget. Seperti mau mati. Keluar seperti gumpalan daging selama berkali-kali dalam satu hari penuh," ucapnya .
Kondisi ini juga terjadi di hari ketiga usai Bunga menggunakan Cytotec. Setelah gumpalan janin itu keluar, kurang lebih seminggu, terjadi seperti menstruasi yang lebih kental darahnya. Belakangan Bunga mengetahui, obat tersebut dapat membuat rahimnya kering dan sulit mendapatkan anak di kemudian hari. Pastinya menyesal. Tapi semua sudah terjadi, tutupnya.
Lain cerita, Veronika (21), juga nama samaran, menggugurkan kandungan yang berusia lebih dari dua bulan. Karena janin sudah besar, obat Cytotec tak lagi mempan. Veronika lantas berkonsultasi dengan dokter yang menyarankan agar dirinya melakukan kuret. Dokter tersebut menyebut penggunaan Cytotec pada usia kandungan yang sudah tua dapat mengakibatkan kista atau anak tetap terlahir tapi dalam kondisi cacat. Atas anjuran itu, Veronika lantas berkonsultasi pada sebuah klinik di bilangan Cikini, Jakarta Pusat. Di klinik ini, Veronika menggunakan cara kuret seharga Rp5 juta rupiah.
Dia menceritakan, proses kuret dilakukan dengan cara memasukkan sebuah alat yang terbuat dari logam ke dalam vagina. Alat itu lebih seperti mesin penghancur yang berputar saat berada di dalam. Setelah hancur, dokter menyedot daging-daging yang telah dihancurkan menggunakan mesin vakum.
"Saat itu tidak terasa sakit karena saya dibius. Tapi masih sadar dan bisa melihat, "bebernya.
Setelah selesai, Veronika mengaku merasa nyeri selama seminggu di daerah kewanitaannya. Bahkan beberapa kali dia mengalami pendarahan. Dalam sehari, akunya, bisa mengganti pembalut sebanyak 10 kali. Darah terus mengalir setiap ada pergerakan, kata dia.
Di Bogor, obat-obatan keras itu bisa didapat di sejumlah apotek dan toko obat di beberapa pusat perbelanjaan (mal). Salah satunya di sebuah mal yang berada di Jalan Juanda. Banyak muda-mudi Bogor yang membeli obat keras seperti Cytotec, Gynaecosid dan Cytosol di toko obat tersebut.
"Saya pernah beli Cytosol di mal tersebut. Empat butir harganya Rp140 ribu, cetus sumber . (rp8/c)
Post a Comment Blogger Facebook