Wisbenbae.blogspot.com. Pengesahan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK tinggal menunggu waktu. Dari 10 fraksi di DPR, hanya Fraksi Partai Gerindra dan Demokrat yang dengan tegas menolak.
"Bandul politik penolakan perubahan UU KPK sekarang ada di tangan Presiden Jokowi. Presiden Jokowi harus komit dengan janjinya dalam mendukung upaya penguatan KPK," kata Ketua Departemen Hukum Respublica Political Institut (RPI), Fathudin dalam keterangannya kepada redaksi, Senin (15/2).
Menurut Fathudin, Presiden Jokowi semestinya mengimbau dan mengajak partai-partai pendukung pemerintah untuk menolak perubahan UU KPK.
Jika hal itu tidak berhasil dan pembahasan antara DPR dan pemerintah terus berlanjut, maka Presiden Jokowi harus memastikan wakil dari pemerintah tidak memberikan persetujuan, sebagaimana Pasal 20 ayat (3) UUD 1945.
Dia mengatakan naskah perubahan UU KPK dari Badan Legislasi DPR meneguhkan adanya upaya pelemahan KPK.
Menurutnya, substansi perubahan UU KPK masih berkisar pada empat poin yang justru akan membonsai kewenangan KPK, yakni pembentukan dewan pengawas KPK, penyadapan dan penyitaan dengan izin dewan pengawas, pemberian wewenang bagi KPK untuk dapat menerbitkan SP3, serta pengangkatan penyidik independen.
Alumnus Magister Hukum dari Universitas Indonesia ini menyebutkan tiga dari empat poin tersebut jelas akan membonsai kewenangan KPK sebagai lembaga extra-ordinary dalam konteks pemberantasan korupsi.
Demikian pula, kata Fathudin, skema pengangkatan penyidik independen, Pasal 45 UU KPK sebenarnya sudah cukup untuk menjadi dasar KPK untuk dapat mengangkat penyidik independen sehingga revisi UU KPK tidaklah perlu dan mendesak.
"Undang-undang KPK memang bukan untouchable norm, namun UU KPK juga bukan sekedar black letter yang bebas dari sarat kepentingan. Justru sebaliknya, UU KPK justru kerap dibidik dan dijadikan objek kepentingan bagi pihak-pihak yang berkepentingan untuk mendifinisikan kekuasaan dan melanggengkan eksistensinya," tukas dia.
Post a Comment Blogger Facebook