wisbenbae

Cerita Perburuan Geisha di Gion

<div style="text-align: center;">
<div style="text-align: justify;">
Jalanan malam yang basah menyambut kedatangan kami di Gion, sebuah distrik di Kyoto yang terkenal dengan Geisha-nya. Hujan yang mengguyur Kyoto seharian, membuat kami pesimis bisa menjumpai Geisha malam hari itu. Hingga sebuah suara langkah kaki terdengar keluar dari gang kecil, bergerak mendekati kami.<br />
<br />
“Kuntilanaaaak!”<br />
<br />
“Bukan, walaupun mukanya putih dan make-up-nya tebal tapi kakinya napak kok.”<br />
<br />
“Syahriniiiiii!!”<br />
<br />
“Bukan, walaupun berjambul tinggi tapi dia gak bawa Lady Bag Dior.”<br />
<br />
Wanita dengan kimono cantik yang dikenakannya berjalan dengan cepat, di bawah payung tradisional khas Jepang yang digunakannya untuk berlindung di bawah rintik gerimis. Aura dari wanita tersebut membuat jantung kami berhenti selama beberapa saat, sebelum memompa darah kembali. Dan karena gerakannya yang cepat, kami tak memiliki kesempatan untuk mengambil gambarnya, ataupun berpikiran bahwa wanita itu merupakan paduan sempurna keanggunan khas Jepang dan betis Carl Lewis.<br />
<br />
“GEISSHAAAAAA!!!”<br />
<br />
…<br />
<br />
……<br />
<br />
Geisha, merupakan wanita penghibur khas Jepang — in a good way, commonly – yang dibekali dengan berbagai keahlian seperti menyanyi, memainkan alat musik, menari, menyajikan teh khas Jepang, hingga memerankan film Memoirs of a Geisha. Sejak abad ke-18, Geisha telah dikenal sebagai penghibur — walaupun, profesi Geisha pada awalnya diperankan oleh lelaki — untuk melayani para klien dengan keahlian mereka (menari, menyanyi, memainkan alat musik), yang lebih dikedepankan daripada – anggapan kebanyakan orang – sex service.<br />
<br />
Untuk menjadi Geisha — yang merupakan profesi paling elit dari penghibur di Jepang, dan menghasilkan penghasilan yang tinggi — dibutuhkan pelatihan yang tak sebentar. Pelatihan menjadi Geisha ini, dimulai dari usia muda — biasanya dimulai, saat perempuan berusia di bawah sepuluh tahun — dan membutuhkan biaya yang tak sedikit. Para wanita muda — yang disebut juga dengan Maiko –, akan di-training di sebuah rumah pelatihan yang bernama Okiya, yang menyediakan segala kebutuhan yang diperlukan Maiko, seperti makanan, tempat tinggal, pengetahuan, dan keahlian untuk melayani klien nantinya. Dan karena biaya pelatihan yang mahal, maka para Maiko ini akan memiliki kasbon (baca: utang) di Okiya, yang akan dibayarkan dari penghasilan yang diperolehnya kelak.<br />
<br />
Seorang Maiko, mengawali pelatihannya dengan minarai, atau learning by doing, atau belajar dengan melakukan. Saat melakukan minarai, seorang Maiko dipandu oleh seorang Geisha senior, yang akan memberi contoh bagaimana seorang Geisha bekerja (di luar kamar). Maiko ini, kelak akan diangkat menjadi Geisha saat telah akil baligh dan berumur antara 20 – 22 tahun.<br />
<br />
……<br />
<br />
…</div>
<br />
<img src="http://backpackstory.files.wordpress.com/2013/02/dscn8283.jpg?w=414&h=310" /><br />
Malam hari di Gion<br />
<br />
Perburuan geisha kami terus berlanjut dengan menyusuri jalanan Hanami Koji yang penuh dengan restoran dan ochaya (tempat minum teh khas Jepang) yang malam hari itu tak begitu ramai, mungkin karena hujan, atau tanggal tua. Di sinilah terdapat restoran, kafe, dan ochaya yang paling eksklusif dan mahal seantero Jepang, karena menyediakan jasa pelayanan Geisha dan Maiko di dalamnya.<br />
<br />
Sebagai traveler yang berkocek pas-pasan, kami pun memutuskan untuk tidak masuk ke situ, dan hanya menunggu Burespang (Bubaran Restoran Jepang, kata Moammar Emka) keluar. Namun, yang ditunggu pun tak kunjung datang, dan kami pun memutuskan berbalik arah, menuju Shijo Street.<br />
<br />
Tepat di ujung jalanan Shijo Street, kami mendengar suara wanita yang sedang mengobrol dalam bahasa Jepang dengan beberapa lelaki. Kami mendekat, dan mendapati tiga orang Jepang berjas, sedang berbicara dengan seorang Geisha.<br />
<br />
DEG!<br />
<br />
Kamera telah siap di tangan, namun  keberanian saya mengambil gambar runtuh seketika, entah karena merasa tak sopan, atau takut dikepruk payung, juga mengatasi kemungkinan bahwa pria-pria tersebut adalah sekelompok Yakuza yang menyembunyikan tatonya di balik jas.<br />
<br />
Kesempatan pun lewat lagi, dan kami memutuskan menyeberang jalan, menuju Gion Shijo.<br />
<br />
…<br />
<br />
……<br />
<br />
<br />
<img height="640" src="http://backpackstory.files.wordpress.com/2013/02/dscn8375.jpg?w=248&h=331" width="479" /><br />
Kotak pos di Gion<br />
<br />
Salah satu lokasi terkenal di Gion terletak di antara Shijo Street dan Kenninji Temple dan bernama Hanami Koji, — seperti yang sudah disebutkan di atas — yang berisikan restoran, kafe, dan ochaya yang ramai dikunjungi orang pada malam hari. Yang menarik di sini adalah, hampir semua bangunan masih memiliki desain klasik rumah Jepang, dengan kayu yang menjadi bahan baku pembuatan rumah. Berada di sini, seolah membuat kita merasakan bahwa mesin waktu Doraemon telah membawa kita kembali mundur ratusan tahun lalu.<br />
<br />
<br />
<img src="http://backpackstory.files.wordpress.com/2013/02/dscn8352.jpg?w=414&h=310" /><br />
Hanami Koji<br />
<br />
Sekilas, rumah-rumah di sini kelihatan sempit jika dilihat dari depan yaitu sekitar lima sampai enam meter, namun jika ditilik lebih jauh, panjangnya bisa mencapai sepuluh meter lebih ke belakang dan beberapa memiliki lebih dari satu lantai. Di pagi hari, kamu bisa menjumpai orang-orang memulai aktivitas hariannya, seperti menyiapkan tokonya untuk aktivitas di malam hari, melihat pengantar bir yang mengantarkan pesananannya, menyaksikan pengangkut sampah membersihkan botol-botol bir sisa semalam dan hanya hipster yang jogging di sini.<br />
<br />
<br />
<img height="300" src="http://backpackstory.files.wordpress.com/2013/02/dscn8373.jpg?w=414&h=310" width="400" /><br />
See, I’m a hipster.<br />
<br />
Di ujung jalan ini, kamu bisa menjumpai Gion Corner, yaitu sebuah rumah hiburan yang menyajikan pertunjukan Maiko setiap harinya. Di sini, kamu bisa menyaksikan para Maiko beraksi membawakan tujuh macam kesenian khas Jepang, selain harakiri dan dorayaki. Yang paling terkenal di sini (katanya) adalah Kyo-Mai Dance — tarian tradisional yang berasal dari Kyoto — yang dibawakan oleh para Maiko. Pertunjukan berlangsung selama 2x setiap harinya, yaitu pukul 18:00 dan 19:00. Biaya masuk ke Gion Corner, cukup mahal yaitu ¥3.150 untuk dewasa yang berusia di atas 22 tahun.<br />
<br />
……<br />
<br />
…<br />
<br />
<br />
<img height="640" src="http://backpackstory.files.wordpress.com/2013/02/dscn8281.jpg?w=248&h=331" width="479" /><br />
Gion Shijo<br />
<br />
“Pokoknya, kali ini tak boleh lolos lagi!” Ucap saya dalam hati, menyemangati diri sendiri.<br />
<br />
Perburuan blusukan kami di Gion Shijo dilakukan dengan menyusuri gang demi gang kecil yang ada, dengan payung bening di tangan, tas kecil di punggung, dan kamera tergantung di leher, kami lebih mirip dengan model video clip AB Three – Kerinduanku daripada Pasukan Pemburu Geisha. Di Gion Shijo juga terdapat banyak kafe-kafe dan restoran khas Jepang, cuma dengan nuansa yang lebih modern. Sesekali tawa canda dan desahan manja terdengar dari dalam restoran, dan membuat kami berpikir, ada apakah di balik sana.<br />
<br />
“Bro, lihat bro, ada Geisha!” ujar Rico dengan menunjukkan jarinya.<br />
<br />
Saya memperhatikan ke arah yang ditunjuk, seorang Geisha berjalan dengan cepat ke arah kami. Seolah tahu akan difoto, dia pun berjalan semakin cepat.<br />
<br />
“KLIK!” Saya membidiknya dengan kamera, dan hasilnya blur.<br />
<br />
Huft. Dan kami pun berjalan lagi.<br />
<br />
Dua orang Geisha berada di ujung jalan, berjalan mendekat ke arah kami sambil mengobrol. Saya mengatur zoom pada kamera, bersiap membidik, dan mereka — yang seolah punya indra keenam — menutupi mukanya dengan sebelah tangan, dan buru-buru berbelok ke gang terdekat.<br />
<br />
“KLIK!” Bidikan telah dilakukan, hasilnya jalanan kosong.<br />
<br />
Huft. Kami pun mulai putus asa dan memutuskan untuk berjalan kembali ke Shijo Street sebelum kembali ke penginapan. Pada ujung belokan terakhir sebelum Shijo Street, kami mendengar ada suara langkah kaki yang berjalan mendekat dari belakang di kejauhan, “kecipak kecipuk” bunyinya. Seorang geisha berjalan di bawah payung dengan cepat.<br />
<br />
Saya yang tak ingin menyia-nyiakan momen ini pun segera mengatur setting kamera pocket pada night mode – persetan dengan resolusi yang rendah dan bintik-bintik yang mungkin timbul karena penggunaan ISO tinggi, pokoknya saya ingin mendapatkan penampakan seorang geisha — dan menyusun sebuah rencana.<br />
<br />
“Co, kamu berdiri di ujung gang ini, nanti pura-puranya aku motoin kamu ya.”<br />
<br />
“Siap bro.”<br />
<br />
“Nanti ketika geishanya mendekat, aku bakal moto dia, kamu cuma sebagai pengalih perhatian aja biar dia gak curiga.”<br />
<br />
“Siap bro.”<br />
<br />
Suara langkah kaki semakin mendekat, tombol shutter telah saya tekan separuh untuk mendapatkan fokus yang pas, dengan Rico sebagai foreground. DEG! Jantung saya semakin berdetak tak beraturan seiring dengan bunyi langkahnya yang semakin mendekat. Sekarang bunyinya “KECIPAK KECIPUK!”<br />
<br />
“Siap Co?”<br />
<br />
“Siap bro.”<br />
<br />
Dan, 3, 2,1.<br />
<br />
“KLIK!” Saya membidik seorang wanita berpayung yang melintas beberapa meter di belakang Rico, dan inilah hasilnya.<br />
<br />
<br />
<img height="640" src="http://backpackstory.files.wordpress.com/2013/02/dscn8282edit.jpg?w=414&h=552" width="480" /><br />
Penampakan Geisha dan Rico (harap abaikan Rico)<br />
<br />
<div style="text-align: justify;">
“KLIK!” Sekian kisah perburuan geisha saya, semoga berkenan.<br />
“Siap bro.”<br />
<br />
<i> PS: Sorry Momo Geisha, because I’m not mentioning you on this post.</i><br />
<i>Wait, what have I just done?</i></div>
<br />
<img src="http://img.izismile.com/img/img6/20130213/1000/daily_gifdump_306_18.gif" /> </div>
<div style="text-align: center;">
Geisha andalan keluarga....</div>
<div style="text-align: center;">
</div>
<div style="text-align: center;">
</div>
<div style="text-align: center;">
</div>
<div style="text-align: center;">
</div>
<div style="text-align: center;">
<br />
</div>
<div style="text-align: center;">
<span style="font-size: x-small;"><i><a href="http://backpackstory.wordpress.com/2013/02/17/kisah-perburuan-geisha/">sumber </a></i></span></div>
<div style="text-align: center;">
<a href="http://www.stumbleupon.com/stumbler/koeaing">Lihat yg lebih 'menarik' di sini !</a><br />
<a href="https://twitter.com/wisbenbae">Follow @wisbenbae</a></div>

Cerita Perburuan Geisha di Gion

Jalanan malam yang basah menyambut kedatangan kami di Gion, sebuah distrik di Kyoto yang terkenal dengan Geisha-nya. Hujan yang mengguyur ...

Maen ke Raja Ampat yuk ?

x Travelling 10:58 PM

<div style="text-align: justify;">
Lelahnya karena perjalanan dari tepat pukul 12.00 WIB dini hari tadi pagi hingga sore ini ketika waktu sudah menunjukkan pukul 16.30 WIT terbayar sudah. Saya sekarang berada di salah satu tempat impian saya: Raja Ampat, Indonesia.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah cukup beristirahat, saya dan teman seperjalanan mulai menjelajahi kepulauan ini pada hari berikutnya.</div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
<img alt="Saya sedang tengah tertidur di kapal ketika teman-teman berteriak, "Pelangi!" Setelah mencari sesaat, saya menemukannya tengah malu-malu bersembunyi di balik awan, di batas horizon." height="300" src="http://i1.wp.com/ranselkecil.com/wp-content/uploads/2013/02/diana_rajaampat01.jpg?w=875" width="400" /></div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
Saya sedang tengah tertidur di kapal ketika teman-teman berteriak, “Pelangi!” Setelah mencari sesaat, saya menemukannya tengah malu-malu bersembunyi di balik awan, di batas horizon.</div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
<img alt="Sudah 45 menit berlalu sejak kami meninggalkan dermaga, lalu sampailah kami di Pulau Arborek, salah satu pulau wisata yang terkenal di sana. Cantiknya..." height="300" src="http://i0.wp.com/ranselkecil.com/wp-content/uploads/2013/02/diana_rajaampat02.jpg?w=875" width="400" /></div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
Sudah 45 menit berlalu sejak kami meninggalkan dermaga, lalu sampailah kami di Pulau Arborek, salah satu pulau wisata yang terkenal di sana. Cantiknya…</div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
<img alt="Setelah menambatkan tali kapal, kami turun dan melewati dermaga berpagar merah. " height="300" src="http://i2.wp.com/ranselkecil.com/wp-content/uploads/2013/02/diana_rajaampat03.jpg?w=875" width="400" /></div>
<div style="text-align: center;">
Setelah menambatkan tali kapal, kami turun dan melewati dermaga berpagar merah.</div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
<img alt="Kami terus melangkah dengan riang walau matahari bersinar terik tanpa ampun, karena kami tahu, kami sedang berada di salah satu surga di Indonesia. " height="300" src="http://i0.wp.com/ranselkecil.com/wp-content/uploads/2013/02/diana_rajaampat04.jpg?w=875" width="400" /></div>
<div style="text-align: center;">
Kami terus melangkah dengan riang walau matahari bersinar terik tanpa ampun, karena kami tahu, kami sedang berada di salah satu surga di Indonesia.</div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
<img alt="Melewati pagar biru di pulau cantik ini, kami mencari penduduk yang biasa membuat kerajinan tangan anyaman khas pulau ini. " height="300" src="http://i0.wp.com/ranselkecil.com/wp-content/uploads/2013/02/diana_rajaampat05.jpg?w=875" width="400" /></div>
<div style="text-align: center;">
Melewati pagar biru di pulau cantik ini, kami mencari penduduk yang biasa membuat kerajinan tangan anyaman khas pulau ini.</div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
<img alt="Kami lalu bertemu dengan Mama Maria, yang sedang menganyam topi. Berbagai kerajinan yang tersedia berupa tas, topi, tempat buku, dan lainnya, mulai dari harga Rp100.000 hingga Rp350.000 per buah. " height="300" src="http://i0.wp.com/ranselkecil.com/wp-content/uploads/2013/02/diana_rajaampat06.jpg?w=875" width="400" /></div>
<div style="text-align: center;">
Kami lalu bertemu dengan Mama Maria, yang sedang menganyam topi. Berbagai kerajinan yang tersedia berupa tas, topi, tempat buku, dan lainnya, mulai dari harga Rp.100.000 hingga Rp.350.000 per buah.</div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
<img alt="Sambil melihat para Mama menganyam, aku tersenyum melihat adik kecil yang tengah berbaring manja di kaki Mamanya ini..." height="300" src="http://i1.wp.com/ranselkecil.com/wp-content/uploads/2013/02/diana_rajaampat07.jpg?w=875" width="400" /></div>
<div style="text-align: center;">
Sambil melihat para ibu menganyam, aku tersenyum melihat adik kecil yang tengah berbaring manja di kaki ibunya ini…</div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
<img alt="Sembari menunggu, aku melihat ke halaman. " height="300" src="http://i0.wp.com/ranselkecil.com/wp-content/uploads/2013/02/diana_rajaampat08.jpg?w=875" width="400" /></div>
<div style="text-align: center;">
Sembari menunggu, aku melihat ke halaman. Ya, ampun!</div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
<img alt="Ah, kalau adik satu yang satu ini pasti baru saja dikeroyok temannya dengan pasir." height="300" src="http://i0.wp.com/ranselkecil.com/wp-content/uploads/2013/02/diana_rajaampat09.jpg?w=875" width="400" /></div>
<div style="text-align: center;">
Ah, kalau adik satu yang satu ini pasti baru saja dikeroyok temannya dengan pasir.</div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
<img alt="Tak lama kemudian, topi pesanan kami sudah selesai. "Terima kasih, Mama!" Sampai jumpa lagi, Pulau Arborek. Kami pasti kembali lagi." height="300" src="http://i0.wp.com/ranselkecil.com/wp-content/uploads/2013/02/diana_rajaampat10.jpg?w=875" width="400" /> </div>
<div style="text-align: center;">
Tak lama kemudian, topi pesanan kami sudah selesai. “Terima kasih, Mama!” Sampai jumpa lagi, Pulau Arborek. Kami pasti kembali lagi.</div>
<div style="text-align: center;">
<ul>
<li><span style="font-size: x-small;"><i><a href="http://feedproxy.google.com/~r/ranselkecil/~3/y2ljaRRrVZ8/">Disunting oleh SA</a></i></span></li>
</ul>
</div>
<div style="text-align: center;">
<br />
<div style="-moz-background-clip: border; -moz-background-inline-policy: continuous; -moz-background-origin: padding; background: white none repeat scroll 0% 50%; border: 1px solid red; font-family: trebuchet ms; font-size: 100%; padding: 15px 35px 45px 15px; width: 400px;">
<img src="http://img.izismile.com/img/img6/20130213/1000/daily_gifdump_306_09.gif" style="border: 10px solid gold;" width="390" /><br />
maen di pantai....</div>
</div>
<div style="text-align: center;">
<span style="font-size: large;"><a href="http://www.stumbleupon.com/stumbler/koeaing">Lihat yg lebih 'menarik' di sini !</a></span></div>
<div style="text-align: center;">
<span style="font-size: large;"><a class="twitter-follow-button" data-show-count="false" data-size="large" href="https://twitter.com/wisbenbae">Follow @wisbenbae</a></span><script>!function(d,s,id){var js,fjs=d.getElementsByTagName(s)[0];if(!d.getElementById(id)){js=d.createElement(s);js.id=id;js.src="//platform.twitter.com/widgets.js";fjs.parentNode.insertBefore(js,fjs);}}(document,"script","twitter-wjs");</script></div>

Maen ke Raja Ampat yuk ?

Lelahnya karena perjalanan dari tepat pukul 12.00 WIB dini hari tadi pagi hingga sore ini ketika waktu sudah menunjukkan pukul 16.30 WIT te...

Agama Pantai Orang Brazil

x Travelling 10:46 PM

<div style="text-align: center;">
<img height="225" src="https://lh3.googleusercontent.com/-3gzir0oZXdc/USL1YzstPWI/AAAAAAAABjg/-7bp6HGSwCE/s400/P1020072.JPG" width="400" /><br />
Ipanema</div>
<div style="text-align: center;">
<br />
<div style="text-align: justify;">
Baru kali ini saya ke negara yang penduduknya sangat tergila-gila dengan pantai. Ya, siapa lagi kalau bukan Brazil? Selain sepak bola, ternyata “agama” mereka adalah pantai. Mereka pun memiliki budaya pantai sendiri yang tidak dipunyai bangsa lain.<br />
<br />
Sebagian besar kota di Brazil berada di tepi pantai. Orang yang tidak tinggal dekat pantai itu dianggap “kasian deh lu” dan dicap stres karena jauh dari laut. Sampai-sampai joke-nya mengatakan, “No mar, [that’s why] we go to bar” (orang Brazil mengucapkannya ‘no mah, we go to bah’ karena ‘r’ di belakang kata diucapkan ‘h’), artinya “karena nggak ada laut, jadi kami minum di bar”. Penduduk Brasilia (ibu kota Brazil), Manaus (dekat Amazon) dan Foz do Iguacu (dekat Air Terjun Iguacu) adalah contoh yang sering stres karena jauh dari pantai. Setiap liburan mereka bela-belain terbang berjam-jam atau naik bus berhari-hari demi ketemu pantai.</div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<blockquote class="tr_bq">
Kalau di Indonesia, ke pantai justru dipenuhi oleh turis, kebalikannya di Brazil, pantai dipenuhi oleh orang lokal. Begitu matahari bersinar terang benderang, apalagi pas hari libur, jalan bisa macet parah karena semua orang ke pantai! Kebalikannya di Indonesia, kalau hujan justru macet. Lah di Brazil, macet itu pas cuaca cerah. Hehe!</blockquote>
<br />
Yang saya salut dengan pemerintah Brazil adalah mereka melarang pantai dimiliki individual karena semua pantai adalah milik umum. Hotel atau resort mewah pun tidak bisa mematok pantai. Bangunan hanya boleh berdiri di seberang pantai, setelah jalan raya, sehingga semua orang bisa menikmati pemandangan pantai. Maka pantai adalah tempat dimana orang Brazil berkumpul tanpa adanya perbedaan status sosial maupun warna kulit. Selebritas Brazil pun santai aja ke pantai umum.<br />
<br />
Budaya pantai paling kental adalah di kota Rio de Janeiro dengan pantai Ipanema dan Copacabana-nya yang terkenal. Cariocas (sebutan untuk penduduk Rio) punya “hukum” sendiri bahwa tidak ada malam keempat tanpa pergi ke pantai. Cariocas ke pantai tidak membawa apa-apa karena di pantai banyak yang jualan, mulai dari tukang sewa kursi dan payung, tukang makanan dan minuman, sampai tukang jualan kaca mata hitam dan bikini.<br />
<br />
Selain di Rio, banyak pantai yang tidak ada penyewaan kursi dan payung. Tapi dua barang itu pasti dipunyai oleh keluarga Brazil. Mereka juga punya tikar, beach towels (handuk khusus pantai yang besar dan tebal), dan cooler box untuk menyimpan minuman dingin. Buku dan MP3 player justru haram hukumnya berada di pantai, karena benda itu sangat individualis.<br />
<br />
Umumnya orang ke pantai cuma sebentar, abis kecibang-kecibung lalu pulang. Di Brazil, orang ke pantai sehari penuh dari pagi sampai matahari terbenam! Ke pantai itu bukan sekedar berenang, tapi acara ritual yang penting, tempat bersosialisasi bersama keluarga atau teman-teman, termasuk ajang gebet-menggebet dan pamer bodi.</div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Aktivitas utama di pantai sebenarnya adalah ngobrol sambil minum-minum. Mereka sebenarnya tidak berenang, tapi cuman membasahkan diri ke dalam air laut sebentar, lalu menjemur badan, basahin lagi, jemur lagi, begitu seterusnya sampe gosong. Warna kulit coklat gosong itu dianggap keren, kebalikan dari Indonesia yang menganggap beauty is white. Siang hari mereka makan dan minum. Sorenya berolah raga, seperti main bola, main volley, main tenis-tenisan.<br />
<br />
Minuman pantai mereka adalah air kelapa muda (langsung diminum dari buah kelapanya, tapi jarang yang makan daging kelapanya), jus buah asli (menurut saya, jus Brazil adalah yang terbaik di dunia), bir (banyak brand produksi lokal), dan yang paling nendang adalah caipirinha (minuman nasional Brazil yang terbuat dari fermentasi tebu dicampur gula dan lemon, ditanggung teler seketika!). Makanan sih standar, paling burger, hot dog, pastel. Camilan yang unik adalah sate udang goreng, keju bakar dan churros (roti goreng panjang isi susu kental manis).<br />
<br />
Pantai di Brazil sebenarnya tidak ada yang spektakuler. Malah karena terletak di Samudra Atlantik ombaknya termasuk gede dan warna airnyanya juga nggak bening. Percayalah, pantai di Indonesia masih jauh lebih bagus! Tapi yang membuat pantai di Brazil menarik adalah orang-orangnya beserta budayanya yang unik.</div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Budaya cewek Brazil di pantai adalah: pake bikini yang semakin kecil justru semakin baik. Pemandangan wajar bila melihat cewek Brazil pake bikini yang kainnya cuma nutupin puting. Celananya model G-String, yaitu kain segitiga tipis di depan dan diikat benang di belakang. Bahasa Portugisnya G-String adalah fiodental, atau dental floss dalam bahasa Inggris – saking minimnya bak benang nyempil di gigi. Anak kecil cewek juga pake bikini, meski celananya bukan model fiodental. Perlu diketahui, fiodental ini dipakai bukan hanya oleh cewek muda dengan bodi bagus. Hampir semua cewek dengan segala ukuran dan bentuk pun cuek aja tuh. Mau yang item, gendut, yang tua, yang pantatnya jerawatan, semuanya pede. Malah saya yang berasa jadi alien karena bikini saya jadi tampak “kebesaran” di sana. Anehnya, meski bikini mereka tidak menutupi 98% dari luas tubuh, tapi bugil itu dianggap imoral.<br />
<br />
Bagaimana dengan cowok? Seperti yang sudah saya ceritakan di sini, cuma pria Brazil yang pantas dan pede memakai speedo alias celana renang segitiga sambil keleleran, berjemur atau main bola. *slurp*<br />
<br />
By the way, secara ke pantai itu acara keluarga, kok mereka nggak risih ya anaknya pake fiodental di depan bapaknya, atau malah di depan bapak mertua. Atau, anak cowoknya kok nggak risih liat pantat ibunya atau ibu mertuanya? Atau, bapaknya kok nggak risih pake speedo di depan menantunya? Belum lagi kalau ada pasangan, mereka asik cipokan mulu sambil gugulingan di pasir di depan orang tuanya. Grrr!</div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Selain baju renang, mereka memiliki baju pantai khusus. Untuk cewek, di atas bikini, dipakein baju terusan yang longgar. Nah, bajunya itu kalo nggak transparan ya bolong-bolong. Jadi bukan tank top dan short, atau sarung diiket, atau baju motif bunga-bunga semata kaki – kayak cewek Jakarta kalo ke Bali. Cewek Brazil pun tidak jalan-jalan hanya pake bikini, tapi mesti ditutup baju pantai yang sama-aja-boong nutupnya. Sementara cowok Brazil bertelanjang dada jalan-jalan ke mana-mana sih dianggap wajar. Sampai-sampai di sebagian tempat, seperti mal dan terminal bus, membuat peraturan “cowok harus pake baju” untuk bisa masuk. O ya, orang Brazil ke pantai pun selalu pakai sendal jepit karet. Merk sendal ngetop buatan Brazil, Havaianas, bahkan merupakan pelopor industri sendal jepit dunia di awal 1960an.<br />
<br />
Well, kalau Anda ke Brazil dan bilang orang Indonesia, pasti Anda jadi superstar karena di mata orang Brazil, Indonesia memiliki pantai yang sangat indah dan ombak yang keren untuk surfing. Ah, bangganya ada yang mengapresiasi tinggi begitu. Sementara kebanyakan orang Indonesia (yang justru tinggal di negara kepulauan)? Pantai? Ih, males. Panas tauk! Bikin item aja!</div>
<br />
<img src="http://feeds.feedburner.com/~r/naked-traveler/~4/b50o-iSarwI" /><br />
<br />
<a href="http://feedproxy.google.com/~r/naked-traveler/~3/b50o-iSarwI/">sumber</a><br />
<span style="font-size: large;"><a href="http://www.stumbleupon.com/stumbler/koeaing">Lihat yg lebih 'menarik' di sini !</a><br />
<a href="https://twitter.com/wisbenbae">Follow @wisbenbae</a></span></div>

Agama Pantai Orang Brazil

Ipanema Baru kali ini saya ke negara yang penduduknya sangat tergila-gila dengan pantai. Ya, siapa lagi kalau bukan Brazil? Selain sep...

Sebuah Puisi Tersembunyi di Madhya Pradesh

x Travelling 10:41 PM

<div style="text-align: justify;">
Embun itu masih ada, waktu kami beranjak pergi menuju Orchha yang letaknya cukup jauh dari Khajuraho. Masih bertempat di Madhya Pradesh, Orchha terletak 15 km dari stasiun kota Jhansi atau sekitar tiga jam perjalanan dengan mobil dari khajuraho. Saya berharap keputusan yang saya ambil tepat untuk mengunjungi tempat ini mengingat tidak begitu banyak informasi yang saya peroleh dari internet sebelumnya. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Orchha” artinya “tersembunyi”. Dan seperti arti dari namanya, semua hal yang ada di kota kecil ini memang seakan-akan “tersembunyi” dari sentuhan peradaban luar, menyepi di pinggir Sungai Betwa. Kota kuno yang seakan tertidur ini mengisahkan peradaban dinasti raja Bundela pada masa sekitar abad ke-15 di setiap sudut istana, benteng, dan kuilnya. Akibat letaknya yang memang tersembunyi di antara hutan yang mengelilinginya, kota ini bahkan terbebas dari sentuhan penjajahan kerajaan Mughal di masa itu.</div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
<img alt="Jahangir Mahal." height="300" src="http://i1.wp.com/ranselkecil.com/wp-content/uploads/2013/02/nina_orccha06.jpg?w=875" width="400" /><br />
Jahangir Mahal.</div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Memasuki kota ini, tampak beberapa <i>backpacker</i> sedang lalu-lalang. Musim dingin memang waktu terbaik mengunjungi tempat ini. Di kiri-kanan jalan tampak beberapa usaha hostel kecil yang memasang tarif sekitar 750-1000 ruppee dan kafe-kafe kecil memasang promosi simbol Lonely Planet sebagai rekomendasinya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Orchha Fort Complex adalah bangunan yang pertama kali menyambut saya saat menginjakkan kaki di kota ini. Di dalam kompleks ini, dapat ditemui istana Raaj Mahal. Adalah Rudra Pratap Singh dari dinasti Bundela yang membangun konstruksi awal dari Raaj Mahal walau akhirnya baru kelar dibangun di masa pemerintahan Bharti Chandra. Istana ini berdesain seperti bujur sangkar, namun terbagi menjadi dua sayap. Di satu sisi bangunan ini memiliki empat lantai dan di tiga sisi lainnya memiliki lima lantai. Raja Madhukar Shah-lah yang pada akhirnya menyempurnakan desain dari Raaj Mahal di akhir abad ke-16 setelah melakukan beberapa renovasi. Kombinasi arsitektur Hindu dan Islam amat kental terlihat di sini. Dinding istana Raaj Mahal ini sebagian melukiskan perjalanan hidup Rama dan Krishna, inkarnasi dewa Wisnu, sedangkan sebagian lain melukiskan kegiatan masyarakat seperti duel, berburu, menggambar, dan lain-lain.Kondisi istana ini sebenarnya cukup memprihatinkan, karena memang kurang dipelihara. Tampak sebagian lukisan di dinding yang koyak dan terhapus oleh waktu. Sebagian dinding lain dipenuhi coretan-coretan nakal pengunjung. Sayang sekali karena bangunan ini sangat kokoh dan indah secara historis. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
<img alt="Raaj Mahal." height="300" src="http://i0.wp.com/ranselkecil.com/wp-content/uploads/2013/02/nina_orccha01.jpg?w=875" width="400" /><br />
Raaj Mahal.</div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jehangir Mahal adalah bangunan kedua yang dapat ditemui dalam lokasi kompleks ini.  Bangunan indah berlantai tiga dengan air mancur di tengah-tengahnya  ini dibangun dan diperuntukan bagi raja Jehangir setiap beliau berkunjung ke Orchha dan merupakan simbol persahabatan Bundela dan Mughal. Area dalam bangunan ini amat gelap, dan tidak dianjurkan berfoto memakai ‘blitz’ karena dapat merusak lukisan di dinding yang ada. Hati-hati saat menaiki tangga, karena memang licin dan cukup curam. Pemandangan di atas balkon lantai atas memang sangat memukau dengan kabut yang mengelilingi bangunan ini. Di kejauhan tampak tempat penyimpanan kandang kuda raja dan Turkish bath serta kompleks kuil shiva Panchmukhi Mahadeva. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sudut mata saya menangkap sebuah bangunan dua lantai yang dinamakan Rai Praveen Mahal , dikelilingi oleh taman  Anand Mahal di sekitarnya. Pemandu saya segera menjawab rasa keingintahuan saya dengan menjelaskan siapa Rai Praveen yang dimaksud ini. Lambat laun terungkaplah sebuah kisah cinta yang menyertai sosok ini. Praveen adalah seorang penari istana yang sangat terkenal kecantikan dan bakatnya bahkan dalam hal berpuisi, berkuda, dan memainkan alat musik. Selain sebagai penari, ia juga merupakan istri dari Raja Indrajit Singh yang memerintah di abad ke-16. Bangunan Praveen Mahal ini dibangun olehnya sebagai lambang cintanya terhadap Rai Praveen. Lukisan di dinding melukiskan Rai Praveen dalam berbagai gaya dan ungkapan emosi. Sedemikian tersohornya kabar kecantikan Rai Praveen, sehingga menarik perhatian raja Jehangir dari Mughal untuk memperisterinya dan menaruhnya di harem. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Saat itu Indrajit sangat tidak berdaya, sehingga Rai Praveen akhirnya mendatangi  sendiri istana Mughal untuk menemui Jehangir demi menyelamatkan Orchha. Pada kesempatan itu Praveen mengungkapkan isi hatinya dalam puisi. Puisi itu menggambarkan bahwa ia hanyalah seorang kasta terendah dalam Hindu. Raja Jehangir yang memang seorang yang bijak dapat menangkap kegelisahan Rai Praveen dalam puisinya. Ia pun menghargai keinginan Praveen dan membiarkannya kembali ke Orchha dengan penuh rasa hormat. Raj Praveen Mahal akhirnya bukan hanya sebuah monumen belaka, namun perwujudan kesetiaan seorang isteri terhadap suaminya. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
<img alt="Rai Praveen Mahal." height="300" src="http://i1.wp.com/ranselkecil.com/wp-content/uploads/2013/02/nina_orccha05.jpg?w=875" width="400" /><br />
Rai Praveen Mahal.</div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kisah cinta Praveen tidak menghentikan langkah saya menyusuri kompleks ini lebih lanjut. Sheesh Mahal adalah bangunan yang masih merupakan bagian dari Jehangir Mahal yang sudah berubah fungsi menjadi hotel. Wow, ada hotel di dalam sebuah benteng, saya tidak dapat membayangkan sensasinya seperti apa bermalam di sana. Kuil Raja Ram Nadir merupakan satu-satunya kuil yang menyembah Ram sebagai raja. Raja Madhukar Singh terkenal sebagai pemuja Krishna, sedangkan istrinya Ganeshi Bai sangat memuja Ram. Lagi-lagi pemandu saya membuai saya dengan legenda mengenai asal muasal nama tempat ini. Alkisah Madhukar Singh sering meledek dan membujuk istrinya untuk juga menyembah Krishna. Hal ini berbuah pertengkaran yang menyebabkan sang istri diam-diam pergi ke Ayodhya untuk menemui Ram dan dibawa ke Orchha. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sesampai di Ayodhya, Ram bersedia ikut dengannya namun mengajukan tiga persyaratan. Pertama, ia bersedia pergi ke Orchha dalam bentuk bayi. Kedua, sesampainya di Orchha, ia akan menjadi raja di sana. Dan terakhir bila muncul Pushya Nakshatra (zodiak ke-9 dari 27 zodiak dlm astrologi Hindu), ia akan selamanya bersemayam di tempat ia berada. Ratu tentu saja mengiyakan semua persyaratan ini dan dengan gembira membawa Ram ke Orchha. Sementara itu Madhukar bermimpi tentang Krishna yang menyuruh dirinya untuk tidak membeda-bedakan antara dirinya dan Ram, oleh karena kedua sosok ini sebenarnya adalah perwujudan yang sama. Setelah sang ratu kembali, Madhukar menghadiahinya berbagai hal sebagai wujud permintaan maaf. Hal ini ditolak mentah-mentah oleh ratu yang memilih berdiam di dalam kamarnyadi dalam istana sambil berniat akan membawa bayi Ram ke Chatturbuj keesokan harinya. Namun ternyata takdir berkata lain. Malam itu terjadilah Pushya Nakshatra, sehingga bayi Ram pun bertransformasi dan melebur ke dalam sosok istana. Sebagai janji ratu pada Ram, istana tersebut akhirnya dinamakan Ram Raj Nadir, sebuah istana dan sebuah kuil yang memuja Ram. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
<img alt="Chaturbhuj Monastery of Orchha." height="233" src="http://i0.wp.com/ranselkecil.com/wp-content/uploads/2013/02/nina_orccha03.jpg?w=875" width="400" /><br />
Chaturbhuj Monastery of Orccha.</div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Chaturbhuj Monastery Orchha yang terletak di kawasan sebelah barat ini sudah menarik perhatian saya semenjak datang. Sosoknya yang tinggi menjulang di atas bukit mengingatkan saya akan salah satu gereja katedral bergaya Eropa di Goa. Amatlah kaget waktu saya mengetahui bahwa ini adalah sebuah kuil Hindu yang awalnya diperuntukan untuk “menyimpan” Dewa Ram. Arti kata Chaturbhuj adalah seseorang berlengan empat, yang tentu saja merefleksikan Dewa Wisnu. Bangunan batu ini tampak sepi dari ornamen, kecuali tampak gambaran lotus yang terbenam di bagian eksteriornya. Untuk memasukinya, kita harus menaiki beberapa rangkaian anak tangga namun tidak terjal. Bangunan ini memang sangat unik dengan menara yang berbentuk lancip selayaknya gereja. Senter amat diperlukan karena pada siang haripun area dalam bangunan gelap dan tampak kotoran kelewar di sana-sini. Menilik arsitekturnya yang berbeda, amat pantas bila bangunan ini adalah sosok perhatian utama dibanding bangunan lain di Orchha. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
<img alt="Raaj Mahal." src="http://i0.wp.com/ranselkecil.com/wp-content/uploads/2013/02/nina_orccha02.jpg?w=500" /><br />
Raaj Mahal.</div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kuil Lakshmi Narayan merupakan bangunan unik yang merupakan perpaduan antara benteng dan kuil dan keharmonisan gaya Bundela dan Mughal. Dindingnya secara rapi tertata lukisan yang indah. Bangunan ini didedikasikan untuk menyembah dewi Lakshmi, walau hingga kini tidak spesifik Dewa mana yang disembah di sini. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Orchha juga dikelilingi bangunan seperti kuil kecil yang disebut chhatris yang terletak di sepanjang sungai Betwan. Bangunan ini berjumlah sekitar 14 buah dan merupakan bangunan dasar dari arsitektur Hindu dengan gaya Mughal. Namun demikian, di balik sosoknya yang berwarna kecoklatan dengan atap runcingnya, keberadaannya di balik kabut dan refleksinya pada permukaan air menambah sisi melankolis dari sungai Betwan itu sendiri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Satu hal yang saya sadari dari akhir perjalanan ini adalah bahwa Orchha bukanlah kumpulan arsitektur bangunan kuno belaka, namun sebuah kota yang setiap dindingnya punya cerita; yang setiap lukisannya merefleksikan sebuah budaya dimana dongeng tentang persahabatan, cinta, pengorbanan, pengkhianatan, dan mitos seakan bersuara dari setiap sudut monumen yang ada…</div>
<div style="text-align: center;">
<ul>
<li><i><a href="http://feedproxy.google.com/~r/ranselkecil/~3/4F_qeA7i_L0/">Disunting oleh SA </a></i></li>
</ul>
</div>
<span style="font-size: large;"><br />
</span><br />
<div style="text-align: center;">
<span style="font-size: large;"><a href="http://www.stumbleupon.com/stumbler/koeaing">Lihat yg lebih 'menarik' di sini !</a></span></div>
<div style="text-align: center;">
<span style="font-size: large;"><a class="twitter-follow-button" data-show-count="false" data-size="large" href="https://twitter.com/wisbenbae">Follow @wisbenbae</a></span><script>!function(d,s,id){var js,fjs=d.getElementsByTagName(s)[0];if(!d.getElementById(id)){js=d.createElement(s);js.id=id;js.src="//platform.twitter.com/widgets.js";fjs.parentNode.insertBefore(js,fjs);}}(document,"script","twitter-wjs");</script></div>

Sebuah Puisi Tersembunyi di Madhya Pradesh

Embun itu masih ada, waktu kami beranjak pergi menuju Orchha yang letaknya cukup jauh dari Khajuraho. Masih bertempat di Madhya Pradesh, Or...

Mencoba Kereta Api di India

x Travelling 10:35 PM

<div style="text-align: center;">
<br />
[CATATAN: LAPORAN INI DIBUAT BERDASARKAN PENGALAMAN PRIBADI PENULIS, WALAUPUN BELUM MENJADI INTERNATIONAL BEST SELLER]<br />
<br />
Here we go!<br />
<br />
Setelah sukses mendapatkan tiket kereta api di India, maka yang harus kamu lakukan adalah:<br />
<br />
(1) Pergi ke India<br />
<br />
(2) Menuju stasiun yang dituju<br />
<br />
(3) Naik kereta api<br />
<br />
(4) Tut.. Tut.. Tut..<br />
<br />
Sepertinya terlihat simple, tapi apakah praktiknya juga se-simple itu? Jawabannya bisa Ya dan Tidak. Ya, jika kamu sudah membaca artikel ini hingga usai. Dan Tidak, jika membaca saja sulit.<br />
<br />
Print out tiket kereta api hasil pemesanan online, adalah tiket yang valid  untuk digunakan. Jangan percaya jika ada pihak yang mengatakan bahwa tiket yang telah dipesan tersebut tidak berlaku, dan harus ditukar dengan tiket asli. Peristiwa ini biasanya akan berujung scam dengan kamu digelandang ke sebuah tempat sepi, bertuliskan XXX Tour & Travel, diintimidasi, lalu diminta menggunakan jasa mereka untuk pergi ke suatu tempat.<br />
<br />
[Tip: Cuekin saja kalau ada orang yang berkata bahwa tiket tersebut tidak valid, anggap omongannya adalah janji manis penjaja MLM.]<br />
<br />
Namun, apakah cukup dengan print out itu saja bisa bebas naik ke kereta? Tentu tidak.<br />
<br />
<br />
<img height="640" src="http://backpackstory.files.wordpress.com/2013/02/dscn1630.jpg?w=248&h=331" width="479" /><br />
<br />
Carilah nama kamu di sini!<br />
<br />
Tiket hasil pemesanan online tersebut tidak mencantumkan nama gerbong dan nomor kursi, maka kamu harus mencari di mana letak tempat duduk/tidur kamu pada daftar yang ditempel di papan pengumuman. Perhatikan gambar di atas. Di sana ada seorang warga India yang tertidur pulas di bawah papan pengumuman. Setelah mendapatkan kepastian, segera naik ke gerbong seperti yang ditunjukkan dalam daftar tersebut.<br />
<br />
[Tip: Daftar tersebut biasanya disusun urut berdasarkan kelas kereta yang dipesan, nah, selamat mencari!]<br />
<br />
Selama di India, saya berkesempatan menggunakan kereta api antar kota dengan mencoba beberapa kelas yang ada, yaitu (Economy) Sleeper Class, AC 3 Tier, dan AC 2 Tier — sisanya, yaitu 2nd class seater dan 1st Class saya tidak sempat menggunakannya — dan pada laporan ini saya akan mengulas tentang tiga kelas kereta yang pernah saya tiduri.<br />
<br />
[Catatan: Dalam satu rangkaian kereta di India biasanya terdiri dari atas beberapa kelas gerbong]<br />
<br />
A. (Economy) Sleeper Class<br />
<br />
Harga*: 200 Rupee<br />
<br />
Deskripsi Umum: Kelas kereta ini adalah yang paling banyak diminati oleh para penduduk India juga para traveler yang bepergian dengan kocek terbatas. Melihat harganya yang murah, maka fasilitas yang disediakan di sini pun tak banyak. Dalam satu kompartemen terbagi atas 3 berth/tempat tidur yang saling berhadap-hadapan, tanpa tirai. Sebagai pendingin ruangan, kelas ini menggunakan kipas angin berdebu yang terpasang pada langit-langitnya. Ruangan kereta ini relatif kotor dan bau. Di kelas ini, banyak ditemukan penjual yang lalu lalang, mirip dengan kereta ekonomi/bisnis di Indonesia!<br />
<br />
<br />
<br />
Tipe Penumpang yang Ditemui:<br />
<br />
Orang-orang yang dijumpai di sini, biasanya adalah orang India golongan menengah ke bawah, dan bukan merupakan pekerja kantoran. Ketika saya berada di sini, mereka memperhatikan saya dari ujung kupluk sampai ujung sepatu dengan pandangan yang tajam. Hanya sedikit pengguna kereta ini yang bisa berbahasa Inggris, dan jika kamu tak bisa berbahasa India, maka kamu akan mendengar mereka seolah-olah sedang ngomongin kamu, atau sedang ngomong jorok.<br />
<br />
<br />
<img height="640" src="http://backpackstory.files.wordpress.com/2013/02/dscn2160.jpg?w=248&h=331" width="479" /><br />
<br />
Perhatikan bagian atas gambar (Model: Rozy) Lalu di manakah saya berada?<br />
<br />
<br />
<img height="640" src="http://backpackstory.files.wordpress.com/2013/02/dscn2157.jpg?w=248&h=331" width="479" /><br />
<br />
Yak, saya terjebak di sudut, di belakang kaki penumpang lain yang terjulur manja.<br />
<br />
Merk Hand Phone yang Digunakan Penumpang: Nokia dan Kaboom!<br />
<br />
[Tip: Jika kamu bepergian dengan dana terbatas atau hanya menempuh perjalanan kurang dari 10 jam di siang hari, maka kamu bisa menggunakan kereta ini. Catatan, kereta kelas ini akan menjadi sangat dingin ketika malam hari di musim dingin.]<br />
<br />
B. (AC) 3 Tier<br />
<br />
Harga*: 800 Rupee<br />
<br />
Deskripsi Umum: Dari nama kelas yang dipakai, dapat terlihat bahwa gerbong ini menggunakan AC sebagai pendingin ruangan. Sementara 3 Tier menunjukkan tumpukan berth yang disediakan tiap satu kompartemennya. Sekilas gerbong kereta ini terlihat lebih bersih daripada kelas sleeper, walaupun sama-sama terlihat sumpek karena tiga tumpukan tempat tidur yang saling berhadapan. Dari segi harga, kelas ini memiliki Damage Cost sekitar 4x lipat dari kelas sleeper ekonomi.<br />
<br />
<br />
<img height="640" src="http://backpackstory.files.wordpress.com/2013/02/dscn1645.jpg?w=242&h=323" width="479" /><br />
<br />
Tiga tumpuk tempat tidur<br />
<br />
<br />
<img src="http://backpackstory.files.wordpress.com/2013/02/dscn1666.jpg?w=414&h=310" /><br />
<br />
Dua tempat tidur yang berhadap-hadapan<br />
<br />
Tipe Penumpang: Kereta kelas ini, biasa digunakan oleh pekerja kantoran India, seperti pengakuan rekan sekompertemen saya yang bekerja di sebuah kantor dan sedang berlibur bersama keluarganya. Pada kesempatan lain, saya juga bertemu dengan seorang tentara yang mengambil cuti panjang untuk menemui istri dan anaknya yang telah lama tak dijumpainya. Persamaan dari kedua pihak yang saya temui adalah, mereka ramah, baik dan bisa berbahasa Inggris aktif. Sang tentara sempat meminjamkan henponnya untuk menghubungi nomor lokal, sementara istri dari Bapak yang berlibur bersama keluarganya, malah menawarkan makan malam kepada saya. NYAM! Sepiring roti canai plus sayuran pun saya lahap di malam yang dingin itu. Sekadar informasi, mereka adalah keluarga vegetarian.<br />
<br />
<br />
<img src="http://backpackstory.files.wordpress.com/2013/02/dscn1642.jpg?w=414&h=310" /><br />
<br />
Bapak pemeriksa karcis kereta<br />
<br />
<br />
<img src="http://backpackstory.files.wordpress.com/2013/02/dscn1653.jpg?w=414&h=310" /><br />
<br />
Si tentara yang baik hati (Model: Rozy, saya, tentara baik hati, Dimas)<br />
<br />
<br />
<img src="http://backpackstory.files.wordpress.com/2013/02/dscn1835.jpg?w=414&h=310" /><br />
<br />
Keluarga yang baik hati<br />
<br />
Merk Hand Phone yang Digunakan Penumpang: Samsung<br />
<br />
[Tip: Jika bepergian lebih dari sepuluh jam, saya menyarankan menggunakan kelas ini. Karena harganya yang masih terjangkau, sepadan dengan kenyamanan yang ditawarkannya.]<br />
<br />
C. (AC) 2 Tier<br />
<br />
Harga*: 1.600 Rupee<br />
<br />
Deskripsi Umum: Melihat harganya yang 2x lipat dari kelas AC 3 Tier, maka wajar apabila pelayanan di kelas ini sangat istimewa. Di sini, saya cukup terkejut dengan fasilitas yang diberikan. Bayangkan, kereta baru jalan saja, saya sudah diberikan welcome snack dan welcome drink. Kemudian makanan besar hingga 2x, dan ditambah air mineral botolan, kopi dan teh yang boleh refill. Setelah makan malam, es krim strawberry nikmat pun dihidangkan. Waw! Di sini, hanya ada dua berth tiap kompertemennya yang dilengkapi tirai. Seprai dan selimut juga disediakan di sini. Kalau bosan karena lamanya perjalanan, pihak kereta menyediakan surat kabar sebagai teman perjalanan.<br />
<br />
<br />
<img src="http://backpackstory.files.wordpress.com/2013/02/dscn2556.jpg?w=414&h=310" /><br />
<br />
Selamat datang di AC 2 Tier<br />
<br />
<br />
<img src="http://backpackstory.files.wordpress.com/2013/02/dscn2565.jpg?w=414&h=310" /><br />
<br />
Selamat menikmati snack di sini.<br />
<br />
<br />
<img src="http://backpackstory.files.wordpress.com/2013/02/dscn2592.jpg?w=414&h=310" /><br />
<br />
Refillable tea, snack, and newspaper!<br />
<br />
<br />
<img src="http://backpackstory.files.wordpress.com/2013/02/dscn2584.jpg?w=414&h=310" /><br />
<br />
Selamat makan malam!<br />
<br />
<br />
<img src="http://backpackstory.files.wordpress.com/2013/02/dscn2587.jpg?w=414&h=310" /><br />
<br />
Slurrrppp!<br />
<br />
<br />
<img src="http://backpackstory.files.wordpress.com/2013/02/dscn2597.jpg?w=414&h=310" /><br />
<br />
Selamat sarapan!<br />
<br />
<br />
<img height="640" src="http://backpackstory.files.wordpress.com/2013/02/dscn2566.jpg?w=208&h=277" width="480" /><br />
<br />
Set selimut dan seprai<br />
<br />
Tipe Penumpang: Pertama memasuki kompertemen, saya dikejutkan dengan keberadaan keluarga India yang menempati bangku saya. Dilihat dari ukuran tubuhnya, mereka terbilang makmur. Dan demikian juga dengan para penumpang lain, yang memang terlihat seperti businessman yang sibuk dengan gadget-nya masing-masing. Penumpang di sini hampir semuanya bisa berbahasa Inggris, dan walaupun mereka baik, namun pada umumnya mereka cenderung lebih cuek daripada penumpang di kelas AC Tier 3. Dan mau tahu seperti apa penampakan penumpangnya? Cekidot!<br />
<br />
<br />
<img src="http://backpackstory.files.wordpress.com/2013/02/dscn2572.jpg?w=414&h=310" /><br />
<br />
Penampakan salah satu penumpang kereta kelas AC 2 Tier, bwekkk!<br />
<br />
Merk Hand Phone yang Digunakan Penumpang: iPhone dan Blackberry<br />
<br />
[Tip: Jika kamu mempunyai dana lebih, dan ingin merasakan menggunakan kereta dengan pelayanan kelas satu, maka kamu harus mencoba menggunakan kereta api dengan kelas AC 2 Tier ini. ]<br />
<br />
…<br />
<br />
Seperti yang telah saya sebutkan di atas, selain tiga kelas yang saya gunakan, masih ada kelas first class (mind the redundancy here) juga masih ada kelas paling murah yang tak bisa dibeli secara online, yaitu 2nd class seater. Saya pernah mengintip ke kelas termurah ini, dan inilah keadaan di dalamnya:<br />
<br />
<br />
<img height="640" src="http://backpackstory.files.wordpress.com/2013/02/dscn2117.jpg?w=208&h=277" width="480" /><br />
<br />
2nd class seater<br />
<br />
Lama di kereta, lalu bagaimana kalau kebelet? Tenang, pihak kereta juga menyediakan kamar mandi dan toilet — Indian style (jongkok) dan American style (berdiri) — dan inilah, penampakannya:<br />
<br />
<br />
<img height="640" src="http://backpackstory.files.wordpress.com/2013/02/dscn1634.jpg?w=208&h=277" width="480" /><br />
<br />
Tempat cuci tangan<br />
<br />
<br />
<a href="http://backpackstory.files.wordpress.com/2013/02/dscn1632.jpg"><img src="http://backpackstory.files.wordpress.com/2013/02/dscn1632.jpg?w=414&h=310" /></a><br />
<br />
Indian Style Toilet<br />
<br />
[Catatan: Penampakan toilet di atas adalah dari kelas AC Tier 3, sebagai gambaran untuk kelas AC Tier 2 adalah toilet yang lebih bersih dan wangi, sementara untuk Economy Sleeper Class adalah toilet yang kotor, dan terkadang ditambah bonus kotoran manusia yang belum disiram. #truestory]<br />
<br />
…<br />
<br />
Sekian laporan saya mengenai rupa kereta api di India, dan sudah siapkah kamu menggunakannya?<br />
<br />
<br />
<a href="http://backpackstory.files.wordpress.com/2013/02/dscn2143.jpg"><img src="http://backpackstory.files.wordpress.com/2013/02/dscn2143.jpg?w=414&h=310" /></a><br />
Enjoy!<br />
<br />
*) Harga yang digunakan di atas hanyalah estimasi saja, harga bervariasi tergantung rute yang ditempuh, dan kelas yang dipilih. Namun perbandingannya kurang lebih seperti itu.<br />
<br />
<img src="http://img.izismile.com/img/img6/20130213/1000/daily_gifdump_306_07.gif" /> </div>
<div style="text-align: center;">
seru....<br />
<br />
<a href="http://www.stumbleupon.com/stumbler/koeaing">Lihat yg lebih 'menarik' di sini !</a><br />
<a href="https://twitter.com/wisbenbae">Follow @wisbenbae</a></div>
<div style="text-align: center;">
<a href="http://www.google.com/reader/view/feed/http%3A%2F%2Fbackpackstory.wordpress.com%2Ffeed%2F">source </a></div>

Mencoba Kereta Api di India

[CATATAN: LAPORAN INI DIBUAT BERDASARKAN PENGALAMAN PRIBADI PENULIS, WALAUPUN BELUM MENJADI INTERNATIONAL BEST SELLER] Here we go! Set...

TEMBUNG-TEMBUNG KANG NDUWENI TEMBUNG KRAMA, TEMBUNG KRAMA INGGIL

x Jawa 10:30 PM

<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
TEMBUNG NGOKO        TEMBUNG KRAMA    KRAMA INGGIL</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
1.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">       </span>adhi                                    adhi                               rayi</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
2.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">       </span>akon                                   akèn                              ngendikakake, ngersakake, ndhawuhi</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
3.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">       </span>aku                                     kula                               abdi dalem, adalem</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
4.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">       </span>alih (ngalih)                         pindhah                          jengkar (?)</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
5.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">       </span>anak                                  anak                               putra</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
6.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">       </span>anak-anak                         anak-anak                      peputra</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
7.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">       </span>anggo                                anggé                             agem (?)</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
8.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">       </span>aran                                   nama                              asma</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
9.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">       </span>arep                                  ajeng                               kersa</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
10.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>atur                                   atur                                 unjuk</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
11.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>ayo                                    mangga                           sumangga</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
12.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>bapa                                  bapa                               rama</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
13.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>batur                                 batur                               abdi</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
14.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>bayen                                bayen                              babaran</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
15.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>bojo                                  bojo                                garwa</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
16.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>doyan                                purun                              kepareng</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
17.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>duwe                                 gadhah                           kagungan</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
18.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>embah                               embah                            éyang</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
19.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>embuh                               kilap                              duka dalem</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
20.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>enom                                enèm                              timur</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
21.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>impen                                impen                            supena </div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
22.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>ing ngarep                         ing ngajeng                     ing ngarsa</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
23.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>isin                                    isin                                 lingsem </div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
24.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>jenat                                 jenat                              swargi</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
25.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>jeneng cilik                        nama alit                        asma timur</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
26.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>jeneng tuwa                       nama sepuh                   asma sepuh</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
27.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>jeneng                               nama                              asma</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
28.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>kakang                              kakang                           raka</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
29.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>kaki                                  kaki                               eyang</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
30.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>karep                                kajeng                           karsa</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
31.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>kekandhan                        cecriyosan                     ngendikan</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
32.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>kemu                                 kemu                            kembeng, gurah</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
33.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>keplayu                             keplajeng                      kengser</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
34.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>kramas                              kramas                         jamas</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
35.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>lair                                    lair                                miyos</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
36.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>laki                                    laki                              garwa</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
37.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>lanang                               jaler                              kakung</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
38.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>lara                                   sakit                             gerah</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
39.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>lawang                              konten                          kori (?)</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
40.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>lunga                                 kesah                           tindak</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
41.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>manak                              nglairake                       babaran</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
42.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>mati                                  pejah                           seda, surud</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
43.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>medhun                            mandhap                      tumedhak</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
44.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>melu                                 tumut                           ndherek</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
45.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>meteng                             wawrat                        mbobot</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
46.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>metu                                 medal                          miyos</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
47.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>nepsu                               nepsu                          duka</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
48.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>ngadeg                             ngadeg                        jumeneng</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
49.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>omah-omah                     émah-émah                  krama</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
50.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>omah-omah                     gegriya                        dedalem</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
51.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>ombe                              ombe                           unjuk</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
52.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>ompong                          ompong                       dhaut</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
53.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>pangan                            tedha                           dhahar</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
54.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>petan                               petan                           ulik</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
55.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>rupa                                warni                           warna</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
56.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>saji                                  saji                              sasaos, cecaos</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
57.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>selir                                 selir                             garwa ampeyan, garwa ampil</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
58.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>sida                                 siyos                           estu</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
59.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>slamet                             wilujeng                       sugeng</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
60.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>supit                                supit                            tetak</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
61.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>teka                                dhateng                        rawuh</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
62.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>ulih                                  antuk                           kondur</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
63.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>umur                               umur                            yuswa</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
64.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>urip                                 gesang                         sugeng</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
65.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>uyuh (nguy uh)                 toyan                           turas</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
66.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>wadon                            estri                              putri</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
67.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>watuk                             watuk                           cekoh</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
68.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>wuda                              wuda                            lukar</div>
<br />
<center>
<br />
<div style="-moz-background-clip: border; -moz-background-inline-policy: continuous; -moz-background-origin: padding; background: white none repeat scroll 0% 50%; border: 1px solid red; font-family: trebuchet ms; font-size: 100%; padding: 15px 35px 45px 15px; width: 400px;">
<img src="http://img.izismile.com/img/img6/20130213/1000/daily_gifdump_306_03.gif" style="border: 10px solid gold;" width="390" /><br />
tank-ipun banter saestu....</div>
</center>
<a href="http://www.stumbleupon.com/stumbler/koeaing">Monggo 'mampir' mriki !</a><br />
<a class="twitter-follow-button" data-show-count="false" data-size="large" href="https://twitter.com/wisbenbae">Follow @wisbenbae</a><script>!function(d,s,id){var js,fjs=d.getElementsByTagName(s)[0];if(!d.getElementById(id)){js=d.createElement(s);js.id=id;js.src="//platform.twitter.com/widgets.js";fjs.parentNode.insertBefore(js,fjs);}}(document,"script","twitter-wjs");</script>

TEMBUNG-TEMBUNG KANG NDUWENI TEMBUNG KRAMA, TEMBUNG KRAMA INGGIL

TEMBUNG NGOKO TEMBUNG KRAMA KRAMA INGGIL 1. adhi adhi r...

TEMBUNG KRAMA INGGIL II

x Jawa 10:22 PM

<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
TEMBUNG NGOKO        TEMBUNG KRAMA   TEMBUNG KRAMA INGGIL  </div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
1.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">       </span>adus                                  adus                               siram</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
2.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">       </span>cukur                                cukur                              paras</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
3.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">       </span>dianggo                            dipunangge                      dipunagem, kagem</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
4.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">       </span>dikandhani                       dipuncriyosi                     diandikani</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
5.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">       </span>dipangan                          dipuntedha                      dipundhahar</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
6.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">       </span>dolan                               dolan                               ameng-ameng</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
7.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">       </span>dolan-dolan                      mlampah-mlampah          ameng-ameng</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
8.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">       </span>gawa                                bekta                              asta</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
9.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">       </span>gawe                                damel                              asta</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
10.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>kandha                             criyos                              pangandika</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
11.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>krungu                              mireng                             midhanget</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
12.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>lungguh                             lenggah                           pinarak</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
13.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>mangan                            nedha                             dhahar</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
14.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>mangkat                           mangkat                         tedhak</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
15.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>marani                              murugi                            nedhaki</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
16.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>menehi                             nyukani                           maringi                   nyaosi</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
17.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>meruhi                              nyumerepi                       mriksani</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
18.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>mikir                                 manah                            menggalih</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
19.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>mlaku                               mlampah                         tindak</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
20.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>mulih                                mantuk                            kondur</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
21.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>ngabari                             nyukani sumerep             ngaturi priksa         nyaosi priksa</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
22.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>nggawa                            mbekta                            ngasta</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
23.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>nginep                              nyipeng                           nyare</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
24.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>ngombe                            ngombe                          ngunjuk</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
25.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>nonton                              ningali                             mriksani</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
26.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>nusoni                               nusoni                            nesepi</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
27.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>nyambut gawe                   nyambut damel              ngasta</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
28.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>nyawisi                              nyawisi                         nyaosi</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
29.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>nyidakake                         nyiyosaken                    ngestokaken</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
30.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>nyilih                                 nyambut                        mundhut ngampil       nyuwun ngampil</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
31.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>pakon                               paken                            dhawuh                    ngaturi</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
32.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>takon                                taken                             mundhut priksa         nyuwun priksa</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
33.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>takon                                taken                             ndangu                     nyuwun priksa</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
34.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>turu                                   tilem                              sare</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
35.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">   </span>weruh                               sumerep                         priksa</div>
<br />
<center>
<br />
<div style="-moz-background-clip: border; -moz-background-inline-policy: continuous; -moz-background-origin: padding; background: white none repeat scroll 0% 50%; border: 1px solid red; font-family: trebuchet ms; font-size: 100%; padding: 15px 35px 45px 15px; width: 400px;">
<img src="http://img.izismile.com/img/img6/20130213/640/daily_picdump_1161_640_01.jpg" style="border: 10px solid gold;" width="390" /><br />
rencang joko meniko pancen menda....</div>
</center>
<br />
<a href="http://www.stumbleupon.com/stumbler/koeaing">Mriki menawi ajeng 'mirsani' sanesipun !</a><br />
<a class="twitter-follow-button" data-show-count="false" data-size="large" href="https://twitter.com/wisbenbae">Follow @wisbenbae</a><script>!function(d,s,id){var js,fjs=d.getElementsByTagName(s)[0];if(!d.getElementById(id)){js=d.createElement(s);js.id=id;js.src="//platform.twitter.com/widgets.js";fjs.parentNode.insertBefore(js,fjs);}}(document,"script","twitter-wjs");</script>