Embun itu masih ada, waktu kami beranjak pergi menuju Orchha yang letaknya cukup jauh dari Khajuraho. Masih bertempat di Madhya Pradesh, Orchha terletak 15 km dari stasiun kota Jhansi atau sekitar tiga jam perjalanan dengan mobil dari khajuraho. Saya berharap keputusan yang saya ambil tepat untuk mengunjungi tempat ini mengingat tidak begitu banyak informasi yang saya peroleh dari internet sebelumnya.
“Orchha” artinya “tersembunyi”. Dan seperti arti dari namanya, semua hal yang ada di kota kecil ini memang seakan-akan “tersembunyi” dari sentuhan peradaban luar, menyepi di pinggir Sungai Betwa. Kota kuno yang seakan tertidur ini mengisahkan peradaban dinasti raja Bundela pada masa sekitar abad ke-15 di setiap sudut istana, benteng, dan kuilnya. Akibat letaknya yang memang tersembunyi di antara hutan yang mengelilinginya, kota ini bahkan terbebas dari sentuhan penjajahan kerajaan Mughal di masa itu.
Jahangir Mahal.
Memasuki kota ini, tampak beberapa backpacker sedang lalu-lalang. Musim dingin memang waktu terbaik mengunjungi tempat ini. Di kiri-kanan jalan tampak beberapa usaha hostel kecil yang memasang tarif sekitar 750-1000 ruppee dan kafe-kafe kecil memasang promosi simbol Lonely Planet sebagai rekomendasinya.
Orchha Fort Complex adalah bangunan yang pertama kali menyambut saya saat menginjakkan kaki di kota ini. Di dalam kompleks ini, dapat ditemui istana Raaj Mahal. Adalah Rudra Pratap Singh dari dinasti Bundela yang membangun konstruksi awal dari Raaj Mahal walau akhirnya baru kelar dibangun di masa pemerintahan Bharti Chandra. Istana ini berdesain seperti bujur sangkar, namun terbagi menjadi dua sayap. Di satu sisi bangunan ini memiliki empat lantai dan di tiga sisi lainnya memiliki lima lantai. Raja Madhukar Shah-lah yang pada akhirnya menyempurnakan desain dari Raaj Mahal di akhir abad ke-16 setelah melakukan beberapa renovasi. Kombinasi arsitektur Hindu dan Islam amat kental terlihat di sini. Dinding istana Raaj Mahal ini sebagian melukiskan perjalanan hidup Rama dan Krishna, inkarnasi dewa Wisnu, sedangkan sebagian lain melukiskan kegiatan masyarakat seperti duel, berburu, menggambar, dan lain-lain.Kondisi istana ini sebenarnya cukup memprihatinkan, karena memang kurang dipelihara. Tampak sebagian lukisan di dinding yang koyak dan terhapus oleh waktu. Sebagian dinding lain dipenuhi coretan-coretan nakal pengunjung. Sayang sekali karena bangunan ini sangat kokoh dan indah secara historis.
Raaj Mahal.
Jehangir Mahal adalah bangunan kedua yang dapat ditemui dalam lokasi kompleks ini. Bangunan indah berlantai tiga dengan air mancur di tengah-tengahnya ini dibangun dan diperuntukan bagi raja Jehangir setiap beliau berkunjung ke Orchha dan merupakan simbol persahabatan Bundela dan Mughal. Area dalam bangunan ini amat gelap, dan tidak dianjurkan berfoto memakai ‘blitz’ karena dapat merusak lukisan di dinding yang ada. Hati-hati saat menaiki tangga, karena memang licin dan cukup curam. Pemandangan di atas balkon lantai atas memang sangat memukau dengan kabut yang mengelilingi bangunan ini. Di kejauhan tampak tempat penyimpanan kandang kuda raja dan Turkish bath serta kompleks kuil shiva Panchmukhi Mahadeva.
Sudut mata saya menangkap sebuah bangunan dua lantai yang dinamakan Rai Praveen Mahal , dikelilingi oleh taman Anand Mahal di sekitarnya. Pemandu saya segera menjawab rasa keingintahuan saya dengan menjelaskan siapa Rai Praveen yang dimaksud ini. Lambat laun terungkaplah sebuah kisah cinta yang menyertai sosok ini. Praveen adalah seorang penari istana yang sangat terkenal kecantikan dan bakatnya bahkan dalam hal berpuisi, berkuda, dan memainkan alat musik. Selain sebagai penari, ia juga merupakan istri dari Raja Indrajit Singh yang memerintah di abad ke-16. Bangunan Praveen Mahal ini dibangun olehnya sebagai lambang cintanya terhadap Rai Praveen. Lukisan di dinding melukiskan Rai Praveen dalam berbagai gaya dan ungkapan emosi. Sedemikian tersohornya kabar kecantikan Rai Praveen, sehingga menarik perhatian raja Jehangir dari Mughal untuk memperisterinya dan menaruhnya di harem.
Saat itu Indrajit sangat tidak berdaya, sehingga Rai Praveen akhirnya mendatangi sendiri istana Mughal untuk menemui Jehangir demi menyelamatkan Orchha. Pada kesempatan itu Praveen mengungkapkan isi hatinya dalam puisi. Puisi itu menggambarkan bahwa ia hanyalah seorang kasta terendah dalam Hindu. Raja Jehangir yang memang seorang yang bijak dapat menangkap kegelisahan Rai Praveen dalam puisinya. Ia pun menghargai keinginan Praveen dan membiarkannya kembali ke Orchha dengan penuh rasa hormat. Raj Praveen Mahal akhirnya bukan hanya sebuah monumen belaka, namun perwujudan kesetiaan seorang isteri terhadap suaminya.
Rai Praveen Mahal.
Kisah cinta Praveen tidak menghentikan langkah saya menyusuri kompleks ini lebih lanjut. Sheesh Mahal adalah bangunan yang masih merupakan bagian dari Jehangir Mahal yang sudah berubah fungsi menjadi hotel. Wow, ada hotel di dalam sebuah benteng, saya tidak dapat membayangkan sensasinya seperti apa bermalam di sana. Kuil Raja Ram Nadir merupakan satu-satunya kuil yang menyembah Ram sebagai raja. Raja Madhukar Singh terkenal sebagai pemuja Krishna, sedangkan istrinya Ganeshi Bai sangat memuja Ram. Lagi-lagi pemandu saya membuai saya dengan legenda mengenai asal muasal nama tempat ini. Alkisah Madhukar Singh sering meledek dan membujuk istrinya untuk juga menyembah Krishna. Hal ini berbuah pertengkaran yang menyebabkan sang istri diam-diam pergi ke Ayodhya untuk menemui Ram dan dibawa ke Orchha.
Sesampai di Ayodhya, Ram bersedia ikut dengannya namun mengajukan tiga persyaratan. Pertama, ia bersedia pergi ke Orchha dalam bentuk bayi. Kedua, sesampainya di Orchha, ia akan menjadi raja di sana. Dan terakhir bila muncul Pushya Nakshatra (zodiak ke-9 dari 27 zodiak dlm astrologi Hindu), ia akan selamanya bersemayam di tempat ia berada. Ratu tentu saja mengiyakan semua persyaratan ini dan dengan gembira membawa Ram ke Orchha. Sementara itu Madhukar bermimpi tentang Krishna yang menyuruh dirinya untuk tidak membeda-bedakan antara dirinya dan Ram, oleh karena kedua sosok ini sebenarnya adalah perwujudan yang sama. Setelah sang ratu kembali, Madhukar menghadiahinya berbagai hal sebagai wujud permintaan maaf. Hal ini ditolak mentah-mentah oleh ratu yang memilih berdiam di dalam kamarnyadi dalam istana sambil berniat akan membawa bayi Ram ke Chatturbuj keesokan harinya. Namun ternyata takdir berkata lain. Malam itu terjadilah Pushya Nakshatra, sehingga bayi Ram pun bertransformasi dan melebur ke dalam sosok istana. Sebagai janji ratu pada Ram, istana tersebut akhirnya dinamakan Ram Raj Nadir, sebuah istana dan sebuah kuil yang memuja Ram.
Chaturbhuj Monastery of Orccha.
Chaturbhuj Monastery Orchha yang terletak di kawasan sebelah barat ini sudah menarik perhatian saya semenjak datang. Sosoknya yang tinggi menjulang di atas bukit mengingatkan saya akan salah satu gereja katedral bergaya Eropa di Goa. Amatlah kaget waktu saya mengetahui bahwa ini adalah sebuah kuil Hindu yang awalnya diperuntukan untuk “menyimpan” Dewa Ram. Arti kata Chaturbhuj adalah seseorang berlengan empat, yang tentu saja merefleksikan Dewa Wisnu. Bangunan batu ini tampak sepi dari ornamen, kecuali tampak gambaran lotus yang terbenam di bagian eksteriornya. Untuk memasukinya, kita harus menaiki beberapa rangkaian anak tangga namun tidak terjal. Bangunan ini memang sangat unik dengan menara yang berbentuk lancip selayaknya gereja. Senter amat diperlukan karena pada siang haripun area dalam bangunan gelap dan tampak kotoran kelewar di sana-sini. Menilik arsitekturnya yang berbeda, amat pantas bila bangunan ini adalah sosok perhatian utama dibanding bangunan lain di Orchha.
Raaj Mahal.
Kuil Lakshmi Narayan merupakan bangunan unik yang merupakan perpaduan antara benteng dan kuil dan keharmonisan gaya Bundela dan Mughal. Dindingnya secara rapi tertata lukisan yang indah. Bangunan ini didedikasikan untuk menyembah dewi Lakshmi, walau hingga kini tidak spesifik Dewa mana yang disembah di sini.
Orchha juga dikelilingi bangunan seperti kuil kecil yang disebut chhatris yang terletak di sepanjang sungai Betwan. Bangunan ini berjumlah sekitar 14 buah dan merupakan bangunan dasar dari arsitektur Hindu dengan gaya Mughal. Namun demikian, di balik sosoknya yang berwarna kecoklatan dengan atap runcingnya, keberadaannya di balik kabut dan refleksinya pada permukaan air menambah sisi melankolis dari sungai Betwan itu sendiri.
Satu hal yang saya sadari dari akhir perjalanan ini adalah bahwa Orchha bukanlah kumpulan arsitektur bangunan kuno belaka, namun sebuah kota yang setiap dindingnya punya cerita; yang setiap lukisannya merefleksikan sebuah budaya dimana dongeng tentang persahabatan, cinta, pengorbanan, pengkhianatan, dan mitos seakan bersuara dari setiap sudut monumen yang ada…