Aasiya Inaya, dilahirkan dalam lingkungan keluarga
yang menganut agama Hindu yang meyakini bahwa Tuhan itu ada dalam
berbagai wujud mulai dari air, sungai, batu sampai pepohonan. Oleh sebab
itu, Asiya mengaku bangga sebagai penganut politheis, yang meyakini
bahwa semua obyek ciptaan Tuhan layak disembah karena menurutnya, di
setiap benda ada bagian Tuhan di dalamnya.
Tapi keyakinan Aasiya mulai berubah ketika ia mengenal
Islam, yang mengawali perjalanan panjangnya menjadi seorang Muslimah.
Sebelum memutuskan mengucapkan dua kalimah syahadat, Aasiya mengalami
pergumulan jiwa yang hebat. Di satu sisi ia mengakui kebenaran Islam,
tapi sisi hatinya yang lain masih membuatnya ragu menjadi seorang
Muslim.
“Saya pertama kali mengenal Islam di sekolah menengah
atas. Mayoritas teman-teman sekelas saya adalah Muslim dan setiap waktu
istirahat kami biasa berdiskusi tentang Islam, utamanya karena
propaganda anti-Islam yang dilancarkan organisasi-organisasi Hindu di
India pasca serangan 11 September dan kerusuhan di Gujarat,” kata
Aasiya.
Ia melanjjutkan,”Sepanjang pembicaraan, mereka (teman-teman Muslim Aasiya) berusaha untuk meluruskan berbagai pandangan-pandangan saya yang salah tentang agama monoteis, hak perempuan, status mereka dan berbagai mitos tentang Islam yang klise.”
“Tapi, upaya mereka tidak begitu meyakinkan saya. Saya
tetap memegang teguh keyakinan saya dan tetap bangga sebagai penganut
politheis,” tukas Aasiya.
Meski demikian, ia mengakui bahwa sikap anti-Muslimnya
agak berkurang setelah mendengar penjelasan dari teman-temannya yang
Muslim. “Saya mulai merasa tersentuh dengan penderitaan mereka, bagian
dari masyarakat kami, yang harus termarginalkan hanya karena ingin
menjalankan ajaran agama mereka. Pandangan-pandangan saya pun jadi agak
sekular …” sambung Aasiya.
Tapi semua itu belum menggerakkan hati Aasiya untuk
memeluk agama Islam. Aasiya mulai beralih ke kelompok Arya Samaj, sebuah
kelompok penganut agama Hindu yang keluar dari mainstream Hinduisme.
Kelompok ini meyakini bahwa Hinduisme adalah agama monoteis dan tidak
mengajarkan umatnya untuk menyembah berhala. Setelah menjadi bagian
kelompok ini, Aasiya tidak lagi menyembah banyak benda, ia melakukan
ritual Arya Samaj dan jadi rajin ke kuil.
Setelah beberapa waktu menjalani ritual Arya Samaj,
Aasiya menemukan bahwa keyakinan ini juga memiliki banyak cacat dan
kekurangan. “Saya merasa kembali berada di sarang laba-laba yang sama,
dimana ritual dan penyembahan terhadap api menjadi bagian integral
keyakinan itu, sama seperti keyakinan yang saya anut dahulu,” paparnya.
“Tapi saya menyebut itu semua sebagai langkah panjang,
sebelum akhirnya saya sampai pada keputusan untuk memeluk agama Islam,”
ujar Aasinya.
“Kejelasan tentang Islam mulai saya rasakan begitu
kuat ketika saya menjadi mahasiswa fakultas hukum. Ketika itu saya
mengikuti kuliah tentang hukum keluarga dalam agama Hindu dan Islam,
mulai dari hukum perkawinan, perceraian dan urusan keluarga lainnya.”
“Saya menemukan bahwa hukum keluarga dalam agama Hindu
banyak memiliki celah kelemahan karena beragamnya aturan terkait
masalah teknis, perbedaan pendapat, sehingga hukum keluarga dalam agama
Hindu kerap membingungkan dan tidak pasti. Di sisi lain, hukum keluarga
yang diatur oleh Islam, sangat jelas, cermat dan pasti,” tutur Aasiya.
Sejak perkualiahan itu, pandangan Aasiya terhadap
Islam berubah total. Selama ini, Aasiya memandang Islam sebagai agama
yang kaku dan keras. “Saya melihat umat Islam sebagai umat yang statis,
hidup berdasarkan pada masa lalu sementara dunia terus berkembang. Buat
saya, apa yang diyakini umat Islam tidak masuk akal, tidak praktis,
kejam dan ketinggalan jaman,” kenang Aasiya mengingat
pandangan-pandangannya terhadap Islam di masa lalu.
“Tapi, sejak perkuliahan itu, pendapat saya langsung
berubah hanya dalam satu malam. Apa yang selama ini saya anggap statis
ternyata sebuah kestabilan. Ini membuat rasa ingin tahu saya tentang
Islam memuncak dan saya menghabiskan waktu berjam-jam di internet untuk
bicara dengan teman-teman saya yang dulu menjelaskan tentang Islam pada
saya,” papar Aasiya.
Selain bertanya pada teman-temannya yang Muslim,
Aasiya juga mencari berbagai informasi tentang Islam di internet dan
aktif mengikuti berbagai forum diskusi. Pengetahuan Aasiya yang mulai
bertambah tentang Islam mempengaruhi sikap dan pandangan Aasiyah tentang
Islam ketika ia berkumpul dan membahasnya dengan sesama temannya yang
beragama Hindu. Perubahan sikap dan pandangan Aasiya, tentu saja tidak
mendapat tanggapan negatif dari sahabat-sahabatnya yang Hindu.
“Mereka menyebut bahwa saya sudah mengalami ‘cuci
otak’ yang ingin mengubah penganut Hindu menjadi pemeluk Islam,” kata
Aasiya tentang pendapat teman-teman Hindunya.
Saat itu, Aasiya mengaku khawatir dan takut melihat
ketidaksetujuan teman-temannya tentang Islam dan ia merasa telah
mengkhianati teman bahkan keluarganya. Tapi keyakinan Aasiya akan
kebenaran Islam justeru makin kuat dan ia merasa tidak bisa lari dari
kebenaran itu.
“Sampai kapan orang bisa menghindar dari kebenaran?
Anda tidak bisa hidup dalam kebohongan dan menerima kebenaran
membutuhkan keberanian seperti yang disebutkan dalam ayat Al-Quran dalam
surat An-Nisaa; ‘ Wahai orang-orang yang beriman, jadilah
kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah
biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika
ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatan. Maka
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari
kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan
menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa
yang kamu kerjakan’.”
“Hari itu, semua rasa kekhawatiran saya lenyap. Saya
merasa, jika saya tidak pernah memeluk Islam dan selamanya saya tidak
akan pernah memiliki Islam, saya akan tetap dicengkeram oleh kompleksnya
kehidupan yang materialistis ini, dimana hawa nafsu membuat kita enggan
melakukan hal-hal yang benar,” tandas Aasiya.
Aasiya akhirnya memutuskan untuk mengucapkan dua
kalimat syahadat dan resmi menjadi seorang Muslim. “Alhamdulillah, hari
ini saya menjadi seorang Muslimah. Saya berusaha belajar dan terus
belajar al-Quran dan Sunnah Rasulullah Muhammad Saw. Insya Allah, saya
akan mengikuti sunah-sunahnya dengan lebih baik. Dengan bantuan beberapa
teman dan sebuah organisasi Islam, saya belajar salat lima waktu,”
tuturnya.
Persoalan Aasiya sekarang adalah memberitahukan
tentang keislamannya pada teman-teman Hindunya dan orangtuanya. “Cepat
atau lambat, saya pasti akan memberitahu mereka. Saya berharap mereka
menghormati keputusan saya dan saya berdoa, semoga Allah swt memberikan
kekuatan sehingga saya bisa istiqomah dengan keputusan saya menjadi
seorang Muslim,” tandas Aasiya.
Follow @wisbenbae