GuidePedia

Nenek Artija Dipidanakan Anak Kandung, Karena Tebang Pohon Di Tanah Anaknya - Nenek Artija (70) terpaksa berurusan dengan polisi setelah dilaporkan anak kandungnya, Manisah atas tuduhan mencuri 4 batang pohon. Padahal, pohon itu ditanam oleh sang nenek di pekarangan rumahnya. 

“Batang pohon tersebut saya yang menanam bersama almarhum suami saya, Sabihah. Pohon itu ditanam di pekarangan samping rumah yang merupakan warisan dari almarhum suami. Makanya saya langsung kaget saat tiba-tiba dilaporkan ke polisi oleh anak kandung kedua saya, Manisah,” tutur nenek Artija sedih, saat ditemui di Jember, Jawa Timur, Senin (18/3/2013).

Peristiwa berawal pada pertengahan Oktober 2012 lalu, saat Artija bersama anak pertamanya Ismail serta cucunya Syafi’i bermaksud menebang pohon untuk keperluan perbaikan rumah. Namun penebangan itu langsung ditanggapi negatif oleh Manisah, yang juga adik kandung Ismail. Manisah menuding Ismail dan anaknya mencuri batang pohon di atas sebidang tanah yang diakui miliknya sesuai bukti akta jual beli yang ia pegang.

Belakangan diketahui, hubungan Manisah dan Ismail tak harmonis karena berebut hak waris atas tanah tersebut. Ditambah Manisah memiliki bukti akta jual atas tanah itu.Meski tidak bermaksud memenjarakan sang ibu, pelapor bersikukuh tak akan mencabut laporan karena tanah tempat pohon yang dicuri itu bukanlah tanah warisan, melainkan ia beli dari tetangga.

Saat ditemui Liputan 6 SCTV di Dusun Gempal Jember, Selasa (19/3/2013), gurat kesedihan terpancar dari wajah nenek Artija. Lansia 70 tahun ini tak percaya jika Manisa, anak kandungnya, tega menyeret dirinya ke polisi hanya gara-gara dituduh mencuri 4 batang pohon bayur yang ditanam di tanah pekarangan warisan keluarga. “Pohon itu saya tanam sendiri di tanah keluarga,” ujar Artija sambil menunjukkan lokasi bekas 4 pohon yang ditebang.

Ia mengatakan pohon tersebut sengaja ditebang untuk keperluan merenovasi rumah yang akan diwariskan kepada cucu Mohammad Syafi. Syafi merupakan putra Ismail, anak pertama Artija. Meski sangat kecewa, namun Artija mengaku masih membuka pintu maaf bagi anaknya.

Sementara pelapor Manisa yang merupakan anak kedua Artija bersikukuh tidak akan mencabut laporan ke polisi karena tanah seluas 3 ribu meter persegi, tempat pohon tersebut berdiri bukanlah tanah warisan. Ia mengaku membeli tanah tersebut dari seorang tetangga senilai Rp 5 juta pada 2002 silam.

“Saya tidak bermaksud memenjarakan ibu, tapi Ismail dan Mohammad Syafi karena keduanya memang biang keladi dalam kasus penebangan pohon tersebut,” jelas Manisa.

Menurutnya, ibu kandung terseret kasus karena Ismail dan Syaf mengaku tidak menebang dan hanya disuruh Artija untuk menebang pohon tersebut. Kasus ini terus bergulir, berkas perkara 3 terlapor yakni Artija, Ismail dan M Syafi dilimpahkan polisi ke Kejaksaan Negeri Jember.

Malin Kundang
Warga Jember menyebut kasus ini sebagai versi baru Malin Kundang cerita rakyat Minangkabau. Kisah yang menceritakan kedurhakaan anak kepada ibunya, hingga akhirnya si anak dikutuk menjadi batu. Betapa tidak? Susah payah Artija melahirkan Manisa, lalu merawatnya dengan kasih sayang mendalam hingga dewasa. Namun, bayang-bayang penjara adalah balasannya.

Kemarin, Nenek Artija yang sederhana itu hadir di pengadilan dengan ikhlas memenuhi panggilan hukum, meski sebenarnya sangat tak ingin berseteru dengan anaknya. Dia hanya ingin hidup damai di masa tuanya. ”Mareh lah, tanah pakarangan la ebagi duwek. Engkok terro damai, sang anak kappi jek sampek atokaran. (Sudah, tanah itu dibagi dua saja. Saya ingin damai dan anak saya, jangan bertengkar),” kata Artija dalam bahasa dan logat Madura yang kental, di hadapan majelis hakim.

Dalam persidangan, jaksa penuntut umum (JPU) mendakwa Nenek Artija dengan Pasal 363 ayat (1) junto Pasal 367 ayat (2) KUHP. Bila dinyatakan bersalah, Nenek Artija bisa mendekam di dalam penjara hingga 7 tahun lamanya. ”Akibat perbuatan terdakwa yang menebang pohon di tanah milik Manisa, membuat Manisa menderita kerugian sekitar Rp3 juta,” kata JPU yang diwakili jaksa Indah Puspita Rini.

Abdul Haris Afianto pengacara Nenek Artija meminta majelis hakim untuk meninjau lokasi tempat penebangan pohon. Menurut Alfianto, peninjauan lokasi sangat penting untuk membuktikan apakah benar pohon tersebut berada di atas tanah milik Manisa atau berada di tanah milik Artija. ”Kami mohon kepada majelis hakim untuk bisa mengagendakan jadwal sidang lokasi perkara. Sebab, kami juga memiliki bukti data bahwa tanah tersebut merupakan milik Bu Artija,” kata Alfianto.

Dalam sidang, majelis hakim pun menyarankan agar Artija dan Manisa bisa berdamai karena mereka masih satu keluarga, dan sangat dekat hubungannya, meski hal itu memang tidak bisa menghentikan proses hukum. Persidangan tetap berlangsung hingga tahap putusan.

”Hakim tidak boleh mengesampingkan perkara ini karena kasusnya pidana. Jika nanti dalam persidangan tidak terbukti bersalah, kami akan memvonis bebas. Tetapi jika terbukti bersalah, ada unsur yang meringankan. Nah, perdamaian itulah yang mungkin bisa menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan vonis,” kata Ketua Majelis Hakim Ari Satyo seusai sidang, kemarin.

Seandainya kasus yang menimpa Nenek Artija diajukan secara perdata, pintu perdamaian lebih terbuka lebar. Sebab, dalam sidang perdata memungkinkan mediasi atas perintah hakim. ”Silakan mereka bermusyawarah karena ini perkaranya pidana. Kalau perkaranya perdata, bisa diselesaikan melalui mediasi,” ujar Ari Satyo.
.

Beli yuk ?

 
Top