Catatan Editor: Kami meralat bagian perjalanan penulis memasuki Laos dari Thailand. Warga negara Indonesia sekarang bisa memasuki Laos tanpa perlu membuat dan membayar Visa on Arrival di imigrasi. Terima kasih. Mohon maaf atas kesalahan ini.
Cerita ini adalah pengalaman backpacking pertama saya ke luar negeri seorang diri. Semua dimulai dengan sebuah perjalanan dengan ojek ke pelabuhan kapal feri internasional di Batam Centre. Setelah melalui imigrasi, saya tumpangi kapal feri yang berangkat tepat pukul 17:45 meninggalkan Pulau Batam menuju Johor Bahru, Malaysia. Tarifnya Rp240.000 dan waktu tempuhnya adalah satu jam 45 menit.
Setibanya di pelabuhan feri Stulang Laut di Johor Bahru, Malaysia, saya mencari taksi menuju terminal bus Larkin. Jika Anda menemui calo, hindarilah dan langsung saja ke agen pejualan tiket. Tiket bus ke Kuala Lumpur untuk jam keberangkatan 23.30 seharga RM31 saya beli tanpa pikir panjang. Jadwal ini adalah yang terakhir untuk hari itu. Lebih baik menaiki bus terakhir di malam hari karena perjalanannya cukup singkat, sekitar empat jam. Sampai di Kuala Lumpur saya tidak perlu menunggu terlalu lama untuk pagi menjelang.
Jarum jam hampir menunjukkan pukul 12 malam. Bus berangkat meninggalkan terminal bus Larkin. Tepat pukul empat pagi bus tiba di terminal bus Puduraya, Kuala Lumpur. Bus tidak memasuki kawasan terminal. Semua penumpang diturunkan di sisi luar terminal bus Puduraya tepatnya di sekitar perempatan sebuah jalan raya. Di tempat ini banyak juga penumpang lainnya yang sedang duduk menunggu waktu pagi tiba. Tak jauh dari tempat bus berhenti terdapat sebuah rumah makan yang buka 24 jam yang bisa dijadikan alternatif untuk menghilangkan rasa bosan selama menunggu waktu pagi.
Bus dari Kuala Lumpur, Malaysia ke Hat Yai, Thailand
Ketika hari mulai terang, saya datangi terminal bus Puduraya yang terdapat di seberang jalan untuk membeli tiket tujuan Hat Yai, Thailand. Akhirnya tiket bus tujuan Kuala Lumpur, Malaysia – Hat Yai, Thailand saya dapatkan dengan harga RM50. Bus ini akan berangkat pukul sembilan pagi. Jarum jam masih menunjukkan pukul tujuh pagi. Saya manfaatkan sisa waktu ini dengan menjelajahi sebagian kecil dari kota Kuala Lumpur dengan berjalan kaki.
Tepat pukul sembilan pagi bus berangkat meninggalkan Kuala Lumpur. Pemandangan di kiri dan kanan sepanjang perjalanan dari Kuala Lumpur menuju Hat Yai, Thailand terlihat monoton karena didominasi oleh deretan pepohonan kelapa sawit.
Bus tiba di kantor imigrasi Malaysia di perbatasan. Semua penumpang turun dari bus untuk melakukan prosedur imigrasi. Selesai proses ini semua penumpang masuk kembali ke dalam bus untuk menuju kantor imigrasi Thailand yang waktu tempuhnya sekitar tiga menit.
Tak lama kemudian bus tiba di Hat Yai, Thailand sekitar pukul tujuh malam. Tanpa menunggu lama, saya mencari tiket tujuan Phuket. Tiket Hat Yai ke Phuket ini tarifnya ฿400.
Tepat pukul 20.30 bus berangkat meninggalkan Hat Yai menuju Phuket. Kali ini bus terlihat sedikit lusuh. Sekitar pukul empat pagi bus tiba di Terminal Bus Phuket. Suasana di terminal tampak sepi dan hanya ada beberapa penumpang yang sedang duduk menunggu di ruang tunggu. Terminal bus Phuket ini terbuka dan tidak dibatasi oleh tembok, sehingga dapat didatangi siapa saja termasuk penyedia jasa ojek yang akan mencari penumpang.
Hari masih tampak gelap. Namun beberapa loket penjualan tiket sudah mulai buka. Saya tak akan lama di sini, karena tujuan berikutnya sudah di depan mata: Bangkok. Setelah terjadi tawar-menawar dengan petugas loket di sini, akhirnya tiket Phuket – Bangkok seharga ฿470 saya dapatkan. Seperti biasa, jadwal terakhir pukul 19.30 malam nanti menjadi pilihan. Hasilnya, saya memiliki waktu seharian untuk berkeliling Phuket.
Matahari masih bersembunyi di ufuk timur. Waktu Subuh masih tersisa. Saya mulai bertanya kepada orang-orang di sekitar terminal mengenai keberadaan mesjid terdekat. Sempat ragu tentang adanya mesjid, namun terpatahkan oleh tawaran penyedia jasa ojek yang bersedia mengantarkan ke mesjid terdekat dengan tarif ฿40.
Mesjid yang diberi nama Yameay ini bentuknya cukup besar, bersih, dan nyaman. Saat memasuki mesjid, saya berpapasan dengan seorang pria paruh baya menggunakan sorban putih yang ternyata bisa berbahasa Melayu.
Saya menuju pelabuhan Phuket, tempat berlabuhnya kapal wisata, lalu memutuskan membeli paket tur ke teluk Phang Nga. Rata-rata penumpang di kapal ini didominasi oleh turis berambut pirang, hanya beberapa saja yang berwajah Asia. Dari kejauhan tampak beberapa deretan pulau berbentuk bukit besar yang ditutupi oleh tumbuhan hijau. Semakin kapal mendekat semakin jelas terlihat keindahan dan eksotisme Pulau Phi-Phi, salah satu pulau di teluk ini. Subhanallah. Selama lebih kurang 20 menit para penumpang dimanjakan untuk menyaksikan keindahan pulau yang pernah menjadi lokasi syuting film “The Beach“-nya Leonardo Di Caprio ini.
Setelah puas menikmati keindahan Pulau Phi-Phi, melakukan snorkeling dan makan siang, kapal beranjak pulang menuju Phuket. Semua penumpang tampak kelelahan dan memilih beristirahat di kursi masing-masing. Ketika sampai di pelabuhan, satu per satu penumpang turun dari kapal dan menuju bus masing-masing. Saya menaiki bus yang khusus mengantarkan langsung ke terminal bus Phuket bersama beberapa penumpang lainnya.
Saatnya tiba untuk menaiki bus yang akan membawa saya ke Bangkok. Perjalanan ini memakan waktu lebih kurang 14 jam. Di akhir perjalanan, sinar matahari mulai benderang. Mentari perlahan beranjak naik. Tampak dari kejauhan gedung-gedung pencakar langit kota Bangkok. Sepintas wujud Bangkok mirip dengan Jakarta.
Sekitar pukul delapan pagi bus tiba di Terminal Chatuchak Bangkok. Selama sehari saya menghabiskan waktu di Bangkok untuk berkeliling. Puas menikmati pemandangan kota Bangkok yang tidak jauh berbeda dengan Jakarta ini, saya kembali ke terminal bus untuk menuju kota selanjutnya, yakni Nong Khai, masih di negara yang sama.
Bus akan berangkat sekitar pukul 19.30 waktu setempat. Lama perjalanan dari Bangkok menuju Nong Khai adalah sekitar delapan jam.
Bus tiba di Nong Khai, Thailand, sekitar pukul empat pagi. Hari masih gelap. Suasana di terminal tampak sepi. Hanya terlihat beberapa penumpang saja yang sedang duduk menunggu di ruang tunggu dan beberapa pekerja sekitar terminal.
Nong Khai adalah kota yang terletak di timur laut Thailand, tepat berbatasan dengan Laos. Saya menuju kantor imigrasi Thailand dengan menggunakan tuk-tuk seharga ฿60. Saya melewati jembatan persahabatan Thailand – Laos dengan bus khusus perbatasan bertarif ฿20. Lama perjalanan melintasi perbatasan hanya membutuhkan waktu sekitar lima menit. Warga negara Indonesia sekarang bisa memasuki Laos tanpa Visa on Arrival, hanya menunjukkan paspor.
Roti Baguette Khas Laos
Kota Vientiane sangat berdebu, sehingga kurang nyaman. Karena bertepatan dengan hari Jumat, saya pun menyempatkan diri untuk menunaikan ibadah sholat Jumat di Mesjid Jamia.
Sholat Jumat di Masjid Jamia, Vientiane, Laos
Setelah puas menikmati Vientiane, terminal bus lokal saya sambangi untuk mencari tiket tujuan Hanoi, Vietnam. Bus Vientiane, Laos – Hanoi, Vietnam dapat merupakan Sleeper Bus yang kursinya berbentuk tempat tidur sehingga posisi kaki hanya bisa lurus ke depan. Sekitar pukul dua dini hari bus tiba di perbatasan Laos – Vietnam, tepatnya di kota kecil Nam Phao, Laos. Di perbatasan ini bus berhenti menunggu hingga kantor imigrasi Laos buka di pagi hari. Banyak juga bus lainnya yang berhenti dan menunggu di sini.
Ketika hari mulai terang, saya dan beberapa penumpang lainnya turun sebentar membersihkan diri di sebuah toilet umum yang tidak jauh dari tempat pemberhentian bus. Udara sangat dingin. Seluas mata memandang saya hanya melihat perbukitan berkabut. Kantor imigrasi mulai buka dan petugas bus mengurus inspeksi paspor para penumpangnya. Selain warga negara Laos atau Vietnam penumpang diharuskan untuk datang sendiri ke imigrasi.
Selesai melakukan inspeksi paspor, semua penumpang kembali masuk ke dalam bus untuk melanjutkan perjalanan menuju imigrasi Vietnam. Jarak dari imigrasi Laos ke imigrasi Vietnam sangat dekat. Tidak sampai lima menit bus sudah sampai di kantor imigrasi Vietnam, tepatnya di kkota Cau Treo. Semua penumpang turun kembali untuk melakukan inspeksi paspor. Suasana di sini tampak berkabut. Jarak pandang hanya sekitar 100 meter. Warga negara Indonesia tidak perlu visa kunjungan ke Vietnam.
Pemeriksaan Sebelum Memasuki Vietnam di Cau Treo
Perjalanan dilanjutkan ke Hanoi. Hujan turun tidak begitu deras menemani perjalanan pagi ini. Bus berhenti di tempat peristirahatan untuk makan siang. Semua penumpang diharuskan turun walau tidak ikut makan siang. Hal ini dilakukan oleh petugas bus untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan seperti kehilangan barang. Di tempat peristirahatan ini Saya tidak ikut makan karena takut tidak terjamin kehalalannya.
Selama perjalanan menuju Hanoi, pemandangan menyuguhkan deretan perbukitan, hutan, sungai, hamparan sawah dan kehidupan warga di sekitar perbatasan Vietnam yang masih banyak menggunakan sepeda sebagai alat transportasi.
Sekitar pukul tujuh malam bus tiba di terminal bus Hanoi. Menggunakan taksi, saya menuju Old Quarter untuk mencari penginapan. Penginapan hostel bertarif lima dolar AS per malam saya dapatkan. Tubuh yang lelah membutuhkan istirahat.
Hari kedua di Vietnam. Saya mulai bersiap-siap untuk mengunjungi Halong Bay yang merupakan salah satu dari tujuh keajaiban alam di dunia. Tepat pukul delapan pagi seorang pemandu wisata tur ke Halong Bay mendatangi hostel untuk menjemput. Bus yang saya tumpangi berkeliling Old Quarter untuk menjemput turis lainnya.
Perjalanan dari Hanoi ke Halong Bay memakan waktu sekitar tiga jam. Setibanya di Halong Bay peserta tur memasuki pelabuhan dan diajak menikmati keindahan lokasi ini dengan kapal wisata yang bercorak tradisional, menyusuri perbukitan karst. Peserta tur puas menikmati Halong Bay yang eksotis dan menyaksikan gua stalaktit dan stalagmit.
Eksotisme Halong Bay
Eksotisme Halong Bay
Setelah kapal merapat di pelabuhan, peserta tur turun dari kapal dan menuju bus untuk selanjutnya diantar ke tujuan masing-masing. Bus berjalan membawa seluruh peserta tur untuk menikmati perjalanan tiga jam menuju Hanoi.
Hari ketiga di Hanoi, saya tak memiliki agenda khusus. Pilihan jatuh pada mengelilingi Old Quarter. Tempat-tempat menarik di sekitar wilayah ini adalah Danau Hoan Kiem dan Mesjid Hanoi. Karena kelelahan, saya pulang ke hostel dan tertidur pulas hingga pukul 10 malam.
Pesona Danau Hoan Kiem, Hanoi, Vietnam
Memasuki hari terakhir di Hanoi. Selasa, 29 November 2011, saya mulai berkemas mempersiapkan barang-barang yang harus dibawa. Tertera di tiket bahwa pesawat yang akan saya naiki akan berangkat pukul 10.45 waktu setempat. Bis dari kota Hanoi ke bandara memakan waktu 45 menit. Perjalanan Hanoi – Singapura ini membutuhkan waktu sekitar tiga jam. Sesampainya di Singapura, saya langsung menaiki MRT (Mass Rapid Transit) ke stasiun HarbourFront, lalu menuju pelabuhan feri yang akan membawa saya kembali ke Batam.
Tepat pukul 20.00 kapal feri berangkat meninggalkan Singapura. Perjalanan dengan kapal feri ke Batam ini membutuhkan waktu sekitar 45 menit. Persediaan Rupiah sudah mulai menipis. Saat sudah terasa sangat lelah dan ingin segera sampai di rumah tiba-tiba seorang tukang ojek menawarkan ojeknya sambil berkata, “Mau cari penginapan, Mas?”
http://feedproxy.google.com/~r/ranselkecil/~3/gytnb6fBXTo/
Post a Comment Blogger Facebook