Perjalanan tour Surabaya Heritage Track masih belum selesai loh. Setelah melihat tempat Keraton Surabaya berada yang sudah tidak ada bekasnya para tracker diajak berjalan kaki melewati Jalan Kramat Gantung menuju Jalan Gemblongan. Namun sebelum sampai di Jalan Gemblongan kami belok ke kiri menyeberangi sebuah jembatan yang melintas di atas Kalimas. Lurusan jembatan itu ada sebuah gang yang diberi nama Jalan Peneleh VII. Objek yang terakhir akan kami kunjungi adalah rumah salah seorang pahlawan nasional yaitu HOS Cokroaminoto. Siapa beliau? Ini sih nggak perlu saya jelaskan lebih banyak karena sudah banyak disebutkan dalam buku-buku sejarah maupun literatur-literatur. Secara garis besar beliau adalah pimpinan Sarekat Islam, sebuah organisasi massa terbesar pada masa Hindia-Belanda dengan jumlah anggota sampai 1 juta orang dari seluruh pelosok nusantara.
Seperti yang sudah saya sebutkan, rumah HOS Cokroaminoto berada di Jalan Peneleh VII No. 29 dan 31. Unik ya, dua nomor dipakai untuk satu rumah. Rumah yang berada di gang sempit ini cukup sederhana, memiliki warna dominan hijau dengan kelir kuning. Saat ini rumah ini sudah tidak digunakan lagi, tapi kami tetap bisa masuk melihat ruang-ruang yang ada di dalamnya dengan meminjam kunci kepada Pak RT. Meskipun tidak ditempati, rumah sederhana ini cukup bersih dan begitu terawat. Dinding rumah sudah terbuat dari batu bata yang disemen, lantainya juga terbuat dari semen. Tidak menggunakan keramik, marmer, atau sejenisnya. Seperti pada rumah kebanyakan, ruangan paling depan merupakan ruang tamu. Kursi, meja, dan lemari semuanya terbuat dari kayu yang terlihat sangat antik. Pada dinding ruangan terdapat foto HOS Cokroaminoto di sebelah kiri, lambang Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII) di tengah, dan foto Bung Karno di bagian kanan.
Di rumah berukuran 36 ini hanya terdapat tiga kamar tidur. Satu kamar berada di belakang ruang tamu dengan ukuran sedang. Sementara dua kamar lainnya saling berdampingan di sebelah kiri ruang tamu. Di dalam kamar kosong, hanya ada beberapa perkakas seperti lemari dan beberapa barang milik keluarga. Tidak ada lagi tempat tidur disini. Selain kamar tidur, terdapat pula dapur dan kamar mandi di bagian bbelakang. Tidak ketinggalan, di bagian atas terdapat sebuah ruang rahasia semacam loteng berukuran cukup luas yang biasa digunakan oleh rapat Pak Cokro bersama pejuang-pejuang lainnya.
Ada hal yang tidak kalah menarik, rumah ini dulunya juga digunakan sebagai rumah kost Bung Karno. Dulu Soekemi (ayah Soekarno) yang merupakan teman akrab Pak Cokro menitipkan Soekarno karena Soekarno harus sekolah di Hoogere Burger School (HBS) Surabaya, sebuah sekolah yang setara dengan SMA. Sementara Soekemi yang dulu tinggal di Pendean VI, kampung yang berjarak 500 meter dari Peneleh VII akan pindah ke Mojokerto. Bung Karno ngekost di rumah Pak Cokro selama kurang lebih dua tahun antara 1917-1919 sebelum kemudian melanjutkan kuliah di Bandung.
Secara keseluruhan rumah HOS Cokroaminoto yang sekarang menjadi cagar budaya ini tampak biasa saja. Namun di dalamnya terdapat sejarah yang begitu besar. Banyak tokoh besar pernah tinggal maupun berdiskusi di rumah kecil ini. Saya sangat beuntung bisa ikut Surabaya Heritage Track "special edition" ini karena sebelumnya memang tidak tau dan belum pernah ke objek-objek yang dikunjungi kali ini. Dari rumah Pak Cokro para trackers langsung diajak pulang ke House Of Sampoerna karena tour sudah berakhir. Saya dan partner juga langsung pulang, tidak masuk ke House Of Sampoerna karena sebelumnya kami juga sudah pernah masuk kesana. Saya mungkin bakal ikut Surabaya Heritage Track lagi kalau ada tour spesial lagi. Thank to House Of Sampoerna!
http://www.wijanarko.net/2012/01/bertamu-ke-rumah-hos-cokroaminoto.html
Lihat yg lebih 'menarik' di sini !
Terpujilah beliau... (h)
ReplyDelete