Ketika Nabi saw. wuquf (berada di Arafah) bertepatan dengan hari raya umat Yahudi dan Nasrani. Pada saat itu tibalah wahyu terakhir kepada Nabi Muhammad saw.: Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku untukmu dan telah Kuridhai Islam (penyerahan diri) menjadi agama untukmu (QS 5:3). Demikianlah terjemahan menurut Tim Depag.
Menarik sekali untuk dipahami dan dihayati berkaitan dengan wahyu terakhir yang turun pada saat umat Islam merayakan Idul Adha. Misalnya, arti akmaltu yang diterjemahkan dengan “ Kusempurnakan”, dan atmamtu yang diterjemahkan dengan “Kucupkan”.
Saya tidak tahu persis apa perbedaan antara kedua kata tersebut dalam bahasa Indonesia. Tetapi, Al-Quran menggunakan keduanya untuk makna yang sama tapi tidak serupa. Akmaltu diartikan dengan “menghimpun banyak hal yang kesemuanya sempurna dalam satu wadah yang utuh.” Sedangkan atmamtu diartikan dengan “menghimpun banyak hal yang belum sempurna sehingga menjadi sempurna.”
“Agama” disempurnakan, sedangkan “nikmat” dicukupkan, seperti halnya dalam bahasa terjemahan di atas. Ini berarti bahwa petunjuk-petunjuk agama yamg beraneka ragam itu kesemuanya dan masing-masingnya telah sempurna. Jangan menduga petunjuk shalat, zakat, nikah, jual beli, dan sebagainya yang disampaikan oleh Al-Quran masih mempunyai kekurangan-kekurangan. Semua telah sempurna dan dihimpun dalam satu wadah yaitu dîn atau yang dinamai dengan agama Islam.
“Nikmat” telah dicukupkan. Memang banyak nikmat Tuhan, misalnya, kesehatan, kekayaan, pengetahuan, keturunan, dan sebagainya. Tetapi, jangan menduga bahwa masing-masing telah sempurna. Kesemuanya ini, walaupun digabungkan, masih akan kurang. Baru sempurna apabila ia dihimpun bersama dengan apa yang turun dari langit berupa petunjuk-petunjuk Ilahi. Petunjuk-petunjuk itulah – ketika digabungkan dengan anugerah-anugerah semacam kesehatan, kekayaan dan sebagainya – yang menjadikannya nikmat-nikmat yang sempurna. Bila Anda memperoleh kekayaan tanpa agama, maka betapapun banyaknya ia tetap kurang, demikian pula yang lain.
Dîn (agama) dan dain (utang) adalah dua kata dari akar yang sama, yang mempunyai kaitan makna yang sangat erat. Beragama berarti usaha mensyukuri anugerh-anugerah Tuhan. Dengan kata lain, membayar “utang” dan “ budi baik” Tuhan kepada kita. Sayang kita tak mampu membayar tuntas dan sempurna, karena terlalu banyaknya anugerah tersebut, sampai-sampai kita tak dapat lagi menghitungnya. Maka untuk menampakkan itikad baik kita kepada-Nya, kita datang menghadap dan menyerahkan segala apa yang kita miliki sambil berkata: “Ya Allah aku tak mampu membayar utangku, karenanya aku datang menyerahkan wajahku kepada-Mu, Aslamtu wajhi ilaika." Inilah Islam, dalam arti penyerahan diri kepada kepada Allah.
Syukurlah, menerima pembayaran yang demikian, dan dinyatakan secara resmi penerimaan tersebut pada wahyu terakhir itu: Telah Kuridhai (Kuterima dengan puas dan senang) Islam (penyerahan dirimu) sebagai agama (pembayaran utang).[]
Post a Comment Blogger Facebook