GuidePedia

0

Jakarta - Beberapa hari terakhir ini, "Mukidi" menjadi tokoh yang paling banyak diperbincangkan. Sosok fiksi dengan kisah humornya itu, telah menjadi viral di berbagai media sosial dan aplikasi pesan instan.

Di mata Sosiolog perkotaan, JF Warouw, fenomena Mukidi bukan hanya sekedar guyonan yang berhasil mengocok perut. Dalam beberapa kisahnya, sosok Mukidi juga telah dipakai sebagai personifikasi atau pengumpamaan untuk mengkritisi hal-hal yang sedang terjadi di masyarakat.

"Selain untuk lucu-lucuan, saya lihat Mukidi itu sebagai personifikasi mengenai sesuatu yang terjadi saat ini. Dia dipakai untuk mewakili sosok yang ingin dibicarakan tanpa harus menyinggung langsung orang yang bersangkutan," ujar JF Warouw kepada Wisbenbae.blogspot.com, Jumat (28/8).

Sosiolog dari Universitas Indonesia ini melihat fenomena tersebut muncul lantaran media internet sudah tidak "aman" lagi untuk menyampaikan kritikan. Karena, kata dia, tidak jarang ada yang harus berhadapan dengan masalah hukum ketika meyampaikan kritikan di media internet.

"Sekarang kan kalau menyinggung seseorang melalui internet, sudah ada suatu badan yang memonitor dan itu bisa dipidana. Dengan memakai sosok Mukidi, masyarakat bisa lebih aman untuk menyampaikan kritikan," tuturnya.

Mukidi juga dikonstruksikan secara global, sehingga sosoknya bisa mewakili siapa saja. "Cerita-cerita yang beredar itu memang tentang Mukidi. Tapi masyarakat pasti tahu kalau cerita itu sedang membicarakan siapa," imbuhnya.
Sumber

lanjutin di sini !



Mau KAOS di bawah ? Klik ajah !

Post a Comment Blogger

Beli yuk ?

 
Top