Polda Riau menghentikan penyidikan terhadap 15 perusahaan yang diduga ikut terlibat dalam kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau, pada 2015. Tahun lalu, saat kebakaran hutan dan lahan melanda Riau, Polda Riau menetapkan 18 perusahaan sebagai tersangka. Belakangan Polda Riau mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) untuk 15 perusahaan.
Penghentian penyidikan ini disampaikan, Direktur Reskrimsus Polda Riau, Kombes Rivai Sinambela, Kamis (21/7). Rivai menjelaskan, SP3 untuk 15 perusahaan ini dilakukan karena belum memenuhi unsur atau bukti-bukti yang kuat. "Karena tidak memenuhi unsur adanya kesengajaan atau kelalaian, sehingga kami berkesimpulan kasus tersebut selayaknya dihentikan," kata Rivai seperti dipetik dari detikcom.
Perusahaan tersebut terdiri dari 11 perusahaan tanaman industri yang mencakup PT Bina Duta Laksana, PT Perawang Sukses Perkasa Indonesia, PT Ruas Utama Jaya, PT Suntara Gajah Pati, PT Dexter Perkasa Industri, PT Siak Raya Timber, PT Sumatera Riang Lestari, PT Bukit Raya Pelalawan, PT Hutani Sola Lestari, KUD Bina Jaya Langgam dan PT Rimba Lazuardi. Sisanya, perusahaan bergerak dalam bidang kelapa sawit. Perusahaan sawit itu adalah PT Parawira, PT Alam Sari Lestari, PT PAN Uniter, dan PT Riau Jaya Utama.
Menurut Rivai, penghentian penyidikan karena lahan yang terbakar di perusahaan statusnya sengketa dengan masyarakat. Dengan demikian hal itu mementahkan dua alat bukti sebelumnya yang menjadi tersangka. Alat bukti itu merupakan keterangan saksi titik koordinat kebakaran dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau. "Lokasi kebakaran bukan di lokasi lahan perusahaan," kata Rivai.
Umumnya lahan yang terbakar adalah lahan yang masih menjadi konflik dengan masyarakat. Di lahan sengketa lahan yang terbakar. Selain itu, ada juga perusahaan yang sudah tidak lagi beroperasi saat kebakaran terjadi. "Ada juga saat kebakaran terjadi perusahaan sudah tidak beroperasi lagi di lahan itu," kata Rivai.
Penyidik tidak mau memaksa kalau memang tak ada bukti. "Nanti kalau dipaksakan bisa bebas lagi di pengadilan, seperti PT Langgam," kata dia seperti dinukil dari Merdeka.com.
PT Langgam Inti Hibrindo adalah satu dari ketiga perusahaan tersangka pembakar hutan yang diputus bebas. Awal Juni lalu, Pengadilan Negeri Pelalawan, Riau memutus bebas petinggi PT Langgam. Menurut majelis hakim, mereka tak tebukti membakar lahan.
Mendapati putusan ini, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya memerintahkan Dirjen Penegakan Hukum mempelajari hal tersebut. Menurut Siti, pengumpulan data dan fakta itu perlu dilakukan untuk mengetahui kelemahan apa saya sehingga Polda Riau mengeluarkan SP3 terhadap 15 perusahaan tersebut.
Siti mengemukakan, perlu pengkajian mendalam, apakah sejak awal polisi terlalu cepat memberikan police line di lokasi, atau memang bukti masih lemah. "Semua perlu dikaji ulang untuk penanganan ke depan," kata Siti seperti dikutip dari detikcom.
Menurut Siti, sejak awal penanganan kasus kebakaran lahan, pihaknya sudah bekerjasama dengan Polri. Dalam pembagian tugas, saksi pidana menjadi kewenangan Polri sedangkan saksi administrasi menjadi kewenangan KLH.
Presiden Joko Widodo juga turun tangan. Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki secara khusus akan meminta Kapolda Riau dan Kapolri untuk menjelaskan, apakah memang karena faktor pidana sulit ditemukan pelakunya.
Teten, seperti dikutip dari CNN Indonesia mengatakan, dia secara khusus datang ke Pekanbaru untuk memastikan secara langsung kebenaran laporan yang selama ini diterima Istana Kepresidenan terkait penanganan kebakaran hutan dan lahan di Riau yang terjadi beberapa waktu lalu. Teten tak mau berspekulasi. Ia ingin mempelajari terlebih dulu sebelum menyimpulkan apakah kebijakan Polda Riau itu merupakan bentuk kepastian hukum atau sebaliknya, untuk melindungi para investor.
Wakil Koordinator Jaringan Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari), Made Ali melihat aparat hukum makin melempem menghadapi kasus pembakaran hutan. Menurut pengamatan Made, pada 2013-2014, Polda Riau progresif, tidak ada yang kasusnya dihentikan. "Bahkan ada dua, tiga, (kasus) yang naik ke persidangan," kata dia seperti dikutip dari BBC Indonesia. Tahun 2015 obyek kasusnya sama, hutan dan lahan di area konsesi, ahli yang dipakai juga sama. "Tapi kenapa yang 2015 kasusnya dihentikan?" kata Made.
Dalam setahun terakhir, dari 18 perusahaan yang disebut sebagai tersangka pelaku pembakaran hutan dan lahan, baru tiga yang naik ke tingkat pengadilan. Satu kasus berakhir dengan vonis bebas untuk manajer PT LIH, dan satu kasus lainnya berujung dengan vonis tiga tahun penjara untuk dua bos PT PLM.
Post a Comment Blogger Facebook