Umat Islam di wilayah Balkan sangat berharap persepsi orang tentang jilbab akan berubah setelah untuk pertama kalinya di Eropa seorang wanita berjilbab terpilih menjadi walikota di Bosnia.
“Ini adalah perisai di kepala saya,” tegasnya.
Jilbab sebenarnya telah lama menjadi bagian dari kehidupan rakyat di Bosnia, terutama di daerah pedesaan.
Akan tetapi, terpilihnya Amra Babic pada bulan November tahun lalu sebagai walikota kota Visoko di Bosnia telah menimbulkan secercah harapan untuk mengubah persepsi orang tentang jilbab.
“Saya warga Eropa, saya seorang Muslim. Ini adalah identitas saya,” kata Babic, seorang ibu dari tiga anak, sewaktu menjelaskan identitas dirinya.
“Jilbab adalah apa yang Anda lihat di luar. Tapi kekuatan adalah apa yang ada di dalamnya, tidak melakukan perbuatan buruk. Untuk menjalani hidup dengan penuh kejujuran, dan tidak berbicara dengan bahasa kebencian,” tambah Babic.
Terpilihnya walikota berjilbab dipandang sebagai ekspresi yang bisa sangat membantu masyarakat Islam yang ada di Bosnia.
“Dia menjadi sesuatu yang baru di sini, bukan hanya untuk Bosnia tetapi juga untuk Eropa,” kata Sumejja Essidiri, 19 tahun, kepada The Washington Post.
“Ketika kami menutupi kepala kami, kami berkata, ‘Oke, saya seorang Muslim dan saya terbuka dengan siapapun,” ujarnya.
Bahkan wanita Bosnia yang tidak mengenakan jilbab pun juga bangga memiliki walikota mereka yang berjilbab.
“Kami bangga bahwa dia yang terpilih,” kata Jasmina Ismic, 60 tahun, penduduk asli Visoko.
Meskipun jilbab semakin terlihat di jalan-jalan, Muslimah Bosnia mengeluhkan masih adanya diskriminasi terkait jilbab yang mereka kenakan.
Wanita Muslim di militer mengeluh sering dilecehkan jika mereka menutupi kepala mereka.
Negara ini juga dicengkeram oleh perdebatan sengit terkait boleh tidaknya perempuan berjilbab bertugas di peradilan.
“Selama masa komunisme, Anda tidak akan melihat wanita berpendidikan mengenakan jilbab naik ke posisi tinggi,” kata Seta Djermana, kepala penelitian di Pusat Nahla untuk Pendidikan dan Penelitian.
Bosnia, sebuah negara kecil di Semenanjung Balkan, adalah rumah bagi tiga etnis: Bosnia yang mayoritas Muslim, Serbia dan Kroasia.
Dari hampir 4 juta penduduk Bosnia dan Herzegovina, sekitar 40 persennya adalah Muslim, 31 persen Kristen Ortodoks dan 10 persen Katolik.
Negara ini menghadapi banyak masalah seperti pengangguran, yang meningkat drastis sekitar 50 persen.
Ketidakpercayaan juga tinggi di antara kelompok-kelompok etnis di negara itu dan korupsi pejabat yang merajalela.
Namun, walikota Muslim, yang suaminya tewas sebelum melahirkan anak bungsunya, memutuskan untuk memecahkan masalah yang dihadapi kotanya.
“Orang-orang biasa tidak memerlukan banyak hal,” kata Babic. “Mereka hanya perlu merasa bahwa ada seseorang yang merawat mereka.”[islampos]
Lihat yg lebih 'menarik' di sini !
Follow @wisbenbae
“Orang-orang berpikir bahwa jika Anda berjilbab, anda merupakan wanita yang bodoh,” Senada Spahovic, 46 tahun, yang bekerja sebagai juru masak di sebuah pesantren di luar kota Visoko, mengatakan kepada The Washington Post pada hari Ahad kemarin (10/3/2013).
“Ini adalah perisai di kepala saya,” tegasnya.
Jilbab sebenarnya telah lama menjadi bagian dari kehidupan rakyat di Bosnia, terutama di daerah pedesaan.
Namun di bawah kekuasaan komunis simbol-simbol keIslaman sering mendapat tekanan dari rezim yang berkuasa sehingga mendorong banyak Muslimah melepas pakaian wajib bagi wanita Muslim tersebut.
Akan tetapi, terpilihnya Amra Babic pada bulan November tahun lalu sebagai walikota kota Visoko di Bosnia telah menimbulkan secercah harapan untuk mengubah persepsi orang tentang jilbab.
“Saya warga Eropa, saya seorang Muslim. Ini adalah identitas saya,” kata Babic, seorang ibu dari tiga anak, sewaktu menjelaskan identitas dirinya.
“Jilbab adalah apa yang Anda lihat di luar. Tapi kekuatan adalah apa yang ada di dalamnya, tidak melakukan perbuatan buruk. Untuk menjalani hidup dengan penuh kejujuran, dan tidak berbicara dengan bahasa kebencian,” tambah Babic.
Terpilihnya walikota berjilbab dipandang sebagai ekspresi yang bisa sangat membantu masyarakat Islam yang ada di Bosnia.
“Dia menjadi sesuatu yang baru di sini, bukan hanya untuk Bosnia tetapi juga untuk Eropa,” kata Sumejja Essidiri, 19 tahun, kepada The Washington Post.
“Ketika kami menutupi kepala kami, kami berkata, ‘Oke, saya seorang Muslim dan saya terbuka dengan siapapun,” ujarnya.
Bahkan wanita Bosnia yang tidak mengenakan jilbab pun juga bangga memiliki walikota mereka yang berjilbab.
“Kami bangga bahwa dia yang terpilih,” kata Jasmina Ismic, 60 tahun, penduduk asli Visoko.
Meskipun jilbab semakin terlihat di jalan-jalan, Muslimah Bosnia mengeluhkan masih adanya diskriminasi terkait jilbab yang mereka kenakan.
Wanita Muslim di militer mengeluh sering dilecehkan jika mereka menutupi kepala mereka.
Negara ini juga dicengkeram oleh perdebatan sengit terkait boleh tidaknya perempuan berjilbab bertugas di peradilan.
“Selama masa komunisme, Anda tidak akan melihat wanita berpendidikan mengenakan jilbab naik ke posisi tinggi,” kata Seta Djermana, kepala penelitian di Pusat Nahla untuk Pendidikan dan Penelitian.
Bosnia, sebuah negara kecil di Semenanjung Balkan, adalah rumah bagi tiga etnis: Bosnia yang mayoritas Muslim, Serbia dan Kroasia.
Dari hampir 4 juta penduduk Bosnia dan Herzegovina, sekitar 40 persennya adalah Muslim, 31 persen Kristen Ortodoks dan 10 persen Katolik.
Negara ini menghadapi banyak masalah seperti pengangguran, yang meningkat drastis sekitar 50 persen.
Ketidakpercayaan juga tinggi di antara kelompok-kelompok etnis di negara itu dan korupsi pejabat yang merajalela.
Namun, walikota Muslim, yang suaminya tewas sebelum melahirkan anak bungsunya, memutuskan untuk memecahkan masalah yang dihadapi kotanya.
“Orang-orang biasa tidak memerlukan banyak hal,” kata Babic. “Mereka hanya perlu merasa bahwa ada seseorang yang merawat mereka.”[islampos]
Lihat yg lebih 'menarik' di sini !
Follow @wisbenbae