GuidePedia


JAKARTA - Pemerintah mesti jujur mengungkapkan perincian biaya produksi dan impor minyak untuk kebutuhan dalam negeri. Berdasarkan data yang dihimpun Koran Jakarta dari berbagai sumber, sebenarnya bisa disusun ilustrasi secara sahih mengenai biaya produksi bahan bakar minyak (BBM) di Tanah Air.

Data CIA Factbook pada 2010 mengungkapkan total konsumsi minyak Indonesia 1,292 juta barel per hari, sedangkan produksinya 1,031 juta barel per hari (lihat infografis). Dengan mengacu pada analisis struktur biaya produksi minyak beberapa negara yang disimulasikan pada biaya produksi BBM Indonesia, terungkap bahwa harga premium eceran saat ini yang 4.500 rupiah per liter sebenarnya masih di atas harga produksi atau harga keekonomian yang sekitar 4.128 rupiah per liter.

Pengamat ekonomi dari FEUI, Aris Yunanto, di Jakarta, Kamis (15/3), mengemukakan berdasarkan penghitungan biaya produksi itu, pada harga premium 4.500 rupiah per liter seharusnya pemerintah sudah mendapatkan keuntungan. Dengan demikian, lanjut dia, selama ini ada pembentukan opini yang sengaja dibelokkan seolah-olah produksi minyak mentah merugi.

"Ini karena pemerintah tergantung asing. Padahal, kalau dilihat dari ongkos produksi lokal masih untung," jelas dia. Menurut Aris, bila mau menjual, sebaiknya dilihat berdasarkan ongkos produksinya. "Dalam ilmu pemasaran, kalau mau menjual barang, yang dilihat adalah ongkos produksi, bukan dari harga internasional," tegas dia.

Aris menambahkan penghitungan harga BBM berlandaskan Mean of Platt's Singapore (MOPS) plus alpha lebih cocok digunakan untuk negara yang mengimpor seluruh kebutuhan BBM, sedangkan Indonesia hanya mengimpor 30 persen dari total konsumsi.

"Dengan menggunakan basis MOPS plus alpha akan menyebabkan patokan harga keekonomian di dalam negeri lebih tinggi dan seolah-olah menambah beban subsidi karena setiap produk BBM dihitung terpisah," ujarnya.

Aris mengingatkan pemerintah agar tidak melakukan penyesatan dengan dalih bahwa harga BBM di Indonesia jauh lebih rendah dari harga BBM di negara lain. "Di negara lain bisa lebih tinggi karena nilai pajaknya jauh lebih tinggi dari Indonesia, yaitu sekitar 25-50 persen," ungkap dia.

Selain itu, angkutan massal di negara lain umumnya sudah memadai sehingga konsumsi BBM untuk kendaraan pribadi relatif rendah. Rakyat Indonesia sebenarnya bisa menerima keputusan kenaikan harga BBM jenis premium dan solar, yang dianggap sebagai pajak tambahan, asalkan pemerintah juga bersedia menghemat 30 persen pemborosan anggaran dan melakukan moratorium utang Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Selanjutnya, dana penghematan itu digunakan untuk membangun ekonomi kerakyatan yang produktif. Sebaliknya, rakyat tidak bisa menerima jika pemerintah menuding jebolnya anggaran karena menutup subsidi dan kemudian dijadikan alasan untuk menaikkan harga BBM jenis premium sebesar 1.500 rupiah menjadi 6.000 rupiah per liter.

Pasalnya, APBN selama ini jebol karena menutup kewajiban utang orang kaya dalam skema BLBI. Mengenai alasan APBN jebol, Pengamat kebijakan publik Ichsanuddin Noorsy berpendapat dalih pemerintah menaikkan BBM demi menyelamatkan perekonomian nasional sangat tidak tepat.

Pemerintah juga tidak mampu menjelaskan dasar permasalahan rendahnya kesejahteraan masyarakat. Karena itu, Noorsy mendesak pemerintah menjelaskan kepada publik alasan mengurangi subsidi BBM karena selama ini pemerintah tetap mempertahankan pembayaran bunga obligasi BLBI dan utang luar negeri.

Subsidi BBM di APBN 2011 hanya 123,60 triliun rupiah untuk lebih dari 200 juta masyarakat Indonesia. Di sisi lain, pemerintah setiap tahun terus memaksa rakyat miskin menanggung utang orang kaya, obligor nakal BLBI. Padahal, beban utang inilah yang menjebolkan anggaran negara dan mengurangi hak rakyat mendapatkan fasilitas kesejahteraan.

Sudah Untung

Berdasarkan berbagai data pendukung, biaya produksi premium Indonesia, termasuk biaya pengilangan, penyimpanan, dan distribusi, hanya sekitar 4.128 rupiah per liter, dengan acuan biaya penambangan yang relatif mahal seperti Arab Saudi dan California.

Di Arab Saudi, biaya penambangan sekitar 15 dollar AS per barel termasuk tinggi karena berada di sumur yang relatif lebih dalam, sedangkan di Indonesia biayanya bisa lebih murah karena minyaknya ada di permukaan. Dengan struktur biaya seperti itu, kenaikan harga BBM yang terakhir, dari 2.400 rupiah menjadi 4.500 rupiah per liter, sebenarnya sudah menutup subsidi.

Jika harganya akan dinaikkan lagi menjadi 6.000 rupiah, hal itu sebenarnya adalah penarikan pajak tersebung untuk menutup lubang APBN akibat utang. Pemerintah selama ini tidak pernah mengungkapkan perincian biaya produksi minyak Indonesia dan hanya mengatakan biaya keekonomian minyak Indonesia adalah 8.300 rupiah per liter.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, harga produksi bensin premium 6.976 rupiah per liter, sementara harga keekonomiannya jika ditambah dengan pajak, 8.022 rupiah per liter. Hitungan tersebut berdasarkan alpha BBM 663 rupiah per liter, ICP 105 dollar AS per barel, dan nilai tukar 9.000 per dollar AS.

Dengan kata lain, Pemerintah telah berhasil menyesatkan masyarakat dengan istilah "BBM Subsidi versus BBM Non Subsidi" yang menciptakan suasana Pro - Kontra di masyarakat atas BBM

sumbermakmur
Lihat yg lebih 'menarik' di sini !
Follow @wisbenbae

Beli yuk ?

 
Top