GuidePedia

Kalau Ahmad Fuadi mengarang novel berjudul Negeri 5 Menara, maka gowes hari Sabtu, 13 Oktober 2012 kemarin bisa juga diberi tajuk yang mirip: Negeri 6 Kecamatan. Kebetulan kami mengitari beberapa tempat di 6 Kecamatan di Kota dan Kabupaten Serang, yaitu Serang, Paburan, Baros, Ciomas, Gunung Sari, dan Taktakan!

Papan Situ Rampones

Trek kami dimulai di tikum seperti biasa di KPP Serang, lanjut ke Jalan Bongla di Pabuaran, terus lewat jalanan McAdam ke Kp. Sindang Mandi di Baros, tembus di Jalan Raya Ciomas-Cadasari di Kampung Cemplang, Ciomas. Dilanjut ke Pasar Ciomas, terus turun ke arah Gunung Sari, Cilowong, Taktakan dan berakhir di Jalan Raya Takari, Serang. Oh ya, tikum di KPP ini sebenarnya sebagai upaya untuk menunjukkan pada dunia internasional bahwa SXC2 masih ada walau jumlah peserta gowes sudah sama dengan saat awal-awal berdiri dulu. Persis seperti strategi Serangan Oemoem 1 Maret di Djogdja yang bertujuan untuk menunjukkan pada dunia internasional bahwa Republik Indonesia masih ada. Masih eksis kalau kata ABG jaman sekarang. Memang karena kesibukan teman-teman goweser, jadwal gowesnya berbeda-beda. Yang penting, tetap semangat gowes, Om-Om! 

Portal ke Djogja
Semula kami berniat gowes uphill ke Kampung Kaduengang, di kaki Gunung Karang, Pandeglang. Makanya malamnya saya tidur cepat untuk menjaga stamina. Namun sayang, batal karena kurang peminat. Kami belokkan saja tujuan semula ke Kp. Sindang Mandi, Baros. Itu pun setelah ketemu Om Didit dan Om Roni di perempatan Cikulur. Kekuatan gowes pun bertambah dua dari semula Om Yopie, Don Vito, dan saya. Om Mars belakangan putar balik karena ada urusan pertukangan. Pantas pas ketemu di Sumur Pecung, cuma memakai sandal gunung dan kaos tangan pendek doang. Sudah mencurigakan! 

Gunung Karang di belakang
Karena tujuannya Kp. Sindang Mandi, sekalian saja kami niatkan mampir ke Situ Rampones. Baru dengar kan? Namanya mirip grup band Ramones. Om Yopie tahu gak tuh? Soalnya mereka bukan beraliran classic rock, hehehe…. Situ ini terletak di Kp. Sindang Mandi, Kecamatan Baros, Kabupaten Serang. Fungsinya adalah sumber mata air dan digunakan untuk penampungan air (reservoir.) Luas area kawasan situ beserta kawasan sekitarnya yang dilindungi berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air adalah seluas 3 ha. 

Melewati Jalan Bongla, serasa kami hanya gowes bertiga karena, selain berjersi sama, yaitu si favorit hijau-hijau, saya, Om Yopie, dan Don Vito, juga sama-sama tertinggal dari 2 orang di depan, lulusan Tanjung Lesung, Om Didit dan Om Roni. Baru di pertemuan Bongla dengan Palka, kami bergabung lagi. Di sini kami menemukan portal menuju Anyer dan Jogja! Jadi ingat Doramemon. Tinggal masuk ke terowongan, nanti keluar di tempat lain. Ajaib. Sayang portal ke Klaten yang diminta Om Agus belum ada. Maaf ya, Om, hehehe…. 

Melanjutkan gowes ke arah Paleuh berarti harus melawan kehancuran jalan yang alhamdulillah sudah mulai di beton walau masih sebelah. Selanjutnya, Jalan McAdam ke Sindang Mandi pun sudah siap dilapisi aspal karena pengerjaan drainase sudah rampung. Ayo cepat selesaikan bapak-bapak! Kasihan warga sekitar yang harus selalu berhadapan dengan jalanan hancur! Oh ya, penyebutan McAdam diilhami oleh Om Yopie tuh. Padahal maksudnya makadam, heheheh…. 

Nampang dulu ah...
Menuju Sindang Mandi, kami selalu terpesona dengan pesawahan bertingkat ala-Ubud dengan latar belakang Gunung Karang. Tak pernah bosan. Udara pun sangat sehat, apalagi sudah tercuci oleh hujan semalam. Anak-anak sekolah selalu antusias menyapa kami. Bahkan, beberapa dengan bersemangat sampai ikut berlari mengawal kami. Hebat!

Situ Rampones
Di sebuah warung sambil rehat, kami sudah membayangkan segarnya berendam di Situ Rampones. Namun apa daya, setibanya di sana, air kolam terlihat keruh, penuh busa sabun, dan sampah sisa-sisa bungkus sabun, odol, dan sampo. Mau nyebur,,,,,hiihhh…. gak jadilah. Belum lagi penduduk lokal sudah terbiasa mandi telanjang bulat walau sambil jongkok, lebih hiihhh….lagi. Untungnya kolam dibagi menjadi dua bagian, untuk pria dan wanita. Akhirnya, kami hanya mandi di pancuran air yang lebih jernih dengan debit air super jumbo, terasa seperti dipijat-pijat. Kata seorang bapak penduduk lokal sih, kesegarannya “tiis kana polo” yang artinya dingin sampai ke otak, hehehe…. Sementara, di latar belakang, tampak sebuah pohon beringin sangat tinggi menjulang. Mungkin usianya lebih tua dibanding kami. Om Didit dan Om Roni yang merupakan soulmate, bukan hanya gowes, kram, dan rehat yang selalu bersama. Mandi di pancuran pun bareng! Dengar-dengar mereka mau mencalonkan diri jadi bupati Serang dengan sebutan DIRON! Untung bukan DIRAN, bisa-bisa jadi pelawak nanti hehehe…. Untuk Om Yopie, maaf pas mandi tidak saya foto, takut kena sensor LSF.

Situ Rampones yang kotor
Setelah badan terasa segar, perjalanan kami lanjutkan ke arah Kp. Cemplang yang terletak di Jalan Raya Ciomas-Cadasari dan menuju Pasar Ciomas. Om Rony yang belum ketemu nasi dari pagi, sepertinya sangat termotivasi segera sampai ke sana untuk mengisi perut. Dapatlah kami bakso di Pasar Ciomas dengan rasa pas-pasan dan sedikit asin. Alhamdulillah. Tapi perlu diperhatikan, kondisi badan yang panas, terus disiram air dingin, terus gowes lagi, membuat otot-otot kaki ‘sedikit’ kaget dan membuat kram. Contohnya ada koq, tapi saya tidak sebutkan siapa, takutnya batal jadi cabup nanti.

Pohon beringin itu
Seharusnya, selepas dari sini, jalanan tinggal menurun sampai ke Pabuaran. Tapi kami putuskan untuk berbelok ke arah Gunung Sari karena Pabuaran sudah dipastikan sangat berdebu siang itu. Jalan Pabuaran-Gunung Sari pun yang biasa menjadi turunan bonus, sekarang tidak lagi karena sudah banyak bolong-bolong yang membuat tidak nyaman dilalui dengan kecepatan tinggi. Gerimis sempat turun beberapa saat yang membuat kami sedikit panik karena tidak mempersiapkan perlengkapan antiair untuk ponsel. Untunglah tidak jadi hujan. Padahal, kata teman di kampung saya di Rangkas, saat itu hujan turun deras sekali.

Pemegang jersi polkadot
Perlu saya umumkan, lintasan aspal dari Cilowong sampai Serang sudah mulus, hasil pembangunan renovasi jalan senilai 4 milyar lebih. Silakan menikmati bonus. Tapi sayang waktu itu arah angin sedang dari arah bawah sehingga sedikit menahan laju sepeda-sepeda kami yang menikmati bonus turunan. Apalagi di bagian yang mendatar, terasa sekali perlambatan yang kami rasakan. Saya yang waktu itu tidak memakai kacamata karena hilang (lagi) selain silau maan,,,melawan teriknya sinar matahari, juga sering kedip-kedip, bukan karena genit tapi karena mata kemasukan debu. Bahaya memang.

Akhirnya sekitar pukul 13, kami tiba di rumah masing-masing alhamdulillah dengan sehat walafiat.



Data statistik GPS:

Trip odometer 51,2 km

Max speed 50,6 km/jam

Moving time 3 jam 37 menit

Moving average 14,1 km/jam

Max elevation 443 m

Total ascend 683 m

Trek GPS menurut Google


Profil GPS

Beli yuk ?

 
Top