carita bagian 1::
Dikisahkan oleh Seneca, seorang hakim bernaman Piso, lengkapanya Lucius Calpurnius Piso Caesninus (43SM) meenghukum mati seorang prrajurit karena membunuh seorang laki-laki bernama Gayus. Ia memerintahkan seorang algojo untuk melaksanakan putusan itu. Sewakt eksekusi akan dilaksanakan, Gayus datang dan ternyata ia masih hidup. Sang algojo tidak jadi melaksanakan hukuman itu dan ia melapor kepada Piso bahwa Gayus masih hidup. Piso marah dan memutuskan untuk menghukum mati sang algojo, prajuri dan Gayus. Alasan Piso, algojo patut dihukum karena ia tidak melaksanakan perintah eksekusi. Prajurit tetap dihukum karena demikian putusan hakim, dan Gayus dihukum karena ia penyebab prajurit dan algojo dihukum mati. Piso kemudian berkata: “Fiat justita, et pereat mundus” dalam bahasa Indonesia ucapan Piso ini menjadi “Hukum harus tegak walapun langit runtuh”.
cerita bagian 2::
Pada zaman Ali bin Abu Thalib, seorang laki-laki didakwa membunuh seseoraang karena di tangannya tergenggam sebilah pisau berlumur darah seraya berdiri di dekat seorang laki-laki yang mati tertelungkup dengan darah tercecer di sekitarnya. Karena banyak orang yang menyaksikan laki-laki ini berdiri memegang pisau berlumuran darah didekat koraban, laki-laki ini merasa terdesak dan tidak membantah sama sekali ketika didakwa sebagai pembunuh. Ali kemudian menetapkan hukuman mati kepada laki-laki ini.
Tetapi ketika hukuman mati akan dilaksanakan, seseorang laki-laki lain datang dalam keadaan terengah-tengah dan berteriak keras: “Tahan, jangan dilaksanakan hukuman itu!”.
Tanga algojo berhenti mengayun pedang. Semua orang terperanjat, eksekusi terhenti. Di hadapan Ali laki-laki ini menjelaskan: “ Wahai Ali, bukan dia yang melakukannya, akulah pembunuhnya....”. Di tengah-tengah keheranannya Ali menanyakan duduk peristiwa yang sebenarnya. Laki-laki itu menjelaskan bahwa ia tergoda iblis untuk merampas harta korban dengan jalan membunuhnya, tetapi baru saja ia menghabisi nyawa korban, ia mendengar suara langkah seseorang. Ia pun lari bersembunyi di balik semak-semak pinggir jalan. Dari balik semak-semak ia melihat seorang laki-laki memegang pisau berlumuran darah berdiri di dekat korban, dan pada saat itu pula datang pula serombongan orang yang kemudian menangkap laki-laki tersebut. Ketika mengetahui laki-laki ini dihukum mati ia pun sadar dua orang kehilangan nyawa akibat perbutannya, maka dengan penuh rasa sesal dan tanggung jawab ia pun datang dan menyerahkan dir.
Ali kemudian bertanya kepada terdakwa yang nyaris dieksekusi mengapa ia tidak menyangkal sama sekali dakwaan yang dituduhkan kepadanya, “Percuma semua orang melihatkan memegan pisau berlumuran darah berdiri disamping korban. Bersumpahpun aku tidak dipercaya, karena itu aku diam dan berserah diri kepada ALLAH”. Terdakwa kemudian menjelaskan bahwa ia adalah seorang tukang potong hewan, dan ketika tengah bekerja menguliti seekor sapi, datang keinginan untuk buang air kecil. Saat menuju tempat buang air kecil, ia melihat seseorang tertelungkup di pinggir jalan. Karena tertarik ia mendekati, ternyata orang itu telah terbunuh bersimbah darah. Belum sempat berpikir apa yang sedang terjadi, serombongan orang datang menangkap dan menuduhnya sebagai pembunuh.
Sli termenung mendengar apa yang terjadi. Seseorang berkata kepadanya: “Wahai Ali, meskipun orang ini membunuh seseorang, tetapi dia juga telah menyelamatkan nywa seseorang. Al- Qur'an telah mengajarkan, Barangsiapa membiarkan hidup seseorang, maka ia seperti membiarkan hidup semua orang.”. Ali kemudian membebaskan keduanya, dan membebankan diyat korban kepada negara. Bila Piso berkata tegakkan hukum walau langit runtuh, putusan Ali Bin Abi Abu Thalib berkata: “TEGAKKAN HUKUM SUPAYA LANGIT TIDAK RUNTUH!”
Kirim Artikel anda yg lebih menarik di sini !
Dikisahkan oleh Seneca, seorang hakim bernaman Piso, lengkapanya Lucius Calpurnius Piso Caesninus (43SM) meenghukum mati seorang prrajurit karena membunuh seorang laki-laki bernama Gayus. Ia memerintahkan seorang algojo untuk melaksanakan putusan itu. Sewakt eksekusi akan dilaksanakan, Gayus datang dan ternyata ia masih hidup. Sang algojo tidak jadi melaksanakan hukuman itu dan ia melapor kepada Piso bahwa Gayus masih hidup. Piso marah dan memutuskan untuk menghukum mati sang algojo, prajuri dan Gayus. Alasan Piso, algojo patut dihukum karena ia tidak melaksanakan perintah eksekusi. Prajurit tetap dihukum karena demikian putusan hakim, dan Gayus dihukum karena ia penyebab prajurit dan algojo dihukum mati. Piso kemudian berkata: “Fiat justita, et pereat mundus” dalam bahasa Indonesia ucapan Piso ini menjadi “Hukum harus tegak walapun langit runtuh”.
cerita bagian 2::
Pada zaman Ali bin Abu Thalib, seorang laki-laki didakwa membunuh seseoraang karena di tangannya tergenggam sebilah pisau berlumur darah seraya berdiri di dekat seorang laki-laki yang mati tertelungkup dengan darah tercecer di sekitarnya. Karena banyak orang yang menyaksikan laki-laki ini berdiri memegang pisau berlumuran darah didekat koraban, laki-laki ini merasa terdesak dan tidak membantah sama sekali ketika didakwa sebagai pembunuh. Ali kemudian menetapkan hukuman mati kepada laki-laki ini.
Tetapi ketika hukuman mati akan dilaksanakan, seseorang laki-laki lain datang dalam keadaan terengah-tengah dan berteriak keras: “Tahan, jangan dilaksanakan hukuman itu!”.
Tanga algojo berhenti mengayun pedang. Semua orang terperanjat, eksekusi terhenti. Di hadapan Ali laki-laki ini menjelaskan: “ Wahai Ali, bukan dia yang melakukannya, akulah pembunuhnya....”. Di tengah-tengah keheranannya Ali menanyakan duduk peristiwa yang sebenarnya. Laki-laki itu menjelaskan bahwa ia tergoda iblis untuk merampas harta korban dengan jalan membunuhnya, tetapi baru saja ia menghabisi nyawa korban, ia mendengar suara langkah seseorang. Ia pun lari bersembunyi di balik semak-semak pinggir jalan. Dari balik semak-semak ia melihat seorang laki-laki memegang pisau berlumuran darah berdiri di dekat korban, dan pada saat itu pula datang pula serombongan orang yang kemudian menangkap laki-laki tersebut. Ketika mengetahui laki-laki ini dihukum mati ia pun sadar dua orang kehilangan nyawa akibat perbutannya, maka dengan penuh rasa sesal dan tanggung jawab ia pun datang dan menyerahkan dir.
Ali kemudian bertanya kepada terdakwa yang nyaris dieksekusi mengapa ia tidak menyangkal sama sekali dakwaan yang dituduhkan kepadanya, “Percuma semua orang melihatkan memegan pisau berlumuran darah berdiri disamping korban. Bersumpahpun aku tidak dipercaya, karena itu aku diam dan berserah diri kepada ALLAH”. Terdakwa kemudian menjelaskan bahwa ia adalah seorang tukang potong hewan, dan ketika tengah bekerja menguliti seekor sapi, datang keinginan untuk buang air kecil. Saat menuju tempat buang air kecil, ia melihat seseorang tertelungkup di pinggir jalan. Karena tertarik ia mendekati, ternyata orang itu telah terbunuh bersimbah darah. Belum sempat berpikir apa yang sedang terjadi, serombongan orang datang menangkap dan menuduhnya sebagai pembunuh.
Sli termenung mendengar apa yang terjadi. Seseorang berkata kepadanya: “Wahai Ali, meskipun orang ini membunuh seseorang, tetapi dia juga telah menyelamatkan nywa seseorang. Al- Qur'an telah mengajarkan, Barangsiapa membiarkan hidup seseorang, maka ia seperti membiarkan hidup semua orang.”. Ali kemudian membebaskan keduanya, dan membebankan diyat korban kepada negara. Bila Piso berkata tegakkan hukum walau langit runtuh, putusan Ali Bin Abi Abu Thalib berkata: “TEGAKKAN HUKUM SUPAYA LANGIT TIDAK RUNTUH!”
Kirim Artikel anda yg lebih menarik di sini !
Post a Comment Blogger Facebook