Presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno atau Bung Karno merupakan tokoh pemimpin Indonesia amat kharismatik. Karena ketegasan dan keberaniannya, ia dijuluki juga 'Macan Asia'.
Meski demikian, Soekarno juga adalah manusia biasa, bahkan sosok proklamator ini pernah mengidap sakit. Hingga tak ada yang bisa mengobatinya, hanya ada satu orang yang mampu. Ialah berasal dari Jambi, namanya Abdul Lambun. Siapa sebenarnya sosok Abdul Lambun?
Berdasarkan cerita masyarakat Marga Serampas di Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi, sosok Abdul Lambun dikenal sebagai dukun sakti maupun tokoh masyarat yang bijak.
Oleh sebagian besar warga Jambi, Serampas merupakan daerah pedalaman. Daerah ini berada di kaki Gunung Masurai, Kabupaten Merangin. Untuk mencapai daerah ini dibutuhkan waktu belasan jam tergantung cuaca.
Sebelum dibuat akses jalan aspal pada 2013, untuk menjangkau daerah ini perlu sekitar 15 jam perjalanan dari Kota Jambi. Namun kini sudah bisa lebih cepat sekitar 8 jam perjalanan darat karena akses jalan sudah dibuat aspal permanen.
Kepada Aing, salah seorang tokoh masyarakat Marga Serampas, M Yusuf yang menjabat Depati Karti Mudo Menggalo, menceritakan bagaimana kisah sang dukun sakti Abdul Lambun mengobati mantan Presiden RI pertama Ir. Soekarno puluhan tahun silam. Abdul Lambun sendiri kini telah meninggal dunia yang selalu meninggalkan cerita bagi masyarakat Marga Serampas.
"Pada saat itu, Bung Karno tidak bisa diobati dukun dari Jawa dan Kalimantan. Ada salah satu dukun yang mengobati Soekarno kala itu mengatakan, ada dukun sakti di Serampas, Jambi yang bisa mengobati penyakit yang diderita Soekarno," ujar M. Yusuf memulai ceritanya.
Tak perlu waktu lama, sejumlah utusan Presiden RI pertama itu langsung bertolak ke Serampas dan menjemput Abdul Lambun untuk diboyong ke Jakarta.
Menurut Yusuf, kejadian ini diperkirakan terjadi pada antara tahun 1958 atau 1960an. Setelah menempuh perjalanan jauh kala itu, dengan kawalan khusus pasukan Presiden, Abdul Lambun tiba di Istana Negara untuk bertemu pertamakali sekaligus mengobati sang Presiden Ir. Soekarno.
"Selama lima hari di Istana Negara, akhirnya penyakit Presiden bisa diobati," ungkap Yusuf.
Karena kesaktian dan kemampuannya menyembuhkan Presiden. Abdul Lambun ditawari hadiah sebagai ucapan terima kasih Presiden.
Bukan uang atau bahkan emas yang diminta sang dukun, melainkan hanya sebuah radio untuk dibawa ke Serampas, Jambi.
"Abdul Lambun tidak meminta hadiah apa-apa, kecuali minta diberi satu buah radio," kata Yusuf.
Menurut Yusuf, radio saat itu merupakan barang menarik dan berharga. Bak televisi saat ini, radio saat itu menjadi media informasi paling cepat, apalagi di sebuah daerah yang teramat jauh dari ibukota.
Karena kemampuannya mengobati Presiden Soekarno, nama Abdul Lambun pun menjadi terkenal di Jambi maupun luar Jambi. Abdul Lambun diperkirakan meninggal di tahun 80an.
Setelah wafat, kesaktian Abdul Lambun sempat diturunkan kepada anak-anaknya. Khususnya kemampuan mengobati berbagai penyakit.
Sejarah Marga Serampas
Marga Serampas menjadi satu diantara sekian banyak masyarakat adat yang ada di Indonesia. Marga Serampas terdiri dari lima desa yakni, Desa Renah Alai, Desa Rantau Kermas, Desa Lubuk Mentilin, Desa Rantau Kermas dan Desa Renah Kemumu. Kelima desa ini berada di Kecamatan Jangkat, Kabupaten Merangin.
Nilai-nilai adat masih dipegang teguh warga desa tersebut ejak zaman nenek moyang mereka. Masyarakat Serampas meyakini bahwa nenek moyang mereka berasal dari wilayah Minangkabau.
Secara geografis, wilayah adat Serampas berupa perbukitan dan memiliki kontur yang relatif curam serta terletak pada ketinggian 600-1300 mdpl. Dengan kondisi ini mata pencarian mayoritas masyarakat Serampas adalah bercocok tanam. Baik berkebun, berladang, maupun bersawah.
Dulu masyarakat Serampas menggunakan hasil ladang hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka saja. Namun, sejak masuknya pemerintahan Belanda ke dalam kawasan Serampas, masyarakat pun mulai mengenal mata uang.
Sejak itu masyarakat mulai memperjualbelikan hasil ladang mereka ke daerah sekitar. Aktivitas perdagangan dilakukan ke pasar-pasar di daerah Lempur, Kabupaten Kerinci dan Muko-muko, Provinsi Bengkulu.
Pemimpin tertinggi di dalam masyarakat adat Serampas adalah Depati. Depati dipilih untuk mengatur segala hal yang berhubungan dengan adat-isitiadat.
Pemberian gelar depati sudah ada sejak 1759, ditandai dengan bukti sejarah piagam Renah Kemumu yang ditandatangani oleh Kesultanan Jambi pada waktu itu, yakni Sultan Anum Seri Indalaga Ahmad Zainuddin. Dimana fungsi dan peran depati adalah mengatur berjalannya adat-istiadat Serampas.
Depati yang ada dalam masyarakat Serampas, memiliki pemimpin tertinggi yaitu Depati Seri Bumi Puti Pemuncak Alam Serampas yang berkedudukan di Desa Tanjung Kasri. Dibawah depati ini bernaung depati-depati seperti, Depati Pulang Jawa, Depati Singo Negaro dan Depati Karti Mudo Menggalo.
Depati dipilih berdasarkan garis keturunan. Marga Serampas meyakini bahwa semua warga Serampas berasal dari satu keturunan maka penunjukan depati dipilih berdasarkan musyawarah mufakat.
Pada masa dahulu, untuk memimpin Serampas, depati tidak ada batasan waktu, depati dapat mengundurkan diri apabila merasa sudah tidak mampu memimpin lagi karena faktor umur dan faktor kesehatan. Sedangkan pada masa sekarang depati dapat memimpin selama 5 tahun dan bisa dipilih kembali.
Dalam pengangkatan depati, diadakan pesta adat yang berlangsung selama kurang lebih 1 bulan. Biasanya bertepatan dengan acara Kenduri Sko, yang dilakukan sesudah panen padi dan sebagai pertanda awal masuknya musim tanam padi berikutnya.
Acara ini selain bertujuan untuk meresmikan depati yang baru, juga menjadi ajang berkumpulnya seluruh masyarakat adat Serampas. Adapun biaya untuk penyelenggaraan acara ini ditanggung oleh 5 desa yang ada di wilayah adat Serampas.
Aturan adat yang sudah disepakati dahulu dengan adat-istiadat yang ada pada saat sekarang ini, masih sangat kuat mengikat dalam masyarakat adat Serampas.
Bagi masyarakat luar yang masuk ke dalam wilayah Serampas, mereka harus tunduk dan taat kepada aturan-aturan yang telah ada dalam masyarakat Serampas. Jika ada yang melanggar aturan maka sanksi yang diberikan sama dengan sanksi yang diberikan kepada masyarakat Serampas jika melanggar aturan.
Penerapan dalam hukum adat dalam masyarakat Serampas dikenal dengan istilah bertatah naik berjenjang turun. Artinya, dalam sistem hukum adat Serampas, terdapat tingkatan dalam aturan hukum adat berdasarkan kesalahan yang telah dilakukan.
Post a Comment Blogger Facebook