Keris kuno tidak hanya disukai orang Jawa. Erwin Aras Genda yang berdarah Bugis juga terpincut pada pusaka tradisional itu. Bahkan, dia kini mengoleksi 200 bilah keris. Kebanyakan dibuat 1.300 tahun lalu atau pada era Kerajaan Majapahit. Laporan Eko Priyono, Surabaya
=============================
SUASANA ruang kerja Erwin Aras Genda tidak seperti kebanyakan Kapolsek lain di Surabaya atau bahkan di Jatim. Di salah satu sudut ruangan berukuran 3 x 5 meter itu, ada lemari kaca yang siap menyedot perhatian siapa pun. Isinya bukan piagam, piala, atau buku, melainkan keris. Senjata tradisional yang dipakai pada zaman kerajaan Jawa tempo dulu itu ditata apik, layaknya di museum.
Dilihat dari fisiknya, bentuk keris-keris tersebut sudah bertransformasi. Gagang, warangka, sampai dudukannya sama sekali tidak terlihat kuno.
"Yang tua bilahnya. Itu dibuat 1.300 tahun lalu", kata Erwin sambil menunjuk keris berjuluk Nogososro.
Bapak dua anak itu kemudian mengambil pusaka tersebut dan menghunus secara perlahan hingga bilahnya terlihat utuh. Erwin lalu menunjukkan gambar gajah di pangkal bilah keris. Gambar tersebut, menurut dia, menunjukkan tahun pembuatan karena zaman itu memang belum mengenal angka. Wajahnya lantas didekatkan ke bilah yang memiliki 13 lekukan sambil telunjuknya mengelus dari bawah sampai atas. Dia berusaha menunjukkan pamor berupa serat-serat lapisan logam cerah pada helai bilah.
"Kalau yang baru-baru, tidak begini bentuknya," jelasnya.
Anak pertama di antara empat bersaudara itu mengaku tidak tahu persis dirinya mulai menyukai keris. Hanya, sekitar tiga tahun lalu dia terkagum-kagum melihat koleksi keris sang mertua. Dia tidak bisa menjelaskan alasan begitu mengagumi benda tersebut. Dari kekaguman tersebut, dia banyak bertanya ihwal seluk-beluk keris. Mulai istilah, sejarah, sampai perawatan. Saat itulah mertuanya menghadiahkan sebilah keris agar dirawat. Pemberian tersebut diterima dengan sangat senang lantaran barang yang dikaguminya sudah berada di tangan. Sejak itulah dia belajar banyak tentang keris. Tidak disangka, keris milik pria kelahiran 3 April 1980 tersebut terus bertambah.
Erwin mengaku tidak mencarinya. Kebanyakan didapat karena pemberian orang lain yang juga sama-sama menyukai keris. Hanya, keris yang diberikan kepadanya tidak semulus yang terpampang sekarang. Biasanya, keris yang diterima hanya berupa bilah dan tidak berbentuk. Kotor, berkarat, itu sudah biasa.
"Pamornya juga belum terlihat," ungkapnya. Keris tersebut kemudian diberikan kepada seseorang yang merupakan keturunan empu di lingkungan Keraton Jogjakarta. Empu itulah yang membersihkan sampai keris tersebut benar-benar terlihat seperti aslinya. Termasuk memberi gagang dan warangka. Setelah itu, keris yang tadinya tidak berbentuk tersebut menjadi apik. Dari tangan empu itu pula, asal-usul dan jenis keris diketahui. Salah satunya keris jenis Nogo Siluman yang dibuat Empu Supo Anom pada era Sultan Agung.
Dibutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk menceritakan sejarah semua keris. Erwin mampu menghafalnya satu per satu. Bukan hanya keris. Mantan Kasatlantas Polres Malang itu juga memiliki Cacing Kanil. Pusaka yang mirip cacing dan berujung runcing tersebut juga dibuat pada era Kerajaan Majapahit. Di tangan Erwin, benda pusaka itu tidak terlihat sangar lagi dengan cara membungkusnya dalam kayu yang berbentuk tongkat komando. Dengan sekali putar dan sedikit tarikan, besi itu langsung terlihat.
"Kalau Kapolsek kan belum pegang tongkat komando. Jadi, ya tidak dibawa ke mana-mana," selorohnya.
Ada lagi koleksi bernama keris Betok. Keris jenis itu termasuk koleksinya yang paling tua. Pusaka jenis tersebut sekilas mirip keris, tapi belum ada pamor dan lekukan sebagaimana keris. Pria yang pernah menjabat Kasatlantas Polresta Malang itu tidak menampik bahwa keris memiliki banyak sisi yang bisa disukai. Salah satunya mistis. Tapi, bagi Erwin, sisi artistik benda kuno itulah yang membuatnya selalu senang saat menatapnya.
Lewat keris tersebut, pria yang dilahirkan di Watampone, Sulsel, itu meyakini bahwa orang zaman dahulu memiliki kemampuan perhitungan yang luar biasa. Terbukti, mereka mampu membuat keris yang bentuknya besar di sisi gagang dan kecil di ujungnya. Namun, benda tersebut bisa berdiri tegak meski ujungnya lancip. Ini bukan masalah mistis. Betapa para empu benar-benar bisa menghitung keseimbangan keris sampai bisa berdiri.
"Lihat saja, ujungnya besar dan tidak rata," katanya sambil memperlihatkan keris yang berdiri di atas meja. Karena hanya mengagumi keindahannya, Erwin tidak merasa direpotkan dengan tetek-bengek perawatan yang oleh orang lain dilakukan dengan cara khusus pada waktu yang khusus pula. Sebab, untuk membersihkannya, dia hanya mengelapnya dan bisa dilakukan kapan saja tanpa harus menghitung waktu khusus.
Dengan hobinya itu, pria yang berkali-kali juara road race tersebut memimpikan bisa mendirikan museum keris. Harapannya, museum itu bisa jadi bahan pembelajaran untuk generasi mendatang agar sejarah benda pusaka tidak hilang. (c6/ib)
Post a Comment Blogger Facebook