"Ma, mengapa aku tidak bisa lolos ke Tiongkok?" Pertanyaan itu mengusik pikiran Siti Salsiah, 46, akhir-akhir ini. Sebab, pertanyaan tersebut dilontarkan anaknya, Ilham Achmad Turmudzi, yang sangat ingin tampil dalam YOG 2014 di Nanjing, Tiongkok, 16-28 Agustus ini. Siti sempat bingung menjawab pertanyaan anaknya yang tunarungu itu. Sebab, secara teknis, Ilham sebenarnya berhak tampil dalam olimpiade olahraga remaja tingkat dunia tersebut. Bersama empat perenang Indonesia lainnya, catatan waktu yang ditorehkan Ilham memenuhi ketentuan yang dipatok panitia. Mereka mampu melewati limit A. Bahkan, pelatih renang di pelatnas sempat menyebut namanya lolos ke YOG 2014. Namun, nasibnya belum beruntung.
Ilham gagal tampil di kejuaraan renang internasional itu karena terbentur kuota yang dicanangkan FINA (federasi renang internasional). Kuota yang dimaksud hanya membolehkan Indonesia mengirim dua perenang putra dan dua perenang putri. Ilham terpental dari tim renang Indonesia setelah secara ranking kalah oleh dua perenang putra lainnya. Karena itu, perenang 16 tahun tersebut harus mengubur impiannya mengikuti kejuaraan yang sudah lama diidam-idamkan tersebut.
Indonesia diwakili Ricky Anggawidjaja dan Muhammad Hamgari di bagian putra serta Monalisa Arieswaty dan Olivia Fernandes di bagian putri. Kalau saja Ilham berlaga dalam event itu, bisa jadi dia merupakan atlet disable satu-satunya yang tampil dalam olimpiade olahraga non-disable tersebut. Catatan waktu Ilham untuk nomor 200 meter gaya dada dengan 2 menit 21,98 detik sudah cukup membuktikan kelayakan dirinya terjun dalam ajang tersebut. Torehan waktu itu sudah jauh di atas limit yang ditentukan FINA di angka 2 menit 22,24 detik.
Sebagai seorang ibu, tidak ada cara lain yang bisa dilakukan Siti Salsiah kecuali terus memberikan dorongan. Tujuannya, motivasi Ilham bisa bangkit kembali.
"Kadang saya menangis jika dia bertanya seperti itu. Saya selalu bilang kepadanya, mungkin kamu gagal ikut ke YOG, tapi kamu masih bisa mewujudkan impianmu yang lain, tampil di olimpiade sesungguhnya," ujar Siti ketika ditemui di rumahnya, kawasan Pabuaran, Cibinong, Bogor, Minggu (17/8).
Menurut Siti, sejak kecil Ilham memang bercita-cita bisa tampil dalam olimpiade tingkat dunia. Sebab, di tingkat nasional, prestasi Ilham sudah tak tertandingi. Puluhan medali dan trofi di ruang tamu rumahnya menjadi bukti prestasi yang pernah diraih remaja berkebutuhan khusus tersebut. Karena itu, dia sangat ingin tampil di kejuaraan internasional setingkat olimpiade remaja tersebut untuk mengukur prestasi di level yang lebih tinggi. Dia ingin seperti Richard Sambera dan Lukman Niode yang telah banyak mengharumkan nama bangsa dalam berbagai kejuaraan renang tingkat dunia, ungkap Siti.
Ilham mulai menggeluti olahraga renang secara serius pada usia 10 tahun atau sejak November 2008. Oleh orang tuanya, dia diarahkan untuk menekuni olahraga yang mengandalkan teknik dan kekuatan fisik itu. Keterbatasan yang dimiliki Ilham diyakini tidak menjadi penghalang untuk berprestasi seperti halnya atlet normal. Tanpa diduga, dalam sekejap, Ilham tumbuh menjadi atlet renang yang layak diperhitungkan. Bahkan, sang ayah, Turmudzi, 48, sempat tidak percaya anaknya mampu meraih prestasi sejauh itu di kolam renang.
"Saya sempat khawatir dia akan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi karena tunarungu," ujar Turmudzi.
Kenyataannya, Ilham tidak sekadar berolahraga untuk kegiatan rutin. Dia benar-benar merangkai prestasi yang membanggakan orang tuanya.
"Kami sebagai orang tua jelas mendukung 100 persen apa yang dicita-citakan Ilham," tegasnya.
Memang, pandangan sebelah mata, cibiran, dan bahkan ejekan sering ditimpakan kepada Ilham. Tapi, boro-boro membalas, Ilham justru menunjukkan bahwa dirinya bukan sampah.
"Saya tunjukkan kepada dunia bahwa saya mampu menciptakan anak saya jadi seperti ini. Sebagai ibu, saya tidak terima anak saya dihina," ujar Siti.
Di klubnya saat ini, Pyramid Jakarta, Ilham sudah dianggap role model bagi atlet-atlet lainnya. Bahkan, kegigihan dan keteguhannya dalam berlatih renang mampu menjadi inspirator bagi dua remaja tunarungu lainnya untuk bergabung di klub Pyramid Jakarta. Memang tidak mudah menumbuhkan bakat Ilham sampai bisa berprestasi seperti sekarang ini. Banyak hal yang membedakan dia dengan perenang normal pada umumnya. Saat turun di kejuaraan, misalnya. Dia butuh kilatan lampu blitz di dekat garis start sebagai ganti peluit atau suara tembakan tanda dimulainya lomba.
Menurut sang pelatih, David Firdaus, 32, Ilham termasuk perenang remaja yang prestasinya sangat cepat berkembang. David-lah yang selama ini menjadi motivator utama bagi Ilham. Dia mampu mengasah potensi Ilham meski dengan bahasa komunikasi apa adanya.
"Saya hanya ingin memberinya kesempatan yang sama untuk berlatih, sama seperti yang dilakukan orang normal pada umumnya," ungkapnya.
Memang, David perlu metode khusus dalam menyampaikan materi latihan di kolam renang. Instruksi kepada anak-anak asuhnya diberikan dua kali. Yang pertama untuk perenang normal, yang kedua khusus untuk Ilham. Yakni, menggunakan bahasa bibir dan bahasa isyarat. Menangani Ilham, kata David, merupakan tantangan terbesar selama dirinya berkarir sebagai pelatih renang.
"Sebab, dia belum pernah menangani perenang tunarungu yang turun di kejuaraan yang diikuti para perenang normal. Kuncinya, antara pelatih dan atlet saling percaya. Itulah yang membuat prestasi Ilham cepat berkembang," tutur dia.
David yakin masih banyak anak berkebutuhan khusus yang memiliki potensi besar di bidang olahraga. Karena itu, dia berharap anak-anak yang diberi anugerah seperti Ilham tidak minder atau menyerah atas kekurangan fisik yang dimiliki.
"Orang tua jangan malu atau merasa minder karena anaknya tidak normal. Padahal, kalau anak-anak itu diasah, potensi mereka akan terlihat. Tinggal nanti diarahkan sesuai dengan kemampuan masing-masing. Ilham salah satu bukti konkret pengasahan potensi yang tidak kenal menyerah," tandas David. (*/c5/ari)
Post a Comment Blogger Facebook