MALAM itu jarum jam baru saja melintasi titik pukul 12. Dua pengendara sepeda motor tampak melaju pelan di sebuah jalan di kawasan Jatinegara, Jakarta Timur. Berhenti di pinggir flyover, keduanya terlihat celingak-celinguk ke kanan dan ke kiri. Situasi tidak terlalu ramai. Hanya beberapa kendaraan yang tampak masih lewat sesekali.
------------------- Ahmad Baidhowi, Jakarta -------------------
Sejurus kemudian, si pengendara motor berjalan ke tembok flyover. Tangan kanannya memegang kuas dan tangan kirinya memegang ember kecil. Dengan cekatan, dia memasukkan ujung kuas ke ember, lalu menyapukan sesuatu ke dinding flyover sepanjang sekitar 30 meter. Sementara itu, kawannya membuka tas ransel hitam, mengeluarkan setumpuk kertas putih ukuran folio, lalu dengan sigap menempelkan puluhan kertas ke dinding flyover yang rupanya sudah diolesi lem tersebut. Setelah menempelkan media promosi, dua pengendara itu menyeberang jalan. Kali ini giliran tiang listrik dan tiang telepon di pinggir jalan yang menjadi sasaran.
Aksi mereka terhenti ketika gerimis turun. Langit Jakarta yang mendung, rupanya, tidak kuasa lagi menahan butiran-butiran air untuk jatuh ke bumi. Dalam hitungan menit, gerimis berubah menjadi hujan deras. Dua pengendara motor itu pun buru-buru berteduh di halte yang tidak jauh dari tempat mereka berdiri. Kepasrahan tergambar di raut wajah mereka. Satu per satu kertas yang baru saja ditempel di tembok flyover dan tiang listrik pun terlepas, hanyut terbawa air hujan. Kertas-kertas itu bertulisan: Les Privat Bahasa Inggris dan Matematika, Hubungi 08xxxxxxxxxx.
"Jika dibanding dengan orang Amerika dan Eropa, orang Asia lebih gila ujian. Semua berlomba-lomba mengejar nilai tinggi di sekolah. Karena itu, les-les privat pun menjamur di mana-mana," ujar Adamas Belva Syah Devara saat ditemui di sebuah mal di kawasan Jakarta Pusat pekan lalu. Pria kelahiran Jakarta, 30 Mei 1990, tersebut mengakui, permintaan atas jasa guru privat di Asia, khususnya Indonesia, sangat tinggi. Mulai level taman kanak-kanak (TK), SD, perguruan tinggi, bahkan hingga pekerja.
Di sisi lain, jumlah guru, mahasiswa, serta profesional yang ingin mencari tambahan penghasilan dengan menjadi guru les privat juga terus tumbuh, apalagi menjelang momen-momen ujian nasional (unas) atau ujian masuk perguruan tinggi. Karena itu, tidak mengherankan jika di tembok-tembok pinggir jalan maupun tiang-tiang listrik sering dijumpai selebaran iklan-iklan jasa guru privat.
Berdasar kalkulasi secara umum, di Indonesia saat ini terdapat sekitar 14 ribu lembaga swasta kecil yang menawarkan jasa bimbingan belajar dengan jumlah siswa sekitar 1,4 juta orang. Namun, lembaga-lembaga maupun para guru privat itu bergerak secara offline tanpa sistem yang memungkinkan adanya review untuk menilai kualitas para guru yang bisa menjadi acuan calon murid. Selain pengalaman pribadi beberapa orang yang dikenalnya, Belva sering mendengar keluhan susahnya mencari guru privat yang berkualitas serta bisa dipercaya untuk mengajar anak-anak.
"Namanya juga guru privat, mereka datang ke rumah, mengajar, dan berinteraksi dengan anak-anak. Kadang-kadang hingga malam. Karena itu, orang tua pasti pilih-pilih, tidak mau sembarang orang," tegas peraih gelar sarjana dari Nanyang Technological University (NTU) Singapura di bidang bisnis dan ilmu komputer tersebut.
Berbagai fenomena itu terekam kuat dalam benak Belva. Daya analisisnya pun bekerja. Dia membayangkan bagaimana jika para guru privat dihimpun dalam sebuah etalase lengkap dengan background pendidikan serta keahlian mereka. Dengan demikian, para murid bisa memilih guru privat yang sesuai dengan kebutuhan. Dari situ, lahirlah institusi Ruang Guru, sebuah online marketplace yang mempertemukan guru dan murid di dunia maya. Bersama Iman Usman, rekannya yang menempuh pendidikan di program International Education Development di Columbia University, AS, Belva membangun platform online di www.ruangguru.com.
Sejak dirintis April 2014, dalam hitungan lima bulan hingga Agustus ini, sudah lebih dari 1.200 guru privat yang mendaftar.
"Di sini para guru privat bisa menawarkan jasanya tanpa harus menempel selebaran di jalan-jalan," ucapnya lantas tersenyum.
Sesekali dia membetulkan letak kacamatanya. Belva menyebutkan, saat ini sekitar separo guru privat tersebut berdomisili di Jabodetabek. Sebagian lainnya di Bandung dan Surabaya serta sebagian kecil di beberapa kota lain di Indonesia. Komposisi murid-muridnya juga serupa. Yakni, didominasi wilayah Jabodetabek, Bandung, dan Surabaya. Melalui website Ruang Guru, para guru privat bisa mencantumkan identitas, latar belakang pendidikan, prestasi-prestasi yang pernah diraih, ketersediaan hari dan jam mengajar, serta tarif yang dipatok, yakni berkisar Rp 50 ribu-Rp 150 ribu per jam. Dari situ, para calon murid bisa memilih guru yang sesuai dengan kriteria yang diharapkan.
Guru yang masuk dalam daftar Ruang Guru pun beragam. "Mulai mahasiswa, guru, dosen, pemain musik, atlet, penyiar radio, hingga orang-orang dengan keterampilan tertentu seperti ilmu komputer, memasak, sulap, dan bela diri. Jadi, daftarnya sangat beragam. Mulai mantan juara olimpiade sains hingga juara dunia yoyo, "ujarnya lantas tertawa.
"Secara kuantitas, kata Belva, peminat terbanyak, baik guru maupun murid, adalah les privat bahasa Inggris. Namun, ada pula murid yang unik. Misalnya, seorang anggota DPRD yang baru saja terpilih dalam Pileg 2014. Politikus itu merasa kemampuan berbicaranya di depan publik kurang baik. Karena itu, dia perlu mencari guru public speaking. Dia pun akhirnya menemukan seorang penyiar radio yang lantas menjadi guru pribadinya."
Belva mengakui, selain bertujuan mendorong dunia pendidikan, Ruang Guru merupakan start up yang berorientasi bisnis. Karena itu, setiap transaksi antara guru dan murid yang terjadi melalui Ruang Guru dikenai fee atau biaya 20 persen. Untuk meminimalkan terjadinya transaksi pribadi antara guru dan murid, Ruang Guru memberlakukan sistem rating. Dengan demikian, guru yang sering bertransaksi melalui Ruang Guru akan mendapat poin rating dan ditempatkan di posisi atas daftar pencarian.
"Cara kerja ini masih baru. Jadi, kami terus berusaha menyempurnakannya, " ucapnya.
Insting bisnis Belva memang sudah terasah. Pada usianya yang kini baru menginjak 24 tahun, dia sudah mengenyam berbagai pengalaman kerja di perusahaan kelas dunia semacam Goldman Sachs dan McKinsey Company di Singapura. Bahkan, anak pertama di antara tiga bersaudara pasangan Tri Harsono dan Murni Hercahyani tersebut sempat bekerja di Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Republik Indonesia. Saat ini Belva menjadi satu-satunya orang Indonesia yang berhasil masuk program dual degree master of business administration (MBA) di Stanford University dan program master of public administration (MPA) di Kennedy School of Government, Harvard University. Semua itu merupakan program beasiswa. Karena itu, Belva mampu menyusun model bisnis Ruang Guru yang prospektif.
Hasilnya, meski baru seumur jagung, Ruang Guru sudah menarik minat investor. Pada 19 Agustus lalu, start up pertama di bidang pendidikan di Indonesia itu mendapat modal dari East Ventures, sebuah perusahaan investasi yang beroperasi di Singapura dan Indonesia. Potensi 50 juta siswa, 3 juta guru, dan 200 ribu sekolah di Indonesia saat ini memang menciptakan ceruk pasar yang sangat menjanjikan. Bahkan, lanjut Belva, salah seorang rekan belajarnya di Stanford University yang berasal dari Vietnam sudah menawarkan untuk mengembangkan konsep Ruang Guru di Vietnam. Rupanya, di negeri yang sempat porak poranda karena perang saudara pada era 1960-an itu, peminat les privat juga sangat besar.
"Jadi, bisnis ini prospektif dikembangkan di banyak negara, terutama di Asia, " ujarnya.
Meski demikian, Ruang Guru tak melulu mengejar profit. Belva yang selama ini aktif dalam banyak kegiatan sosial dan gerakan pemuda seperti komunitas online Bantu Indonesia menyebutkan, hal konkret sumbangsih Ruang Guru kepada dunia pendidikan adalah menyekolahkan anak Indonesia melalui program Gerakan Nasional Orang Tua Asuh (GN-OTA). Perhitungannya, setiap murid yang belajar selama sejam melalui Ruang Guru sama dengan menyekolahkan satu anak Indonesia selama sehari. Selain itu, sebagian profit lainnya akan digunakan untuk mendukung program-program pemberdayaan pemuda dan pengembangan masyarakat yang dikelola pemuda secara sukarela melalui organisasi Indonesian Future Leaders.
"Concern (perhatian, Red) kami lebih banyak di sektor pendidikan," ucapnya.
Belva yang pada 9 Agustus lalu menjadi salah seorang pembicara dalam ajang Youthnesian 2014 di Jakarta itu menyatakan, visi besarnya adalah menjadikan Ruang Guru sebagai sarana bagi siapa saja untuk belajar dan mengajar apa saja yang bermanfaat. Sebab, belajar bisa dilakukan sepanjang hidup.
"End goal (tujuan akhir) kami, Ruang Guru bisa menjadi giant university (universitas raksasa) bagi masyarakat Indonesia," tandasnya. (*/c5/ari)
Post a Comment Blogger Facebook