GuidePedia


 Legenda kasidah Indonesia layak disandang grup kasidah modern Nasida Ria. Grup musik islami itu didirikan pada 1975, namun hingga kini masih eksis. Lagunya tetap enak didengar dan penggemarnya ada di mana-mana. KHAFIDLUL ULUM 
Perdamaian perdamaian, perdamaian perdamaian, perdamaian perdamaian, perdamaian perdamaian... Banyak yang cinta damai, tapi perang makin ramai... Banyak yang cinta damai, tapi perang makin ramai... Bingung bingung ku memikirnya... Lagu itu diciptakan sejak 1980-an, namun hingga kini masih sangat populer. Anak-anak hingga kakek-kakek masih senang dengan lagu tersebut. Bahkan, banyak grup kasidah yang membawakan lagu itu saat tampil di panggung. Tentu hal tersebut membuat lagu itu semakin populer. 
Selain lagunya yang masih digemari, grup kasidah yang menyanyikan lagu tersebut tetap eksis hingga sekarang, yaitu Nasida Ria, Semarang. Personel mereka juga masih lengkap. ’’Kami tetap kompak hingga sekarang dan akan terus berkarya,’’ ujar Rien Jamain, salah seorang personel Nasida Ria yang termasuk generasi pertama, saat berkunjung ke redaksi Jawa Pos akhir bulan lalu. Personel grup kasidah itu terdiri atas 10 orang. Semua kompak datang saat diundang tampil dalam grand final Festival Ramadan Jawa Pos. Selain Rien Jamain, ada Mutoharoh, Afuwah, Nadhiroh, Norjannah, Hamidah, Tantowiyah, Romna, Sofiyatun, dan Siti Mukaromah. Mereka datang bersama sang manajer, Coliq Zain. ’’Personel yang datang komplet. Kami senang bisa tampil di Surabaya,’’ jelas Rien. 
Menurut dia, walaupun komplet, banyak di antara mereka yang termasuk generasi kedua. Yang tersisa dari generasi pertama hanyalah dirinya dan Mutoharoh. Ke mana generasi pertama yang lain? Rien menyatakan, setelah menikah, banyak di antara mereka yang ikut suami. Ada yang pindah ke Cilacap, Jepara, dan daerah lain. Karena pindah tempat tinggal, mereka akhirnya tidak bisa ikut latihan lagi. Namun, ujar Rien, walaupun banyak yang keluar, banyak pula yang bergabung. Buktinya, personel itu masih lengkap sepuluh orang. 
Para penggemarnya pun tetap setia dan merindukan penampilan mereka. Kerinduan penggemar terlihat saat Nasida Ria tampil dalam grand final Festival Ramadan Jawa Pos di lapangan Makodam V/Brawijaya. Banyak penonton yang meminta tanda tangan. Kaset mereka yang dijual saat event tersebut pun laris manis. Mereka terlihat mengelu-ngelukan grup musik islami itu. Bahkan, ada penonton dari Tuban hingga Malang yang datang berombongan demi melihat grup musik kesayangannya itu. Rien mengungkapkan, membuat grup tersebut tetap eksis dan digemari masyarakat tidaklah mudah. Butuh semangat dan perjuangan. Namun, yang paling penting adalah kekompakan anggota kasidah. 
Nama Nasida Ria memang pernah tenar, pernah pula meredup. Mereka pun terus menyesuaikan diri dengan perubahan zaman. Kondisi dulu saat grup itu baru berdiri berbeda dengan kondisi sekarang. ’’Kami akan berusaha menyesuaikan diri dengan kondisi,’’ terangnya. Rien pun menceritakan awal berdirinya Nasida Ria. Menurut dia, Nasida Ria didirikan H M. Zain, seorang dewan hakim musabaqah tilawatil Quran (MTQ), lomba membaca Alquran tingkat nasional. Selain dewan juri lomba tilawah Alquran, Zain senang dengan lagu-lagu islami. Suaranya yang merdu saat membaca Alquran sangat mendukung dirinya dalam menyanyikan lagu islami. Kecintaan Zain terhadap musik islami tidak hanya dinikmati sendiri. Dia pun berusaha menularkan kepada para santrinya yang belajar di pondok pesantren yang dipimpinnya. Pondok pesantren yang dikelola itu hanya dikhususkan untuk santri perempuan. Selain tartil Alquran, Zain mengajari para santriwati belajar musik islami. Awalnya, para santriwati dilatih bermain terbang atau rebana. Pelan-pelan mereka dilatih menyanyikan lagu-lagu islami. Jadi, ada yang bermain musik dan ada pula yang menyanyi. Selain rebana, ada yang berlatih keyboard dan gitar. Setelah dilatih, ternyata banyak santriwati yang berbakat bermain musik. Mereka pun semakin senang berlatih musik islami. 
Setelah sering berlatih dan semakin mahir, mereka diminta tampil oleh Zain. Misalnya, saat acara halalbihalal, pernikahan, dan tasyakuran. Mereka kemudian diundang untuk tampil di tempat-tempat yang lebih jauh. Setelah banyak orang yang mengenal, mereka pun semakin sering mendapat undangan untuk tampil. Nama Nasida Ria pun semakin tenar. Selain di daerah asal, Semarang, mereka tampil di luar kota. ’’Daerah di Jawa Tengah kami jelajahi,’’ kata Rien. Melihat anak didiknya semakin pintar bermain musik, Zain pun memutuskan untuk menamai grup musik itu. Nasida Ria menjadi pilihan. Nasid berarti nyanyian dan ria bermakna gembira. Jadi, artinya, bernyanyi dengan gembira. Rien mengungkapkan, nama itu sangat cocok karena para personel sangat gembira saat menyanyikan lagu-lagu islami. 
Mereka lantas mengeluarkan album perdana, yaitu Ala Baladil Mahbub, Negeri Tercinta Indonesia. Album itu terdiri atas 10 lagu. Nama mereka pun semakin tenar dan diundang ke mana-mana. Bahkan, mereka mendapat undangan untuk tampil di Jerman dalam event pameran seni Islam. ’’Kami ke Jerman dua kali,’’ ucapnya. Setelah sukses dengan album perdana, mereka meluncurkan album kedua, Waiyyak, Kepadamu. Kemudian, keluar album-album lain yang tidak kalah tenar. Yang juga booming adalah album Perdamaian. Nama Nasida Ria pun semakin berkibar. Selain ke Jerman, mereka diundang manggung di Malaysia. 
Namun, nama mereka sempat meredup saat H M. Zain sebagai pendiri grup musik itu meninggal pada 2002. Rien menyatakan, dengan meninggalnya sang pendiri, Nasida Ria dikira sudah bubar. Hal itu memengaruhi nama besar mereka. Para anggota pun terpengaruh oleh kematian sang kiai yang selama ini berjasa membesarkan nama grup musik tersebut. Undangan manggung pun berkurang. Jika biasanya sibuk mendatangi undangan, waktu mereka pun agak longgar. ’’Undangan tetap ada, tapi tidak sebanyak sebelumnya,’’ ujarnya. Para personel pun tidak mau berlama-lama dengan kesedihan. Mereka ingin tetap mengembangkan grup musik itu. Walaupun undangan manggung berkurang, mereka berusaha bangkit. Mereka kemudian memanfaatkan sarana yang ada. Salah satunya, melalui internet. Saat itu, kata Rien, Facebook sedang ramai. Dia pun menggunakan media sosial itu untuk memberi tahu para penggemar bahwa Nasida Ria tidak bubar dan tetap eksis. 
Mengetahui hal tersebut, para penggemar pun sangat senang. Banyak yang pesan VCD lagu. Lagu-lagu lama pun semakin diminati. Pesanan VCD lagu Nasida Ria cukup banyak. Kemudian, pada 2010, mereka mengeluarkan album baru, Cahaya Ilmu. Itu adalah album ke-34. Rien mengungkapkan, pihaknya akan terus berkarya. Selama ini, kebanyakan lagu Nasida Ria diciptakan KH Bukhori Masruri, Semarang. Namun, ada pula yang diciptakan seniman musik islami lainnya. 
Grup musik itu memang harus pintar-pintar menyesuaikan diri dengan zaman karena semakin banyak grup musik yang muncul. Munculnya grup musik yang lain tidak membuat Nasida Ria takut tersaingi. Mereka malah senang dengan banyaknya grup musik baru yang muncul. ’’Juga banyak lagu kami yang dinyanyikan grup musik sekarang. Kami malah bangga,’’ ucapnya. Hal itu membuat grup tersebut lebih bersemangat berkarya. 
Manajer Nasida Ria Coliq Zain menyatakan, grup musik itu sampai sekarang tetap eksis. Sebab, para personel selalu menjaga kekompakan. Setiap ada masalah, mereka selalu duduk bersama menyelesaikannya. Jika ada salah seorang anggota yang terkena musibah, anggota yang lain membantu. Sampai saat ini, mereka juga rutin bertemu. Setiap Rabu dan Sabtu, mereka berkumpul bersama untuk bermain musik. 
’’Ya kadang hanya kumpul-kumpul,’’ katanya. Coliq tidak menerapkan sistem yang kaku seperti perusahaan. Dalam mengatur Nasida Ria, dia menerapkan sistem kekeluargaan. Jadi, semua dianggap keluarga. Itulah yang menjadikan seluruh anggota selalu senang saat bertemu dan berkumpul. Mereka merasa memiliki grup musik itu. ’’Kami saling terbuka,’’ ucapnya. Walaupun sudah cukup senior, pihaknya akan terus berinovasi. Berbagai alat musik pun mereka pelajari agar bisa mengikuti perkembangan musik.  

Beli yuk ?

 
Top