Pengalaman drg Ranti Aryani, didiskriminasi karena memakai jilbab dialami lagi saat dia memutuskan mengikuti program praktek pasca kelulusan pendidikan penyetaraan kedokteran gigi dari New York University (NYU). US Air Force (Angkatan Udara AS) menjadi pilihan praktiknya. Di lembaga ini Ranti mengalami ironi di negara demokrasi.
Karena alasan bergengsi dan bagus untuk mengembangkan skill praktek kedokteran gigi yang dimilikinya, Ranti mendaftar ke Angkatan Udara AS ini. Di awal pendaftaran, Ranti bertanya mengenai peraturan mengenakan simbol-simbol agama, termasuk jilbab. Ranti mengajukan syarat bila diterima, dia minta diizinkan tetap memakai jilbab.
Setelah mengalami penolakan dari rekruter di AU AS, akhirnya AU AS menerima Ranti. Seorang rekruter mengatakan hak Ranti dijamin oleh peraturan dari Kementerian Pertahanan AS (Departmen of Defence/DOD), DOD 13000.17 yang menjamin praktik keagamaan di angkatan bersenjata AS. Sang rekruter mengatakan hijab bukan menjadi masalah.
"Peraturan DOD itu turun karena dulu ada Kapten Yahudi yang memakai yarmulka (penutup kepala pria Yahudi). Nah bila yarmulka masuk ke semua peraturan itu, sekarang ada masalah jilbab yang muncul. Saya melihat poin DOD itu semuanya masuk, aman, bahwa jilbab tak mengganggu keamanan dan aktivitas," kisah Ranti mengenang awal masuknya dia ke AU AS, Juli 2003 itu ketika ditemui detikcom di Jalan Puter 1, Bintaro Sektor 5, Jakarta dan ditulis Jumat (9/8/2013).
Namun, jaminan sang rekruter yang mengatakan jilbab tak masalah ternyata jauh berbeda dalam praktiknya di lapangan. Saat itu pasca 9/11 pada 2001, Islamofobia dan stigma Islam adalah agama kekerasan masih melekat kuat di benak warga AS, baik di kalangan sipil maupun militer.
"Niat pemerintah mengakomodir, tapi interpretasi di lapangan itu agak sulit. Kalau melihat kembali, pengalaman mengakomodir jilbab ini AS baru berusaha karena masih ada trauma nasional 9/11. Saya masuk setelah 9/11, misinterpretasi di AS itu masih banyak sekali. Saat 9/11, media menampilkan di beberapa bagian di dunia muslim malah bergembira ria, padahal saya saat itu sangat sedih sekali. At that point, I understand why they being careful (Pada titik itu saya bisa mengerti mengapa mereka berhati-hati)," jelas perempuan kelahiran Bogor, 1 April 1972 ini.
Pandangan berbeda sudah dia terima sejak mendaftar ulang di AU AS di Lanud Maxwell, Montgomerry, Alabama. Ranti yang berjilbab ditemani suaminya, Richard G Bennett Jr untuk melakukan daftar ulang. Saat itu Ranti sudah diterima di AU AS, sebagai dokter gigi tentara berpangkat kapten.
"Kantor yang tadinya ramai tiba-tiba senyap. Mereka memandang saya, up and down, up and down. Oh my God," kenang Ranti sambil menganggukkan kepalanya memperagakan reaksi di AU AS pertama kali.
Ranti mencoba menjelaskan mengenai jilbab kepada setiap rekannya yang bertanya, tak lelah menjelaskan berulang-ulang. Ranti sempat dikucilkan dari teman-teman seangkatan masuknya, tidak diizinkan membeli seragam tentara kalau tidak menanggalkan jilbabnya. Pihak AU AS sempat memberinya pilihan kompromi, diizinkan mengenakan jilbab bila berkegiatan di dalam ruangan namun harus menanggalkan bila berkegiatan di luar ruangan.
"Dan mereka tahu saya tidak akan melakukan itu. Untuk buka tutup itu saya pernah alami. Dan saya ingat bagaimana labilnya saya ketika buka tutup jilbab itu, bukan pengalaman yang mengenakkan. Opsi seperti ini saya khawatir jangan-jangan malah saya yang berniat naik turun untuk membuka jilbab daripada menetapkan niat saya dan berlanjut dengan pekerjaan saya," tegas Ranti.
Dia juga tak diberitahu ada hak-hak yang bisa didapatkannya dari AU AS, fasilitas yang menjadi haknya dikurangi. Ranti lantas menyusun argumen demi argumen, dokumen demi dokumen dan mengadukan perlakuan diskriminasinya sesuai garis komando, mulai dari komandan pangkalan hingga ke Pentagon, AS. Ranti juga mengadukan perlakuan yang diterimanya ke senator, salah satunya Hillary Clinton.
Ranti juga berfoto memakai jilbab dengan seragam barunya, dan menunjukkannya bahwa jilbab tetap serasi bila dipakai dengan seragam ketetentaraan dan tak menghalangi tugasnya. Di sela-sela menunggu ketidakpastian akan nasibnya yang hendak diputuskan, Ranti tetap bekerja secara profesional, melayani dan merawat gigi para tentara AU AS.
"Alhamdulillah semua teman-teman satu kantor, kolega, bawahan, atasan saya, kolonel, letkol, semua kolonel pangkalan secara individual itu mereka percaya persamaan HAM. Itu bagian kultur mereka untuk tidak diskriminasi. Walau sulit, saya banyak dukungan moril kan mereka tahu prinsip mereka tentang kesetaraan. Ini memang masalah kultur militer ya, agak rigid, with or without jilbab problem," jelas Ranti.
Dalam satu prosesnya, Ranti didampingi pengacara dari AU AS. Kendati demikian, 2 dari 3 pengacara malah menyarankan Ranti untuk menerima keputusan AU AS agar dirinya mengundurkan diri daripada memperjuangkan hak-haknya.
Saat menghadapi diskriminasi itu, Ranti yang seorang salik atau pejalan spiritual yang menempuh jalan sufisme, selalu berkomunikasi dengan Sang Khalik atas segala keputusan yang hendak diambilnya. Puncaknya adalah keputusan final yang membuatnya dikeluarkan secara terhormat 'Honorable Discharge', tingkat penghentian tertinggi dalam angkatan bersenjata AS, setelah 'General Discharge' (dikeluarkan karena alasan yang biasa) dan 'Dishonorable Discharge' (dikeluarkan dengan tidak terhormat).
Ranti tak terima karena alasan penghentiannya adalah 'unsatisfactory performance' atau performa kinerja yang tidak memuaskan dan tidak kompeten. Dia menilai performa kerjanya dalam merawat gigi tentara AS sangat memuaskan dengan menangani 3 ribu pasien.
Belum lagi dia mendapati bahwa keputusan final yang diteken 5 jenderal AU AS, 4 di antaranya ternyata mengizinkan Ranti memakai jilbab dan 1 jenderal lainnya yang paling senior, Wakil KSAU, memveto keputusan 4 jenderal lainnya.
Setelah perjuangan selama 14 bulan melawan diskriminasi di AU AS, Ranti akhirnya mundur dari AU AS. Ranti mendapati dirinya mengalami ironi di negara pelopor demokrasi di dunia itu. Di sisi lain, tentara AS yang bertugas di Timur Tengah seperti Arab Saudi dan Irak, malah diwajibkan memakai burqa untuk menghormati kultur setempat.
Pernah ada tentara Kristen yang menggugat pemakaian burqa ini karena tak sesuai dengan agamanya dan dikeluarkan. Ranti tak menggugat putusan AU AS itu ke pengadilan karena dirinya sadar dia berhadapan dengan birokrasi raksasa yang digdaya. Yang penting, ikhtiar sudah dijalankan dengan maksimal dan Ranti cukup senang di kalangan jenderal yang lebih muda sudah terbuka pikirannya akan jilbab. Ranti yakin, suatu saat jilbab dan simbol keagamaan lain akan diizinkan dipakai di angkatan bersenjata di negara demokrasi itu, hanya masalah waktu.
"We can hope alot from younger general, mereka sudah open, just waiting that old habit changing giving new world," tutur Ranti.
Dalam kehidupan dunia, Ranti merasa ini adalah titik terendahnya. Di saat yang sama, inilah titik terdekatnya dengan Yang Maha Pencipta secara spiritual.
"Itu bagian dari melakukan usaha dunia kita, sementara dalam hati, kita berserah diri pada Allah. Kita meminta keadilan dari Allah, kita tak bisa bergantung pada dunia ini, kita bergantung pada Allah," tutur Ranti.
Ranti akhirnya menjadi dokter gigi sipil, berpraktek dari satu klinik ke klinik lain. Perjuangan belum selesai, karena di dunia sipil pun Ranti bergelut dengan diskriminasi. Dukungan sang suami yang menguatkan dalam jalan rohani membuat Ranti ulet berjuang dengan diskriminasi dengan cara yang elegan.
Karena alasan bergengsi dan bagus untuk mengembangkan skill praktek kedokteran gigi yang dimilikinya, Ranti mendaftar ke Angkatan Udara AS ini. Di awal pendaftaran, Ranti bertanya mengenai peraturan mengenakan simbol-simbol agama, termasuk jilbab. Ranti mengajukan syarat bila diterima, dia minta diizinkan tetap memakai jilbab.
Setelah mengalami penolakan dari rekruter di AU AS, akhirnya AU AS menerima Ranti. Seorang rekruter mengatakan hak Ranti dijamin oleh peraturan dari Kementerian Pertahanan AS (Departmen of Defence/DOD), DOD 13000.17 yang menjamin praktik keagamaan di angkatan bersenjata AS. Sang rekruter mengatakan hijab bukan menjadi masalah.
"Peraturan DOD itu turun karena dulu ada Kapten Yahudi yang memakai yarmulka (penutup kepala pria Yahudi). Nah bila yarmulka masuk ke semua peraturan itu, sekarang ada masalah jilbab yang muncul. Saya melihat poin DOD itu semuanya masuk, aman, bahwa jilbab tak mengganggu keamanan dan aktivitas," kisah Ranti mengenang awal masuknya dia ke AU AS, Juli 2003 itu ketika ditemui detikcom di Jalan Puter 1, Bintaro Sektor 5, Jakarta dan ditulis Jumat (9/8/2013).
Namun, jaminan sang rekruter yang mengatakan jilbab tak masalah ternyata jauh berbeda dalam praktiknya di lapangan. Saat itu pasca 9/11 pada 2001, Islamofobia dan stigma Islam adalah agama kekerasan masih melekat kuat di benak warga AS, baik di kalangan sipil maupun militer.
"Niat pemerintah mengakomodir, tapi interpretasi di lapangan itu agak sulit. Kalau melihat kembali, pengalaman mengakomodir jilbab ini AS baru berusaha karena masih ada trauma nasional 9/11. Saya masuk setelah 9/11, misinterpretasi di AS itu masih banyak sekali. Saat 9/11, media menampilkan di beberapa bagian di dunia muslim malah bergembira ria, padahal saya saat itu sangat sedih sekali. At that point, I understand why they being careful (Pada titik itu saya bisa mengerti mengapa mereka berhati-hati)," jelas perempuan kelahiran Bogor, 1 April 1972 ini.
Pandangan berbeda sudah dia terima sejak mendaftar ulang di AU AS di Lanud Maxwell, Montgomerry, Alabama. Ranti yang berjilbab ditemani suaminya, Richard G Bennett Jr untuk melakukan daftar ulang. Saat itu Ranti sudah diterima di AU AS, sebagai dokter gigi tentara berpangkat kapten.
"Kantor yang tadinya ramai tiba-tiba senyap. Mereka memandang saya, up and down, up and down. Oh my God," kenang Ranti sambil menganggukkan kepalanya memperagakan reaksi di AU AS pertama kali.
Ranti mencoba menjelaskan mengenai jilbab kepada setiap rekannya yang bertanya, tak lelah menjelaskan berulang-ulang. Ranti sempat dikucilkan dari teman-teman seangkatan masuknya, tidak diizinkan membeli seragam tentara kalau tidak menanggalkan jilbabnya. Pihak AU AS sempat memberinya pilihan kompromi, diizinkan mengenakan jilbab bila berkegiatan di dalam ruangan namun harus menanggalkan bila berkegiatan di luar ruangan.
"Dan mereka tahu saya tidak akan melakukan itu. Untuk buka tutup itu saya pernah alami. Dan saya ingat bagaimana labilnya saya ketika buka tutup jilbab itu, bukan pengalaman yang mengenakkan. Opsi seperti ini saya khawatir jangan-jangan malah saya yang berniat naik turun untuk membuka jilbab daripada menetapkan niat saya dan berlanjut dengan pekerjaan saya," tegas Ranti.
Dia juga tak diberitahu ada hak-hak yang bisa didapatkannya dari AU AS, fasilitas yang menjadi haknya dikurangi. Ranti lantas menyusun argumen demi argumen, dokumen demi dokumen dan mengadukan perlakuan diskriminasinya sesuai garis komando, mulai dari komandan pangkalan hingga ke Pentagon, AS. Ranti juga mengadukan perlakuan yang diterimanya ke senator, salah satunya Hillary Clinton.
Ranti juga berfoto memakai jilbab dengan seragam barunya, dan menunjukkannya bahwa jilbab tetap serasi bila dipakai dengan seragam ketetentaraan dan tak menghalangi tugasnya. Di sela-sela menunggu ketidakpastian akan nasibnya yang hendak diputuskan, Ranti tetap bekerja secara profesional, melayani dan merawat gigi para tentara AU AS.
"Alhamdulillah semua teman-teman satu kantor, kolega, bawahan, atasan saya, kolonel, letkol, semua kolonel pangkalan secara individual itu mereka percaya persamaan HAM. Itu bagian kultur mereka untuk tidak diskriminasi. Walau sulit, saya banyak dukungan moril kan mereka tahu prinsip mereka tentang kesetaraan. Ini memang masalah kultur militer ya, agak rigid, with or without jilbab problem," jelas Ranti.
Dalam satu prosesnya, Ranti didampingi pengacara dari AU AS. Kendati demikian, 2 dari 3 pengacara malah menyarankan Ranti untuk menerima keputusan AU AS agar dirinya mengundurkan diri daripada memperjuangkan hak-haknya.
Saat menghadapi diskriminasi itu, Ranti yang seorang salik atau pejalan spiritual yang menempuh jalan sufisme, selalu berkomunikasi dengan Sang Khalik atas segala keputusan yang hendak diambilnya. Puncaknya adalah keputusan final yang membuatnya dikeluarkan secara terhormat 'Honorable Discharge', tingkat penghentian tertinggi dalam angkatan bersenjata AS, setelah 'General Discharge' (dikeluarkan karena alasan yang biasa) dan 'Dishonorable Discharge' (dikeluarkan dengan tidak terhormat).
Ranti tak terima karena alasan penghentiannya adalah 'unsatisfactory performance' atau performa kinerja yang tidak memuaskan dan tidak kompeten. Dia menilai performa kerjanya dalam merawat gigi tentara AS sangat memuaskan dengan menangani 3 ribu pasien.
Belum lagi dia mendapati bahwa keputusan final yang diteken 5 jenderal AU AS, 4 di antaranya ternyata mengizinkan Ranti memakai jilbab dan 1 jenderal lainnya yang paling senior, Wakil KSAU, memveto keputusan 4 jenderal lainnya.
Setelah perjuangan selama 14 bulan melawan diskriminasi di AU AS, Ranti akhirnya mundur dari AU AS. Ranti mendapati dirinya mengalami ironi di negara pelopor demokrasi di dunia itu. Di sisi lain, tentara AS yang bertugas di Timur Tengah seperti Arab Saudi dan Irak, malah diwajibkan memakai burqa untuk menghormati kultur setempat.
Pernah ada tentara Kristen yang menggugat pemakaian burqa ini karena tak sesuai dengan agamanya dan dikeluarkan. Ranti tak menggugat putusan AU AS itu ke pengadilan karena dirinya sadar dia berhadapan dengan birokrasi raksasa yang digdaya. Yang penting, ikhtiar sudah dijalankan dengan maksimal dan Ranti cukup senang di kalangan jenderal yang lebih muda sudah terbuka pikirannya akan jilbab. Ranti yakin, suatu saat jilbab dan simbol keagamaan lain akan diizinkan dipakai di angkatan bersenjata di negara demokrasi itu, hanya masalah waktu.
"We can hope alot from younger general, mereka sudah open, just waiting that old habit changing giving new world," tutur Ranti.
Dalam kehidupan dunia, Ranti merasa ini adalah titik terendahnya. Di saat yang sama, inilah titik terdekatnya dengan Yang Maha Pencipta secara spiritual.
"Saya honorable discharge, sampai sekarang US Air Force (USAF) tidak pernah minta maaf pada saya, tapi saya tidak butuh US AF minta maaf karena saya maafkan semuannya. USAF titik terendah saya sebagai seorang profesional, secara spiritual titik tertinggi saya dengan Allah. Saya tak butuh maaf mereka," kata Ranti.
"Itu bagian dari melakukan usaha dunia kita, sementara dalam hati, kita berserah diri pada Allah. Kita meminta keadilan dari Allah, kita tak bisa bergantung pada dunia ini, kita bergantung pada Allah," tutur Ranti.
Ranti akhirnya menjadi dokter gigi sipil, berpraktek dari satu klinik ke klinik lain. Perjuangan belum selesai, karena di dunia sipil pun Ranti bergelut dengan diskriminasi. Dukungan sang suami yang menguatkan dalam jalan rohani membuat Ranti ulet berjuang dengan diskriminasi dengan cara yang elegan.