Zaman dahulu kala, manusia menggunakan jam matahari untuk mengetahui waktu. Kini ditemukan jam matahari tertua di dunia.
Jam matahari
Sebuah jam matahari ditemukan di luar makam di Lembah Para Raja di Mesir. Temuan ini mungkin saja merupakan jam matahari Mesir kuno tertua di dunia, ujar para ilmuwan.
Bertanggal sejak dinasti ke-19, atau abad 13 SM, jam matahari itu ditemukan di lantai sebuah pondok pekerja, di Lembah Para Raja, tempat pemakaman para penguasa dari periode Kerajaan Baru Mesir (sekitar 1550 SM hingga 1070 SM).
“Penemuan ini penting karena jam tersebut kira-kira seribu tahun lebih tua dari masa saat alat pengukur waktu serupa diperkirakan mulai digunakan,” ujar Susanne Bickel, peneliti dari University of Basel di Swiss. Penemuan jam matahari yang sebelumnya bertanggal pada periode Yunani-Romawi, berlangsung dari sekitar 332 SM ke AD 395.
Bagian penyok di tengah ostracon kemungkinan menandai tempat logam atau baut kayu dimasukkan untuk menampilkan bayangan dan mengungkapkan waktu pada hari tersebut.
“Potongan itu ditemukan dengan ostraca lainnya (lempengan batu kapur) dengan tulisan kecil, sketsa pekerja, dan ilustrasi dewa yang ditulis atau dilukis dengan tinta hitam,” ujar Bickel pada LiveScience lewat email.
Bickel dan rekan-rekannya tidak yakin untuk tujuan apa para pekerja tersebut menggunakan jam matahari, meskipun mereka memikirkan kemungkinan jam ini mewakili perjalanan dewa matahari melewati akhirat.
“Salah satu hipotesisnya adalah membandingkan alat ukur tersebut secara paralel dengan ilustrasi pada teks di dinding makam Firaun yang mewakili malam dan perjalanan dari dewa matahari melewati akhirat yang dibagi ke dalam jam pada waktu malam, “tulis Bickel. “Jam matahari tersebut mungkin telah digunakan untuk memvisualisasikan durasi waktu.”
Perangkat itu mungkin juga telah digunakan untuk mengukur jam kerja. “Mungkin (jam ini) bisa berfungsi untuk mengatur waktu kerja dari para pekerjanya, untuk mengatur istirahat pada waktu tertentu, misalnya,” ujarnya. Namun, Bickel mencatat, setengah jam tidak ada artinya bagi orang-orang Mesir Kuno.
Di daerah yang sama, Bickel dan rekan-rekannya telah menemukan hal-hal menakjubkan, termasuk sebuah makam dengan dua penguburan, satu dari dinasti ke-18 Mesir dan lainnya dari dinasti 22, yang dibawa ke makam beberapa waktu setelah penjarahan penguburan pertama.
Sebuah peti kayu yang terkait dengan penguburan kedua berisi mumi dari penyanyi perempuan Amun yang disebut Nehmes-Bastet. Para ilmuwan tidak yakin siapa yang telah dimakamkan di makam aslinya, meskipun mereka menemukan sisa-sisa mumi tanpa perban linen di lantai. “Mumi yang rusak tersebut mungkin adalah pemilik asli makam tersebut,” tulis para peneliti di situs web mereka.
Bickel dan rekan-rekannya telah bekerja di daerah tersebut sejak 2008 dan berencana untuk terus bekerja di sana selama beberapa tahun mendatang, ujarnya. (LiveScience/rei)
Bertanggal sejak dinasti ke-19, atau abad 13 SM, jam matahari itu ditemukan di lantai sebuah pondok pekerja, di Lembah Para Raja, tempat pemakaman para penguasa dari periode Kerajaan Baru Mesir (sekitar 1550 SM hingga 1070 SM).
“Penemuan ini penting karena jam tersebut kira-kira seribu tahun lebih tua dari masa saat alat pengukur waktu serupa diperkirakan mulai digunakan,” ujar Susanne Bickel, peneliti dari University of Basel di Swiss. Penemuan jam matahari yang sebelumnya bertanggal pada periode Yunani-Romawi, berlangsung dari sekitar 332 SM ke AD 395.
Jam matahari tersebut terbuat dari batu kapur rata, yang disebut ostracon, dengan setengah lingkaran hitam yang dibagi menjadi 12 bagian yang digambar di atasnya. Titik-titik kecil berada di tengah dari masing-masing 12 bagian yang terpisah sekitar 15 derajat, kemungkinan berfungsi untuk menunjukkan waktu yang lebih tepat.
Bagian penyok di tengah ostracon kemungkinan menandai tempat logam atau baut kayu dimasukkan untuk menampilkan bayangan dan mengungkapkan waktu pada hari tersebut.
“Potongan itu ditemukan dengan ostraca lainnya (lempengan batu kapur) dengan tulisan kecil, sketsa pekerja, dan ilustrasi dewa yang ditulis atau dilukis dengan tinta hitam,” ujar Bickel pada LiveScience lewat email.
Bickel dan rekan-rekannya tidak yakin untuk tujuan apa para pekerja tersebut menggunakan jam matahari, meskipun mereka memikirkan kemungkinan jam ini mewakili perjalanan dewa matahari melewati akhirat.
“Salah satu hipotesisnya adalah membandingkan alat ukur tersebut secara paralel dengan ilustrasi pada teks di dinding makam Firaun yang mewakili malam dan perjalanan dari dewa matahari melewati akhirat yang dibagi ke dalam jam pada waktu malam, “tulis Bickel. “Jam matahari tersebut mungkin telah digunakan untuk memvisualisasikan durasi waktu.”
Perangkat itu mungkin juga telah digunakan untuk mengukur jam kerja. “Mungkin (jam ini) bisa berfungsi untuk mengatur waktu kerja dari para pekerjanya, untuk mengatur istirahat pada waktu tertentu, misalnya,” ujarnya. Namun, Bickel mencatat, setengah jam tidak ada artinya bagi orang-orang Mesir Kuno.
Di daerah yang sama, Bickel dan rekan-rekannya telah menemukan hal-hal menakjubkan, termasuk sebuah makam dengan dua penguburan, satu dari dinasti ke-18 Mesir dan lainnya dari dinasti 22, yang dibawa ke makam beberapa waktu setelah penjarahan penguburan pertama.
Sebuah peti kayu yang terkait dengan penguburan kedua berisi mumi dari penyanyi perempuan Amun yang disebut Nehmes-Bastet. Para ilmuwan tidak yakin siapa yang telah dimakamkan di makam aslinya, meskipun mereka menemukan sisa-sisa mumi tanpa perban linen di lantai. “Mumi yang rusak tersebut mungkin adalah pemilik asli makam tersebut,” tulis para peneliti di situs web mereka.
Bickel dan rekan-rekannya telah bekerja di daerah tersebut sejak 2008 dan berencana untuk terus bekerja di sana selama beberapa tahun mendatang, ujarnya. (LiveScience/rei)
Lihat yg lebih 'menarik' di sini !
Follow @wisbenbae