Akhirnya saya harus meninggalkan Sumatera Utara juga. Sebuah provinsi yang menurut saya begitu luar biasa dan membuat saya sangat terkesan. Di lain kesempatan pasti saya ingin sekali untuk menjelajah Sumatera Utara lebih luas dengan waktu yang lebih lama. Agak disayangkan memang, saya menjadwalkan perjalanan saya di Sumatera Utara begitu cepat. Namun tak apalah, saya masih punya waktu beberapa hari lagi untuk menikmati Kota Bandung nanti.
Pada perjalanan saya dari Medan ke Bandung ini tetap menggunakan maskapai dengan tarif hemat AirAsia, lebih tepatnya Indonesia AirAsia sih. Yah menurut saya maskapai yang satu ini memang luar biasa. AirAsia sangat sering memberikan tarif-tarif promo yang sangat ajaib sehingga para low cost traveler (backpacker) bisa pergi ke kota-kota dalam negeri maupun luar negeri dengan biaya yang begitu murah. Coba saja Anda bayangkan, untuk perjalanan saya dari Surabaya ke Medan beberapa hari sebelumnya, saya hanya mengeluarkan uang 250.000 sekali jalan. Sedangkan untuk penerbangan saya dari Medan ke Bandung ini malah kurang dari 250.000. Dulu sewaktu saya masih di Jogja dan sering bolak-balik Jogja-Lampung, duit segini cuma bisa untuk beli tiket bus eksekutif Jogja-Lampung dengan waktu tempuh bisa lebih dari 20 jam. Sekarang dengan uang yang sama saya sudah bisa berangkat dari Surabaya ke Medan maupun dari Medan ke Bandung dengan waktu tempuh 3 jam saja. Ini baru promo yang biasa loh. Kalau dapat promo BIG Sale bisa lebih murah lagi. Bener-bener “Now Everyone Can Fly” deh.
Meskipun harga tiketnya murah, tapi teman-teman banyak sekali yang mengeluh karena biaya-biaya ajaib yang timbul dari reservasi. Perlu saya luruskan, tiket AirAsia itu murah kalau Anda terbang dari point A ke point B tok tanpa embel-embel apapun. Masalahnya kalau Anda membawa barang yang banyak, tentu Anda harus membeli bagasi yang harganya nggak murah. Bahkan bisa lebih mahal daripada harga tiket promo Anda. Misalnya saja, untuk kapasitas bagasi yang terendah 15 kg akan dikenai biaya 95.000. Belum lagi kalau Anda ingin memilih tempat duduk atau membeli makanan, otomatis harga tiket akan membengkak. Tips agar tetap bisa terbang murah, Anda sebaiknya hanya membawa diri saja dan tidak perlu membawa barang yang berlebihan. Saya biasanya cukup membawa sebuah backpack ukuran sedang yang bisa dimasukkan ke dalam kabin pesawat sehingga nggak dikenakan biaya bagasi. Kemudian nggak perlu pesan kursi dan makanan. Selain itu usahakan melakukan web check in 7 hari hingga 4 jam sebelum keberangkatan. Yup sekarang AirAsia mengenakan biaya 30.000 bagi penumpang yang melakukan web check in di counter. Selain menghemat, tentu Anda nggak akan ribet lagi saat berada di airport.
Sebelum keberangkatan saya memang sudah melakukan web check in meskipun AirAsia belum menerapkan aturan bayar 30.000 bagi yang check in di counter. Yah menurut saya lebih efektif dan efisien saja check ini via web. Namun saat itu saya nggak mencetak boarding pass-nya. Jadilah saya mencetak boarding pass dengan mesin check in menggunakan barcode yang dikirim ke handphone saya. Cukup menempelkan layar handphone pada sensor, tidak lama kemudian boarding pass keluar dan saya langsung masuk ke ruang tunggu setelah sebelumnya membayar airport tax sebesar 35.000.
Pada bulan Agustus 2011, penerbangan Indonesia AirAsia dari Medan ke Bandung dan sebaliknya sebanyak dua kali sehari. Sepertinya cukup ramai juga rute yang satu ini. Kadang saya cukup bingung dengan strateginya AirAsia yang membuka rute-rute nggak umum seperti Medan-Bandung ataupun Medan-Surabaya yang sebelumnya nggak dilirik sama sekali oleh maskapai lain. Namun nyatanya cukup sukses tuh setelah diterbangi oleh AirAsia. Kalau nggak sukses pasti sudah ditutup rutenya. Yah tahu sendirilah tipikal maskapai yang satu ini, rute nggak menguntungkan langsung tutup. Nggak perlu ditunda-tunda lagi. Sekarang kalau saya nggak salah, rute Medan-Bandung menjadi 10 kali seminggu. Ada pengurangan karena sebanyak empat pesawat sudah dikembalikan ke lessor.
Pagi itu ruang tunggu cukup sepi. Nggak banyak sepertinya penerbangan dari Bandara Polonia setelah pukul 07.00. Di apron hanya ada pesawat Boeing 737-900ER milik Lion Air dan MA60 milik Merpati. Tidak ada aktifitas yang begitu berarti baik di ruang tunggu maupun di apron. 40 menit kemudian baru ada suara pesawat yang landing di tengah gerimisi yang turun di Medan. Ternyata pesawat Airbus A320 AirAsia dengan special livery (ASEAN Basketball League) dari Kuala Lumpur. Hmm.. Kalau dihitung-hitung cukup banyak loh pesawat AirAsia yang menggunakan special livery. Nah buat Indonesia AirAsia kapan nih?
Sekitar pukul 08.15 kembali ada pesawat yang landing. Daan.. Itu adalah calon tumpangan saya, pesawat Boeing 737-300 Indonesia AirAsia dari Bandung dan akan kembali ke Bandung. Setelah pesawat landing tersebut, para penumpang Indonesia AirAsia tujuan Bandung diminta untuk antri pengecekan boarding pass dan KTP. Untuk masalah identitas, AirAsia memang cukup ketat. Harap berhati-hati ya yang suka beli tiket promo batal berangkat dari orang lain tanpa ganti nama. Udah banyak tuh kejadian cerita dari anak-anak forum kask*s.
Setelah semua penumpang dicek boarding pass dan KTP, penumpang langsung dipersilakan memasuki pesawat. Saya sedikit tersenyum ketika mengetahui kalau pesawat yang akan saya naiki adalah Boeing 737-300 dengan registrasi PK-AWP. Kenapa? Pesawat ini merupakan pesawat yang cukup bersejarah bagi saya. Pertama kali saya naik Indonesia AirAsia ya menggunakan pesawat ini. Waktu itu penerbangan dari Jogja ke Jakarta pada awal tahun 2009. Semenjak saat itulah saya menjadi jatuh cinta kepada AirAsia. Selain itu pesawat Indonesia AirAsia yang satu ini juga unik. Pesawat ini memiliki livery dominan putih dengan striping warna merah. Berbeda dengan pesawat AirAsia lainnya yang menggunakan livery dominan merah dengan striping putih.
Boeing 737-300 (PK-AWP) sendiri merupakan pesawat yang sudah cukup tua. Usianya sudah lebih dari 20 tahun. Pesawat dengan MSN 24905 ini dibuat pada tahun 1991 dan sudah berpindah-pindah ke beberapa maskapai penerbangan. Pengguna pertamanya adalah maskapai asal Mozambique LAM Linheas Aereas De Mocambique dan diberi registrasi EI-CBP. Sumpah ribet bener ya nama maskapainya. Tiga tahun kemudian pesawat ini berpindah pengguna kepada Air Columbus asal Portugal yang hanya bertahan sampai tahun 1995 karena maskapai tersebut tutup. Kemudian maskapai Transavia sebuah maskapai asal Belanda menggunakannya dari tahun 1995-2000 sebelum akhirnya digunakan maskapai Tuninter. Baik LAM, Air Columbus, Transavia, maupun Tuninter semuanya menyewa pesawat ini dari GPA. Tahun 2002 dalam database pesawat ini tercatat digunakan oleh WFBN (Wells Fargo Bank Northwest) selama dua bulan dengan registrasi N905AF. WFBN ini bukan maskapai penerbangan loh, tapi lembaga lessor pesawat seperti halnya GPA. Berarti kemungkinan besar pesawat ini sudah berpindah kepemilikan dari GPA ke WFBN. Hanya berselang dua bulan di WFBN, pesawat dioperasikan oleh AirAsia (Malaysia) selama hampir lima tahun dengan registrasi 9M-AAD. Barulah pada Januari 2007 AirAsia menyerahkan pesawat ini kepada saudaranya Indonesia AirAsia untuk dioperasikan sebagai PK-AWP sampai sekarang.
Memasuki pesawat saya nggak kaget sih dengan kondisi kabin yang masih seperti 2,5 tahun lalu saat saya pertama kali naik pesawat yang sama. Walaupun masih cukup terawatt, tapi nggak bisa dibohongi kalau pesawat ini sudah berumur. Kabinnya kusam, kursi kulitnya juga agak-agak gimana gitu. Yang lebih parah lagi, sudah pasti jarak antar kursi sangat sempit seperti yang saya alami dulu. Awalnya saya mau minta pindah ke kursi yang ada di jendela darurat biar lebih lega. Sayangnya, pada penerbangan ini load factor-nya sekitar 90 persen. Daaan.. Semua kursi di jendela darurat sudah terisi semua sodara-sodara. Jadi nikmati saja kaki nggak bisa bergerak selama lebih dari 2,5 jam ke depan. Haha..
Semua penumpang sudah masuk ke dalam pesawat, kemudian pintu pesawat ditutup dan pesawat sudah siap terbang. Saya selalu terkesan setiap kali naik Indonesia AirAsia. Proses boarding dan keberangkatan pesawat begitu on time dan sangat efektif. Ini hanya kebetulan saja atau bagaimana yah? Karena nggak sedikit juga tuh teman-teman saya yang ngomel-ngomel naik AirAsia sering delay. Tapi buat saya pribadi Indonesia AirAsia nggak pernah mengecewakan dalam hal on time performance, malah cukup mengagumkan dan sering tiba di tujuan lebih cepat dari jadwal. Tidak lama kemudian pesawat menuju runway dan take off dengan mulus tepat pukul 08.40 sesuai dengan jadwal. Sayangnya cuaca yang menyelimuti Kota Medan pagi itu. Pesawat terus saja menembus awan-awan tebal untuk mencapai ketinggian jelajah 35.000 kaki di atas permukaan laut dengan kecepatan jelajah 850 km/jam. Kurang lebih selama 40 menit pesawat terus goyang kanan-kiri atas-bawah menghadapi cuaca buruk. Selama itu pula tanda kenakan sabuk pengaman tidak dipadamkan.
Setelah melewati cuaca yang kurang baik, akhirnya tanda kenakan sabuk pengaman dipadamkan juga. Otomatis para mbak mugari yang jumlahnya tiga orang langsung melakukan servis penjualan makanan dan minuman. Ada satu orang pramugari yang menurut saya pada penerbangan itu sangat cantik, namanya teh Jessica Candra. Apa emang udah dari sononya cewek Bandung geulis-geulis ya? Hohoho.. Eh beberapa hari kemudian ketemu lagi sama teteh yang satu ini setelah dia off duty. Lagi-lagi karena puasa, jadi nggak beli apa-apa. Pemandangan di luar juga nggak begitu bagus. Cuma deretan awan tipis yang sedikit berada di bawah pesawat. Untuk membuang waktu saya lebih baik tidur saja walaupun sebenarnya kaki saya cukup pegel karena kursinya sangat sempit.
Penerbangan dari Medan ke Bandung akan ditempuh dalam waktu 2 jam 40 menit. Beruntungnya cuaca cukup cerah saat menuju ke Bandung. Hanya turbulent selama 40 menit tadi setelah take off. Saya baru terbangun dari tidur ketika pilot mengumumkan akan segera landing di Bandung. Jarak pandang di atas Kota Bandung saat itu hanya 3 km. Nggak heran sih, Bandung memang sering kali berkabut terlebih pada sore hari. Cukup sering pesawat delay landing bahkan terpaksa divert karena jarak pandang yang minim. Semakin mendekati Bandara Hussein Sastranegara semakin terlihat kalau Bandung itu sudah sedemikian padatnya. Gedung-gedung tinggi banyak menjulang di bawah sana. Tidak lama kemudian pesawat landing dengan mulus di landasan Bandara Hussein Sastranegara. Yak ini adalah pertama kalinya saya landing di Hussein.
Perjalanan ini memang nggak istimewa, tapi cukup mengesankan buat saya. Kenapa? Beberapa minggu setelah penerbangan saya ini, saya mendengar kabar bahwa Indonesia AirAsia akan mem-phase out seluruh armada Boeing 737 yang berjumlah 4 pesawat termasuk PK-AWP yang baru saja saya naiki ini. Memang armada 737 itu sengaja disisakan untuk rute dari Bandung karena Bandung tidak bisa didarati oleh Airbus A320 yang lebih besar. Namun saat ini landasan di Bandung sudah di-overlay dan bisa diterbangi dengan pesawat A320 yang lebih besar dan efisien dibanding 737-300. Jadi tidak ada alasan lagi bagi Indonesia AirAsia untuk menyisakan Boeing 737 yang dioperasikannya. So, Anda tidak akan bisa lagi menikmati penerbangan dengan Boeing 737 Classic pada penerbangan Indonesia AirAsia. Lalu yang mengesankan? Penerbangan pertama saya dengan Indonesia AirAsia menggunakan Boeing 737-300 dengan registrasi PK-AWP. Kemudian penerbangan terakhir saya dengan Indonesia AirAsia juga dengan pesawat yang sama sebelum akhirnya dipensiunkan. Selanjutnya kita semua akan menikmati seluruh penerbangan Indonesia AirAsia dengan pesawat Airbus A320. Terima kasih PK-AWP untuk penerbangan yang menyenangkan. Semoga masih ada maskapai lain yang menggunakan jasamu. Finally.. Selamat datang di Bandung!!