Penyebab Timbulnya Zina
Setelah kita mengetahui serentetan kejelekan dan keburukan perbuatan zina maka alangkah pentingnya bagi kita mengetahui beberapa penyebab yang dapat menjerumuskan seseorang ke dalam perbuatan zina ini.
Berbaris-baris kalimat yang termuat dalam majalah-majalah dan koran-koran telah mengoyak kehormatan dan harga diri umat manusia. Berbagai media lahir dalam rangka membinasakan manusia dan mempersembahkan sebuah konspirasi yang sangat nyata dalam memerangi dan menihilkan harga diri serta kehormatan jiwa manusia, sembari menyebarkan kehinanaan dan kerendahan akhlak. Media elektronik maupun media cetak ikut berperan menyebarkan semua hal itu.
Hendaklah semua pemilik sarana-sarana di atas memahami makna yang benar dari firman Allah Ta’ala,
إِنَّ رَبَّكَ لَبِالْمِرْصَادِ
“Sesungguhnya Rabbmu benar-benar mengawasi.” (Q.s. Al-Fajr: 14)
Hendaklah mereka juga menyadari bahwa mereka itu adalah orang-orang yang merugi dalam peperangan yang mereka gelar ini, kendati mereka akan bersorak senang walaupun hanya sesaat. Ingatlah, hasil sebuah pekerjaan itu dinilai berdasarkan keadaan akhirnya.
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَن تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang menginginkan tersebarnya perbuatan yang amat keji itu berasal dari kalangan orang-orang yang beriman. Bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah Mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (Q.s. An-Nur: 19)
Wahai para lelaki muslim, hendaknya kita semua mengetahui bahwa ketika setan mendatangi seorang manusia, dia tidak akan bersikap jujur dengan mengatakan, “Lakukan perbuatan dosa ini! Kerjakan perbuatan keji ini! Kerjakan perbuatan yang akan merajammu sehingga engkau mati! Kerjakan kesalahan yang menjadikan dirimu dihukum cambuk dan terhina di hadapan manusia!”
Sebaliknya, setan akan membisikkan perkataan-perkataan yang buruk dan menipu.
Perbuatan zina tidak akan pernah terjadi dalam satu kesempatan dengan begitu saja. Namun, ada langkah-langkah, sarana-sarana, beragam penyebab, dan jerat-jerat setan yang sering disebut dengan istilah “langkah-langkah setan”. Semua kebusukan inilah yang akan menipu orang yang telah tersesat dari jalan hidayah (petunjuk) dan yang mulai tergoda untuk mengikuti jalan setan.
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكاً وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى. قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَى وَقَدْ كُنتُ بَصِيراً. قَالَ كَذَلِكَ أَتَتْكَ آيَاتُنَا فَنَسِيتَهَا وَكَذَلِكَ الْيَوْمَ تُنسَى. وَكَذَلِكَ نَجْزِي مَنْ أَسْرَفَ وَلَمْ يُؤْمِن بِآيَاتِ رَبِّهِ وَلَعَذَابُ الْآخِرَةِ أَشَدُّ وَأَبْقَى.
“Dan barang siapa yang berpaling dari peringatan-Ku maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunnya pada hari kiamat dalam keadaan buta. Dia pun berkatalah, ‘Wahai Rabbku, mengapa Engkau menghimpunku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seseorang yang melihat?’ Allah berfirman, ‘Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamu pun dilupakan.’ Dan demikianlah Kami membalas orang yang melampaui batas dan tidak percaya kepada ayat-ayat Rabbnya. Dan sesungguhnya azab di akhirat itu lebih berat dan lebih kekal.” (Q.s. Thah : 124–127)
Wahai lelaki muslim, ada banyak penyebab yang menjerumuskan manusia ke dalam jurang zina; bukan hanya satu sebab. Berikut ini adalah penyebab-penyebab keterjerumusan tersebut.
Pertama: Lemahnya tauhid dan keimanan kepada Allah Ta’ala
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
“Ketauhidan adalah sesuatu yang paling lembut, paling suci dari segala kekejian dan murni. Jika sesuatu yang sangat kecil saja mengotorinya, ia akan terpengaruh. Ia laksana sesuatu yang putih bersih, yang mudah tercemari oleh sesuatu, kendati sangat kecil. Laksana sebuah cermin yang sangat jernih, yang akan berbekas karena tergores oleh sesuatu.”
Jika kadar tauhid seseoran itu kurang, bisa saja dia tidak akan malu untuk melakukan maksiat. Sebagai contoh, munculnya golongan pemuda-pemudi yang mengagungkan hawa nafsu dan kurang memahami batas-batas pergaulan antara pria dan wanita. Seluruh aktivitasnya seputar pemenuhan kebutuhan syahwatnya: makan, minum, dan kebutuhan biologis. Coba perhatikan firman Allah Ta’ala ini, tentang gambaran manusia yang terpasung oleh hawa nafsunya,
أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ أَفَأَنتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلاً. أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ إِنْ هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلاً
“Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai sesembahannya. Maka apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu terdengar atau memahami? Mereka itu tidak lain hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya dari binatang ternak itu.” (Q.s. Al-Furqan: 43–44)
Sekumpulan qalbu yang kosong ini telah terjerat oleh hawa nafsu. Ketika harus berhadapan dengan syahwat yang memikat, ia tak kuasa bertahan. Terlebih lagi bagi mereka yang waktu luangnya banyak.
Syekh Utsaimin rahimahullah menyebut waktu luang sebagai sebagai virus berbahaya bagi pikiran, akal, dan fisik seseorang. Alasannya, setiap orang harus bergerak dan beraktivitas. Apabila waktunya kosong dari segala aktivitas, pikirannya menjadi tumpul, akalnya menjadi dingin, dan gerakannya pun lemah. Akibatnya, was-was dan pikiran-pikiran buruk akan mendominasi hatinya. Tidak menutup kemungkinan, muncul niat-niat buruk dalam rangka menghabiskan waktu kosong ini. (Min Musykilatis Syabab, hlm. 16)
Seorang penyair berkata,
Jerat nafsu menghampiriku
Sebelum kumengenalnya
Menempati hati kosong,
Hingga kini berhasil menetap.
(Syekh ‘Abdul Aziz bin Baz, Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, 5:254)
Sungguh akan sangat baik kiranya jika kita memahami perkataan Ibnul Qayyim berikut ini, “… Dan terus-menerus tenggelam dalam lingkaran nafsu syahwat itu disebabkan oleh kelemahan tauhid kepada Allah Ta’ala. Sesungguhnya kala tauhid di hati ini melemah maka semakin sedikit pula rasa ikhlasnya kepada Allah Ta’ala. Akibatnya, ia akan semakin banyak berbuat keji dan menuruti nafsu syahwat.” (Lihat “Ubudiyyatus Syahawat” dalam kitab Al-Fawa’id, karya Ibnul Qayyim)
Kedua: Tidak peduli terhadap akibat sebuah perbuatan
Faktor penyebab terjadinya maksiat –sebagaimana dituturkan oleh Syekhul Islam rahimahullah– ada dua: kelalaian dan jeratan syahwat. Itulah sumber kejelekan! Hal ini merujuk firman Allah Ta’ala,
وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَن ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطاً
“… Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, dia menuruti hawa nafsunya, dan keadaannya itu melewati batas.” (Q.s. Al-Kahfi: 28)
Hawa nafsu tidak bisa sendirian memunculkan kejelekan-kejelekan. Pasti dia disertai dengan kebodohan. Kalau tidak demikian adanya, jika seseorang terjerat hawa nafsu, lalu ia mengetahui bahwa perbuatan maksiatnya akan benar-benar membahayakan, niscaya ia akan menghindarinya; itu akan terjadi secara otomatis.
Syekh ‘Abdul ‘Aziz As-Sadhan hafizhahullah berkata, “Sesungguhnya perbuatan maksiat adalah ibarat rahim seorang ibu yang melahirkan, sebagaimana ketaatan juga ibarat rahim yang banyak melahirkan. Oleh karena itu, terkait maksiat itu sendiri, jika pelakunya tidak menghentikannya dengan taubat dan penyesalan, batangnya akan semakin bertambah kuat dan durinya akan bertambah banyak. Duri maksiat itu akan selalu ada bersama pelaku dalam setiap kondisi dan keadaan. Duri maksiat tersebut juga akan masuk ke dalam kehidupannya sehingga menjadikan dadanya sempit dan menambah parah lukanya.”
Alangkah indahnya perkataan Imam Ibnul Qayyim rahimahullah ketika menggambarkan kondisi sebuah hati,
“… Setiap kali hati lengah dan jauh dari Allah Ta’ala, segala penyakit akan semakin cepat mendatanginya. Setiap kali ia bertambah dekat kepada Allah Ta’ala maka segala penyakit akan bertambah jauh dan menjauhinya. Menjauh dari Allah Ta’ala itu ada beberapa tingkatannya, yang sebagian lebih parah dari beberapa tingkatannya, yang sebagian lebih parah dari sebagian yang lain. Kelalaian akan menjauhkan seorang hamba dari Allah Ta’ala. Menjauhkan diri dari perbuatan maksiat itu lebih utama daripada menjauhi kelalaian. Menjauhkan diri dari perbuatan bid’ah itu lebih diutamakan daripada menjauhkan diri dari perbuatan maksiat. Adapun menjauhkan diri dari kenifakan dan kesyirikan maka itu lebih diistimewakan dari semua itu.” (Lihat Al-Jawabul Kafi, hlm. 75)
Ketiga: Siaran-siaran televisi
Wahai lelaki muslim, bagaimana mungkin seseorang mampu menahan hawa nafsunya jika duduk dan menikmati acara-acara TV walau hanya 1 jam? Melihat suguhan acara-acara TV yang membuat hati miris dan merasa malu jika menontonnya. Adakah yang bisa menjamin bahwa hawa nafsu tidak akan bangkit? Sesungguhnya bahaya dari siaran-siaran televisi tidak terbatas banyaknya, meskipun banyak pihak yang selalu menutupinya. Bahaya sudah sangat nyata dan sangat berpengaruh sekali, yang mana hal ini tidak diragukan lagi bahwa bahayanya lebih besar daripada manfaatnya. Tidak ada yang mengingkari dan membantah hal ini kecuali orang yang sombong dan hatinya telah tertutup oleh perbuatan dosa. Allahu a’lam.
Siaran-siaran televisi masa kini mayoritas telah menyuguhkan berbagai tayangan yang sangat rendah, hina, dan murahan, dengan tujuan semakin menjerumuskan manusia, menghancurkan dan membinasakan manusia di dalam kubangan dosa dan maksiat. Di antara tayangan yang diekspos tersebut adalah tentang perbuatan zina, minimal adalah zina mata (dengan memandang hal-hal yang menampakkan aurat).
Tidakkah engkau mendengar firman Allah Ta’ala,
إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولـئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً
“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (Q.s. Al-Isra’: 36)
Tidakkah pula engkau melihat atau membacanya dari firman Allah Ta’ala,
قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman bahwa hendaklah mereka menahan pandangannnya dan memelihara kemaluannya. Yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala gerak-gerik yang mereka perbuat.” (Q.s. An-Nur: 30)
Tidakkah kita dengarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Telah dituliskan bagi anak Adam bagiannya dari zina. Ia adalah sesuatu yang pasti akan menimpa, bukan sesuatu yang mustahil. Kedua mata berzina; zinanya dengan melihat (perkara yang diharamkan Allah Subhanahu wa Ta’ala) ….” (Lihat Shahih At-Targhib wat Tarhib, no. 1904)
Hasil apa yang akan diperoleh akibat tayangan yang berulang-ulang dan terus-menerus keberadaannya dalam setiap jam dan detik?
Hasilnya adalah tersebarnya perbuatan keji (zina) dengan berbagai macam versi dan bentuknya, disertai kerusakan moral masyarakat. Sesungguhnya, penayangan acara-acara semacam itu pasti akan memberi pengaruh negatif terhadap para pemuda dan pemudi, khususnya bagi mereka yang belum menikah.
Namun, sungguh aneh! Masih saja ada yang beranggapan bahwa tayangan gambar-gambar bebas dan obrolan-obrolan yang bebas, bercampurnya laki-laki dengan wanita, kisah-kisah romantik percintaan antara laki-laki dan wanita, “pameran” bagian-bagian tubuh yang menimbulkan godaan birahi merupakan hiburan dan kesenangan semata, untuk melepaskan ketegangan syaraf dan meringankan tekanan jiwa yang menghimpit. Kenyataannya, opini semacam ini adalah sebuah kekeliruan yang sangat telak!
Apakah setiap orang sudah mengetahui bahaya dari tayangan-tayangan yang menghancurkan yang selalu muncul setiap pagi dan sore? Karenanya, waspadalah! Berhati-hatilah! Sekali terjerumus, penyesalan hanya tinggal penyesalan.
Bersambung, insya Allah ….
Penulis: Ummu Khaulah Ayu.
Muraja’ah: Ustadz Aris Munandar, S.S., M.A.
Muraja’ah: Ustadz Aris Munandar, S.S., M.A.
Artikel www.muslimah.or.id
Post a Comment Blogger Facebook