Kisah nabi palsu atau orang yang mengaku nabi telah muncul sejak zaman kenabian. Tatkala Musailamah al Kadzdzab menyatakan diri sebagai nabi, adalah Habib Ibn Zaid yang teguh dalam pengorbanan dan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.
Habib Ibn Zaid masuk Islam pada peristiwa Bai'at Aqabah II, bersama 72 penduduk Madinah lain. Ia hidup di sisi Rasulullah sesudah beliau hijrah ke Madinah.
Suatu hari Rasulullah menerima sepucuk surat dari utusan Musailamah al Kadzdzab. Laki-laki asal Yamamah itu mengaku diri sebagai nabi.
"Sesungguhnya aku telah diutus untuk berserikat denganmu dalam urusan kerasulan. Kita memiliki separuh bumi dan kaum Quraisy memiliki separuhnya, tetapi Quraisy adalah kaum yang melampaui batas."
Rasulullah kemudian memanggil para sahabat yang pandai menulis. Ia diktekan jawaban beliau pada Musailamah. "Sesungguhnya bumi adalah milik Allah yang telah Dia wariskan kepada hamba yang Dia kehendaki. Adapun akibat yang baik adalah untuk orang-orang yang takwa."
Sungguh, sebuah jawaban yang agung dan bijaksana. Rasulullah kemudian memilih Habib Ibn Zaid untuk mengantarkan surat balasan beliau. Ia berangkat dengan penuh semangat dan keyakinan akan tugas agung tersebut
Habib pun tiba di tempat tujuan. Mendapati jawaban Rasulullah, Musailamah langsung merobek-robek surat itu. Ia kumpulkan kaumnya, kemudian membawa Habib ke tempat bekas-bekas penyiksaannya yang kejam. Musailamah berharap utusan Rasul itu akan gentar dan pasrah.
Musailamah bertanya, "Apakah kau bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah?" Habib mengiyakan dengan mantap. Wajah Musailamah tampak pucat dan tertekan. Ia kembali bertanya," Engkau juga bersaksi bahwa aku adalah utusan Allah?"
Dengan nada menertawakan, Habib menjawab, "Aku tidak mendengar apapun." Musailamah marah besar mendengar jawaban itu. Ia panggil para algojonya untuk menyiksa Habib Ibn Zaid.
Mereka memotong-motong tubuh tersebut dengan biadab. Tapi, Habib tak lebih hanya mendengungkan ucapan, "La illaha illallah, Muhammad Rasulullah."
Andai saja Habib mau menyelamatkan nyawa dengan sedikit tipu daya lahiriah, imannya tak akan berkurang sedikitpun. Tapi, ia tidak pernah sedetik pun membandingkan nyawa dengan prinsip. Justru, Habib Ibn Zaid merasa menemukan jalan menuju kesyahidan.
oleh Khalid Muhammad Khalid
Biografi 60 Sahabat Rasulullah
Post a Comment Blogger Facebook