Penghilangan subsidi bahan bakar minyak (BBM) hingga 300 persen dalam APBN-P 2015 dinilai sebagai bentuk itikad tidak baik dari Pemerintah. Kebijakan penetapan harga jual BBM telah merugikan Pertamina dan masyarakat.
"Saya melihat ada skenario dari pemerintah untuk menghancurkan Pertamina secara sistematis," ujar Salamuddin Daeng dari Asosiasi Ekonomi Poltik Indonesia (AEPI) Jakarta, Rabu (22/4/2015).
Hal ini, katanya, pemerintah terlihat sangat terkesan lepas tangan terhadap masalah yang dihadapi Pertamina. Pemerintah juga membiarkan perusahaan pelat merah ini terus merosot, padahal keberadaan Pertamina sangat terkait dengan hajat hidup rakyat banyak.
"Pemerintah membiarkan Pertamina digerogoti oligarki di sekitar kekuasaan. Ini menjadi salah satu membengkaknya biaya produksi BBM Pertamina," katanya.
Oligarki tersebut, jelasnya, adalah mereka yang mengambil untung besar dari menjual minyak mentah ke Pertamina. Rencana menghapus premium dengan pertalite, diduga skenario pergantian importir yang menjual BBM ke Pertamina, dari importir lama diganti dengan mafia baru.
Jadi, lanjutnya, pergantian RON 88 ke BBM RON 92 berpotensi ditunggangi pihak tertentu sebagai bentuk oligarki kekuasaan. Contohnya, dengan mengupayakan adanya kebijakan mengganti aditive HOMC ke MTBE yang berbahaya bagi lingkungan.
"Lahirnya pertalite dapat dipahami merupakan sebagai aksi korporasi BUMN Pertamina untuk mengupayakan perolehan keuntungan atau menekan kerugian pertamina," katanya.
Menurutnya, penghilangan Premium akan menghilangkan hak masyarakat berpendapatan menengah ke bawah mendapatkan BBM murah dan terjangkau. Padahal pergantian premium dengan pertalite melanggar UU APBN tentang subsidi BBM.
"Serta kuota impor minyak mentah dan minyak hasil olahan dalam rangka memenuhi kebutuhan BBM terjangkau bagi rakyat," pungkasnya, seperti dilanisr pelitaonline.
lanjutin di sini !
Follow @wisbenbae
Post a Comment Blogger Facebook