Pihak kepolisian harus mendalami pengakuan Akbar Faisal terkait usaha Kepala Staf Kepresidenan Luhut Binsar Panjaitan memanipulasi data KPU dengan menggunakan teknologi IT.
Pengakuan politisi Nasdem itu termuat dalam pesan layanan whatsapp yang dikirimkannya ke Deputi Kepala Staf Kepresidenan Yanuar Nugroho, dan belakangan bocor ke publik.
"Jika Akbar Faisal mengatakan Jokowi dan JK turut hadir saat Luhut memaparkan cara "menyedot" data KPU dengan teknologi IT, apalagi jika memberikan restu terhadap operasi itu maka mereka dapat terjerat pidana pasal 234 dan 248 UU No 42/2008 tentang Pilpres," ujar Direktur Eksekutif Bimata Politica Panji Nugraha kepada redaksi, Senin (6/4).
Merujuk dua pasal tersebut, Jokowi, JK dan Luhut terancam penjara minimal dua bulan.
Pasal 234 Nomor 42/2008 tentang Pilpres menyebutkan: "Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan pasangan calon tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suara pasangan calon menjadi berkurang, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 bulan dan paling lama 36 bulan dan denda paling sedikit Rp 12 juta dan paling banyak Rp 36 juta.
Sedangkan Pasal 248 UU 42/2008 tentang Pilpres menyebutkan: "Setiap orang yang dengan sengaja merusak, mengganggu, atau mendistorsi sistem informasi penghitungan suara hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 60 bulan dan paling lama 120 bulan dan denda paling sedikit Rp 2.5 miliar dan paling banyak Rp 5 miliar.
Panji percaya dengan kejujuran Akbar membongkar kejahatan. Karena itulah dia mengimbau mantan politisi Hanura itu untuk bersedia memberi informasi ke pihak berwajib.
"Saya percaya Akbar Faisal masih memiliki hati nurani dan idealisme. Akbar Faisal dapat menjadi pahlawan jika ia berani jujur dan bongkar rencana-rencana licik di balik pemenangan Jokowi-JK pada Pilpres 2014 lalu," tutup Panji seperti dilansir Kantor BeritaRMOL.
Follow @wisbenbae
Post a Comment Blogger Facebook