Pasangan Capres dan Cawapres dari Partai Hanura Wiranto dan Hary Tanoesudibjo melakukan simulasi pencoblosan di Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta (5/4). TEMPO/Wisnu Agung Prasetyo
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Hanura, Fuad Bawazier, menyebutkan kekalahan Hanura dalam pemilu legislatif kali ini disebabkan tak bekerjanya Badan Pemenangan Pemilu yang dipimpin Hary Tanoesudibjo. ”Bapilu-nya tak bekerja secara maksimal,” kata Fuad saat dihubungi, Kamis malam, 10 April 2014.
Menurut Fuad, Hary tak punya cukup pengalaman dalam menggerakkan mesin pemilu. Bos MNC Group itu dinilai tak punya kemampuan membangun komunikasi dengan kader Hanura di tingkat bawah.
Meski begitu, Fuad mengakui Hary sudah berusaha membangun citra partai melalui berbagai iklan di sejumlah stasiun televisi dan media di bawah kendali MNC Group. "Serangan udara memang sudah, tapi kan itu tak berdampak langsung pada pemilih."
Menurut Fuad dalam memenangkan pemilu, seorang ketua Bapilu harus bisa berkoordinasi dan menggerakkan pengurus dan kader partai di tingkat bawah. Bapilu juga harus rajin mengontrol kerja-kerja pemenangan di semua lapisan. "Kalau sekarang kan koordinasi dan komunikasinya kurang."
Sebelum masuk ke Hanura, Hary Tanoe pernah menjadi pengurus teras partai Nasional Demokrat. Namun, karena konflik internal pada Februari 2013 dia pun pindah ke Hanura dan didaulat menjabat ketua Bapilu menggantikan Yudi Chrisnandi. Belakangan Hanura mendeklarasikan Wiranto dan Hary sebagai capres dan cawapres Hanura.
Pada masa kampanye, Hanura menargetkan bisa meraih minimal 10 persen suara. Namun saat ini, berdasarkan sejumlah hasil lembaga survei, Hanura hanya memperoleh suara di kisaran 5 persen atau paling kecil di antara partai yang mungkin lolos ke DPR. Partai ini memperoleh suara di urutan ke-10, sama dengan nomor urut partainya.
Hasil ini, kata Fuad, akan jauh berbeda bila jabatan Bapilu tak diserahkan ke Hary Tanoe. Padahal, Hary sudah mengerakan semua media miliknya: semua televisi, koran, dan media online miliknya untuk mempromosikan Hanura. Dalam pemilu 2009 lalu, Hanura memperoleh 3,77 persen.
Adapun Wakil Ketua Bapilu Partai Hanura Ahmad Rofiq menilai Fuad salah baca mengenai situasi di internal partai yang dimotori Wiranto itu. Hal ini terlontar karena Fuad menuding kekalahan Hanura yang berada di posisi ketiga terbawah perolehan suara pemilihan legislatif merupakan kesalahan Ketua Bapilu, Hary Tanoesoedibjo. "Pak Fuad justru salah baca situasi di Hanura. Kalau tidak ada Hary Tanoe gimana ini?" ujar Rofiq ketika dihubungi, Jumat, 11 April 2014.
Dia tidak memungkiri Bos MNC Grup itu berandil besar untuk Hanura. Salah satunya, Hanura bebas beriklan di jaringan media yang dimiliki Hari Tanoe. "Saya bisa pastikan iya, sangat," ujar Rofiq.
Ihwal tudingan Fuad bahwa Hary Tanoe tidak berpengalaman sebagai ketua Bappilu sehingga suara Hanura hanya menjadi juru kunci, Rofiq menepis itu. Dia menegaskan, Hary Tanoe tidak berjalan sendirian dalam menggerakkan roda partai. "Ada DPP yang lain, ada unsur Bappilu. Banyak faktor. Jadi tidak punya pengalaman bukan berarti tidak bisa," ujar dia.
Rofiq mengakui perolehan suara berdasarkan hitung cepat yang hanya sekitar 5,5 persen di luar ekspektasi. Menurut dia, 5,5 persen itu jika diangkakan ada sekitar 11 juta masyarakat Indonesia yang mendukung Hanura. "Ini modal poltik yang luar biasa, suara yang banyak sekali," kata Rofiq.
Intinya, ujar dia, yang paling penting mempertahankan Hanura sebagai partai yang bersih dari korupsi. Rofiq menegaskan citra paling besih ini harus dipertahankan dan terulang sampai 5 tahun ke depan. "Jangan muncul politisi-politisi busuk di Hanura sampai 5 tahun ke depan," katanya.